PALOPOPOS.FAJAR.CO.ID JAKARTA – Kader Partai Demokrat diingatkan untuk tidak menunda langkah politik dalam menyongsong Pemilu 2029. Anggota DPR RI Fraksi Demokrat, Irjen Pol (Purn) Drs. Frederik Kalalembang, menegaskan bahwa strategi pemenangan harus dimulai sejak sekarang. Apalagi, pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan jadwal pemilu nasional dan daerah, arah kerja politik harus segera disesuaikan.
Menurut Frederik, banyak aktor politik selama ini terjebak pada pola lama, mengandalkan kekuatan dana dan popularitas,namun melupakan satu hal yang paling menentukan yakni strategi dan kekuatan konstituen.
“Kita tidak bisa terlambat start. Strategi itu bukan pelengkap, tapi fondasi. Dan itu harus dibangun sekarang, bersama partai. Bukan nanti ketika pemilu sudah di depan mata,” tegasnya.
Frederik menyoroti praktik bagi-bagi uang atau bantuan langsung tunai (BLT) yang masih kerap terjadi di lapangan dalam setiap pemilu. Ia tidak menampik bahwa hal semacam itu masih berlangsung. Namun, ia menegaskan bahwa dalam pencalonannya sebagai anggota DPR RI, ia tidak pernah memilih jalan politik uang.
“Bukan rahasia umum, dalam Pileg atau Pilkada, praktik semacam itu masih ada. Tapi saya memilih jalur yang berbeda yaitu jalur strategi, bukan transaksi,” ujarnya.
Pendekatan yang ia jalankan lebih banyak berbasis pada perhatian nyata terhadap masyarakat, khususnya mereka yang mengalami kesulitan di lapisan paling bawah. Frederik membuka ruang komunikasi secara langsung: nomor teleponnya tercantum di kartu nama, dan tidak ada satu pun panggilan atau pesan WhatsApp dari masyarakat yang ia abaikan.
“Nomor saya memang terbuka. Siapa pun boleh menghubungi saya, apalagi jika dalam kesulitan. Saya pernah dihubungi seorang warga yang terburu-buru ingin membeli obat ke apotek tapi terhambat lalu lintas. Ia bingung, dan saya bantu komunikasi dengan petugas karena itu situasi darurat. Bantuan seperti ini mungkin sederhana, tapi mereka ingat. Bukan hanya orang itu, tapi juga keluarganya, bahkan keluarganya yang lebih luas. Karena mereka tahu, ada yang mau membantu dengan tulus. Inilah bentuk perhatian kepada masyarakat,” tutur Frederik.
Irjen Pol (P) Drs Frederik Kalalembang dan istri berfoto bersama Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Jenderal TNI (P) Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Ketua MPR sekaligus Ketua Fraksi Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) dan istri.
Sebagai mantan penegak hukum, Frederik juga kerap menjadi tempat masyarakat berkonsultasi tentang persoalan hukum yang mereka alami, baik sebagai korban maupun tersangka. Bagi dia, tidak ada alasan untuk menjauhi orang yang sedang kesulitan, apalagi yang sedang berhadapan dengan hukum. Saat mereka kesulitan mereka harus mendapat jawaban sekalipun tidak sesuai harapan tapi disitulah bentuk kepedulian kita kepada mereka.
“Latar belakang saya sebagai penegak hukum yang hampir 35 tahun, tentunya saya banyak tahu masalah apa yang mereka alami dan bagaimana solusi penyelesaiannya. Saya hadir untuk memberikan solusi. Dan saat mereka merasa tertolong, mereka mengingat itu dengan ketulusan,” ungkapnya.
Baginya, mendengarkan, menanggapi, dan memberikan jalan keluar adalah bentuk kepedulian politik yang jauh lebih bernilai daripada sekadar membagi uang. Dari situlah, ia percaya, kepercayaan dibentuk dan suara diperoleh tanpa perlu membeli.
Frederik menegaskan, hubungan dengan konstituen tidak boleh berhenti setelah pemilu. Justru setelah duduk di kursi DPR RI, kedekatan itu harus terus dijaga, tidak hanya lewat kehadiran fisik, tetapi lewat perhatian yang nyata terhadap kesulitan rakyat.
“Mereka itu tidak menuntut macam-macam. Tapi ketika ada masalah, mereka berharap kita ada. Dan hadir itu tidak selalu soal datang langsung, tapi bagaimana kita memastikan masalah mereka bisa terselesaikan,” ujarnya.
Lebih jauh, ia menjelaskan bahwa masyarakat saat ini tidak lagi hanya melihat wakil rakyat sebagai penyambung suara, tetapi juga sebagai harapan penyelesaian atas berbagai persoalan yang mereka hadapi, baik dalam hal ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, hingga pertahanan dan keamanan (Ipoleksosbudhankam).
Frederik melihat, pemisahan pemilu nasional dan daerah seperti yang diputuskan MK, yang dapat menciptakan jeda waktu hingga 2,5 tahun antara Pileg dan Pilkada, seharusnya dimanfaatkan oleh Demokrat untuk mengatur langkah secara bertahap dan terstruktur.
Baginya, inilah kesempatan emas untuk fokus terlebih dahulu pada Pileg DPR RI, dan menargetkan perolehan satu kursi DPR RI di setiap dapil dan 5 kursi untuk dapil di DPRD kabupaten/kota. Namun, semua itu hanya bisa dicapai dengan kerja strategi yang dilakukan secara kolektif, menyatu, dan solid dari semua tingkatan partai.
“Strategi pemenangan itu tidak bisa dijalankan sendiri-sendiri. Ini kerja tim. Harus dalam satu tarikan napas. Saling mendukung, saling menguatkan. Karena hanya dengan cara itu, tujuan partai bisa benar-benar tercapai,” ujarnya.
Strategi JFK: Jalan Panjang yang Dirintis Sebelum Terjun ke Politik
Frederik kemudian mengungkapkan bahwa strategi yang ia terapkan hari ini bukanlah sesuatu yang dibangun instan saat mencalonkan diri sebagai anggota DPR RI. Justru sebaliknya, strategi itu telah ia susun dan jalankan jauh sebelum ia pensiun dari kepolisian dan memasuki dunia politik. Ia menyebutnya sebagai strategi JFK: Jaringan, Finansial, dan Keamanan.
“Ini bukan strategi yang muncul belakangan. Ini saya siapkan sejak masa menjelang pensiun. Karena saya tahu, kalau terjun ke politik tanpa arah yang jelas, maka bukan hanya saya yang rugi, tetapi juga masyarakat yang menaruh harapan,” ujarnya.
Frederik menjelaskan, Jaringan menjadi fondasi pertama. Baginya, membangun hubungan yang baik tidak hanya di internal partai, tetapi juga dengan lembaga pemerintah, aparat, dan masyarakat sipil adalah kunci. Dengan jaringan yang sehat, maka bantuan kepada masyarakat bisa lebih mudah tersalurkan dan tidak menimbulkan persoalan di lapangan.
“Kita harus terus membangun jaringan: di dalam partai, di lembaga pemerintahan, dan di tengah masyarakat. Karena ketika hubungan baik terbangun, kita bisa membantu dengan lebih leluasa dan efektif,” kata Frederik.
Yang kedua adalah Finansial. Frederik menyadari bahwa dalam perjuangan politik, tidak mungkin semuanya berjalan tanpa biaya. Namun ia menekankan, finansial bukan segalanya. Justru, menurutnya, tanpa jaringan yang kuat, biaya politik bisa membengkak dan bahkan sia-sia.
“Mengumpulkan orang, menggerakkan tim, semua butuh biaya. Tapi kalau hanya mengandalkan uang tanpa jaringan, pengeluaran bisa besar tapi dampaknya kecil. Jadi finansial itu penting, tapi harus disertai jaringan agar efisien dan bermakna,” jelasnya.
Komponen ketiga adalah Keamanan. Dengan latar belakang sebagai jenderal polisi, Frederik menjadikan hubungan dengan aparat keamanan dan lembaga penegak hukum sebagai bagian integral dari strateginya. Ia percaya, sebaik apa pun jaringan dan kemampuan finansial, tanpa dukungan dan koordinasi dengan aparat, kerja politik bisa tersendat dan tidak mampu memberi perlindungan hukum bagi masyarakat.
“Saya terus menjaga hubungan baik dengan aparat keamanan dan lembaga penegakan hukum. Karena sekuat apa pun strategi, kalau tidak ada sinergi di sektor ini, maka sulit untuk memberi rasa aman bagi rakyat yang kita wakili,” tegasnya.
Frederik menyimpulkan, ketiga unsur dalam strategi JFK ini harus berjalan seiring dan saling melengkapi. Bukan sekadar konsep politik, tapi fondasi yang telah ia jalankan dalam kehidupan nyata, baik sebelum masuk dunia politik, maupun setelah duduk sebagai anggota DPR RI.
“Ini bukan teori, tapi praktik yang sudah saya jalani. Jaringan, finansial, dan keamanan adalah tiga hal yang harus dipelihara bersama-sama. Kalau kita konsisten membangun dari sekarang, Demokrat tidak hanya siap menang, tapi juga siap memberi makna,” tutup Frederik Kalalembang. (int)