Tawaf Wada: Ketika Hati Tak Ingin Pulang

  • Bagikan

Oleh Prof dr Taruna Ikrar
Anggota Amirul Hajj 2025

Langkah-langkah terasa berat. Putaran terakhir di hadapan Ka'bah bukan sekadar gerakan, melainkan detik-detik penuh haru dari sebuah perpisahan yang tak pernah diinginkan. Inilah Tawaf Wada—tawaf perpisahan, saat ruh terasa enggan meninggalkan rumah-Nya.

Setiap inci marmer yang disentuh menjadi saksi bisu atas doa-doa yang tumpah, air mata yang jatuh, dan cinta yang tak ingin berakhir. Di bawah langit Makkah yang agung, seluruh alam seakan turut menyimak bisikan lirih hati yang merintih:
"Jangan akhiri ini terlalu cepat…"

Bukan tubuh yang lelah, melainkan jiwa yang tak rela berpisah. Bukan kaki yang berat melangkah, tetapi hati yang ingin tetap tinggal di pelataran suci. Di sana, rasa paling dekat dengan Allah terasa begitu nyata. Di sana, segalanya menjadi ringan—dosa luruh, harapan hidup kembali, dan cinta Ilahi terasa amat dekat.

Namun di balik keagungan spiritual tawaf, tersimpan pula anugerah luar biasa bagi kesehatan sebuah harmoni Ilahi antara ruh dan raga.

Gerakan memutar yang ritmis selama tawaf membantu melancarkan aliran darah, menstimulasi kerja jantung, dan menjaga kesehatan kardiovaskular secara alami. Saat melangkah di tengah kepadatan sambil menjaga fokus spiritual, sistem saraf dilatih untuk tetap tenang, menyeimbangkan tubuh dan kesadaran, serta meningkatkan ketangguhan sensorik.

Irama langkah dan lantunan dzikir menciptakan efek seperti meditasi aktif. Hormon stres menurun, digantikan oleh hormon bahagia seperti endorfin dan serotonin, yang membuat pikiran lebih damai dan tubuh lebih relaks. Jarak tempuh tawaf yang setara dengan 3–4 km juga membantu membakar kalori, memperbaiki metabolisme, dan menjaga berat badan secara alami.

Di sisi lain, tawaf juga membangun ketahanan jiwa. Ia mengajarkan fokus, sabar, dan pengendalian diri. Perpaduan antara ibadah fisik dan kesadaran spiritual memperkuat mental dalam menghadapi tekanan hidup, menjadikan tubuh dan jiwa lebih seimbang.

Tawaf Wada mengajarkan bahwa cinta sejati tidak selalu harus bersama. Kadang cinta sejati adalah rindu yang tak kunjung selesai. Perpisahan ini bukanlah akhir dari kedekatan, melainkan awal dari perjuangan menjaga keikhlasan, meski jauh dari Baitullah.

Dalam setiap langkah terakhir, terucap doa dari lubuk hati terdalam:

"Ya Allah, jika ini akhir dari kunjungan, jadikan ia bukan akhir dari kedekatan. Bangkitkan kembali rindu ini di setiap sujud. Dan jika Engkau berkehendak, bukalah jalan untuk kembali—bukan hanya sebagai tamu, tapi sebagai hamba yang Engkau rindu."

Tawaf Wada bukan hanya tentang meninggalkan Makkah. Ia adalah momen ketika hati pulang membawa bekal ruhani dan kesehatan yang tak ternilai. Karena sejatinya, yang kembali hanyalah jasad—sementara hati tetap berputar di sekitar Ka'bah, dalam cinta yang abadi.

Karena bagi hati yang pernah mencintai Ka'bah, pulang bukanlah kembali ke rumah—tetapi menunggu undangan berikutnya. (*)

  • Bagikan

Exit mobile version