Oleh: Agustan, S.Pd.,M.Pd
(Dosen Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Islam Negeri Palopo)
PADA era kontemporer ini, dunia tengah diguncang oleh gelombang konflik geopolitik yang semakin memprihatinkan. Fenomena ini tidak hanya berdampak langsun terhadap negara-negara yang terlibat dalam pusaran konflik, tetapi berpotensi mengganggu keseimbangan politik, ekonomi, dan kemanusiaan secara global. Ketegangan yang masih sering terjadi dapat merambat keberbagai kawasan di belahan dunia lainnya, sehingga memicu instabilitas yang meluas dan membuka kemungkinan terjadinya perang yang berskala besar serupa dengan perang Dunia Ketiga. Lebih dari itu, situasi ini juga akan membawa konsekuensi yang lebih serius bagi warga sipil yang kerap menjadi korban utama dari tindak kekerasan, pengungsian, dan pelanggaran Hak asasi manusia.
Ketegangan antara negara seperti Amerika dan Cina, Konflik bersenjata antara Rusia dan Ukraina, India dan Pakistan, serta tragedi kemanusiaan berkepanjangan di Palestina, menjadi representasi nyata dari dunia yang semakin terpolarisasi oleh kepentingan, ideologi, dan identitas kolektif yang semakin mengkhawatirkan. Laporan Risiko Global 2025 dari Worid Economic Forum menunjukkan bahwa konflik bersenjata antar negara menjadi ancaman utama, dengan hampir 23% responden menganggapnya sebagai risiko paling serius. Selain itu, disatu sisi dari laporan Amnesty International 2024 mendokumentasikan telah terjadi pelanggaran HAM di 155 negara, termasuk konflik bersenjata yang melibatkan kelompok-kelompok militer dan dampaknya terhadap masyarakat sipil.
Situasi ini mencerminkan betapa rapuhnya tatanan global yang terjadi saat ini, yang semakin rentan terhadap terjadinya konflik terbuka dan eskalasi kekerasan ditingkat lokal dan dunia. Maka dari itu, dinamika dan geopolitik yang berlangsun saat ini menuntut perhatian serta upaya serius kepada semua pihak termasuk elemen masyarakat internasional, baik individu, negara, dan lembaga-lembaga internasional lainnya untuk ikut terlibat dalam mencegah dan meminimalisir akan terjadinya perang dan eskalasi yang lebih luas serta dapat memastikan tegaknya prinsip-prinsip keadilan serta perlindungan terhadap nilai-nilai kemanusiaan.
Pancasila Bukan Sekadar Ideologi, tetapi Paradigma Peradaban
Dalam konteks ini, Indonesia memiliki dasar ideologis yang dapat dijadikan rujukan sekaligus solusi alternatif bagi penyelesaian konflik global, yakni pancasila yang memiliki Landasan Moral dan Etika mengandung nilai-nilai yang menjadi pedoman dalam kehidupan bermasyarakat, seperti nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, musyawarah, dan keadilan. Ideologi pancasila merupakan hasil pemikiran luhur para pendiri bangsa yang digali dari akar sejarah peradaban nusantara, mulai dari masa kerjaaan hingga era kemerdekaan.
Keberadaan pancasila bukan semata-mata sebagai pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi Indonesia sendiri, melainkan juga sebagai bentuk kontribusi intelektual dan kultural indonesia kepada dunia dalam merumuskan suatu sistem nilai yang inklusif dan berkeadaban.
Dalam realitas global saat ini masih sering terjadi pertarungan dan tarik ulur antara model teokrasi dan negara sekuler, pancasila, melalui sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa, menawarkan jalan tengah yang harmonis sebagai sebuah pendekatan yang tidak memihak ekstrem pada keduanya, tetapi mengintegrasikan nilai spritualitas dengan prinsip-prinsip kemanusiaan dan keadilan sosial.
Sila kedua, yakni Kemanusiaan yang adil dan beradab, mengajarkan nilai-nilai kemanusiaan universal yang menempatkan setiap individu sebagai subjek yang bermartabat, setara, dan harus diperlakukan secara adil. Sementara itu, sila ketiga, Persatuan Indonesia, menegaskan bahwa perdamaian dan ketenteraman baik di tingkat nasional maupun global hanya dapat tercapai melalui semangat persatuan dan kebersamaan, bukan fragmentasi dan perpecahan. Sila keempat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, menawarkan model pengambilan keputusan yang berakar pada nilai musyawarah, kebijaksanaan kolektif, dan penghargaan terhadap keberagaman pendapat. Prinsip ini memberikan solusi praktis terhadap tantangan pluralitas dan perbedaan pandangan yang terjadi baik dalam konteks lokal maupun global.
Terakhir, sila kelima, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, memberikan penegasan pentingnya keadilan dalam seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Keadilan sosial dalam Pancasila bukan hanya bersifat normatif, melainkan mengarah pada penciptaan keseimbangan struktural agar pemerintahan tidak dikuasai oleh kepentingan pribadi, kelompok, atau golongan, melainkan berorientasi pada kemaslahatan bersama dan kesejahteraan rakyat.
Dengan demikian, Pancasila bukan hanya relevan bagi Indonesia sebagai dasar negara, tetapi juga berpotensi menjadi model etika politik dan sosial yang dapat diadopsi oleh masyarakat global dalam menghadapi tantangan zaman, menjaga perdamaian dunia, serta mewujudkan peradaban yang adil, beradab, dan berkelanjutan.
Peran Strategis Indonesia: Dari Nasional ke Global
Indonesia, sebagai salah satu negara kepulauan terbesar di dunia dengan posisi geostrategis yang menghubungkan Asia dan Australia serta Samudera Hindia dan Pasifik, memiliki potensi besar tidak hanya sebagai kekuatan regional, tetapi juga sebagai aktor global yang diperhitungkan. Perjalanan diplomasi Indonesia, dari masa perjuangan kemerdekaan hingga era kontemporer, menunjukkan transformasi yang signifikan dari diplomasi survival ke diplomasi kontribusi.
Perjalanan panjang diplomasi Indonesia membuktikan bahwa bangsa ini memiliki kapasitas dan moralitas untuk memainkan peran strategis di tingkat global. Dari perjuangan memperoleh pengakuan hingga keterlibatan aktif dalam menyelesaikan persoalan dunia, Indonesia menunjukkan bahwa negara berkembang pun dapat menjadi pemain utama, bukan sekadar penonton.
Kepemimpinan di ASEAN dan G20 Indonesia telah menjadi Ketua ASEAN 2023 dan sebelumnya memegang Presidensi G20 pada 2022. Posisi ini memungkinkan Indonesia untuk berperan sebagai jembatan komunikasi antara negara-negara anggota dan mendorong agenda global yang lebih inklusif
Diplomasi dan Politik Luar Negeri Indonesia menerapkan politik luar negeri bebas dan aktif, yang memungkinkan negara ini untuk berpartisipasi dalam berbagai forum internasional seperti ASEAN, APEC, dan G20. Hal ini memperkuat posisi Indonesia sebagai global middle power Kontribusi dalam Stabilitas Ekonomi dan Keamanan Indonesia berperan dalam menjaga stabilitas ekonomi kawasan dan global dengan mendorong kerja sama ekonomi serta kebijakan yang mendukung pertumbuhan berkelanjutan. Selain itu, disisi yang lain Indonesia telah ikut serta dan memperlihatkan kontribusinya dalam menjaga perdamaian melalui pengiriman pasukan perdamaian PBB, menjadi mediator dalam konflik, serta mengambil sikap tegas dalam isu-isu HAM dan perubahan iklim yang terjadi didunia saat ini.
Indonesia hari ini bukan Indonesia yang hanya menatap ke dalam. Kita adalah bangsa yang menatap dunia dengan kepala tegak, namun dengan hati yang tetap membumi. Kita tahu bahwa tugas kita belum selesai, masih banyak tantangan, baik di dalam negeri maupun di panggung internasional. Tapi satu hal yang pasti kita telah membuktikan bahwa menjadi besar bukan soal kekuasaan, tapi soal tanggung jawab. Dan Indonesia telah memilih untuk memikul tanggung jawab itu dengan bijak, dengan hati, dan dengan harapan.
Selamat hari lahir Pancasila 1 Juni "Memperkokoh Ideologi Pancasila Menuju Indonesia Raya".