Kisah Pilu Dua Saudara Nepal dan Nesya dalam Tragedi Truk Terbalik di Torut Kini Hidup Sebatang Kara, Butuh Uluran Tangan

  • Bagikan
Foto bersama sejumlah korban truk di acara pesta kematian (Rambu Solo') di Sereale, Torut, sebelum kejadian. --IST--

PALOPOPOS.FAJAR.CO.ID, Sabtu sore, 12 Juli 2025, seharusnya menjadi hari biasa bagi warga Toraja Utara yang pulang dari ritual adat Ma Tongkon—bagian dari tradisi Rambu Solo’ yang sakral. Tapi takdir berkata lain.

Satu unit truk tua yang mengangkut 20 penumpang dari Kecamatan Rindingallo kehilangan kendali saat melintasi turunan curam di Sereale, Kecamatan Tikala. Truk itu terjun bebas ke jurang, meninggalkan jeritan, luka, dan kematian.

Tujuh orang meninggal dunia. Beberapa lainnya masih dirawat di RS Elim Rantepao, dan satu korban dalam kondisi kritis harus dirujuk ke Makassar. Namun, di balik tumpukan korban itu, ada satu kisah yang membuat waktu seolah membeku: kisah dua anak kecil bernama Nepal dan Nesya.

Ditinggal Ibu, Kakek, dan Nenek dalam Sekejap
Nepal (7) dan Nesya (5) kini duduk berdua dalam senyap di rumah duka, di Tampan Bonga, Kecamatan Bangkelekila. Di usia yang masih belia, mereka harus menghadapi kenyataan pahit yang tak seharusnya dipikul anak-anak: kehilangan tiga sosok sekaligus—ibu, kakek, dan nenek—dalam satu hari yang sama.

Yang lebih memilukan, ayah mereka telah meninggal dunia dua tahun lalu. Dalam sekejap, dunia yang kecil bagi Nepal dan Nesya runtuh. Tak ada lagi pelukan ibu, senyum nenek, atau dekapan kakek yang mendongengkan kisah tua Toraja di malam hari.

“Anak-anak ini sekarang sebatang kara. Tapi kita percaya, mereka tidak akan sendiri,” ujar Pdt. Alfred Anggui, Ketua Badan Pekerja Sinode (BPS) Gereja Toraja, saat melayat ke rumah duka pada Minggu sore, 13 Juli 2025.

“Tuhan tidak pernah lepas tangan. Tuhan hadir dalam luka, dalam kehilangan. Mari kita mendoakan, agar penghiburan sejati hadir bagi keluarga dan anak-anak ini,” tuturnya penuh haru.

Duka Bersama
Dalam tradisi Toraja, setiap kematian adalah momen sakral dan penuh penghormatan. Tapi tragedi ini membuat semua tatanan adat seolah tak siap. Rumah-rumah di Bangkelekila dan Tikala penuh isak tangis. Di gereja-gereja, jemaat menunduk dalam doa. Di lorong-lorong rumah sakit, keluarga korban menanti kabar, antara harap dan cemas. Satu korban lain, Martha Indan, telah dirujuk ke Makassar karena kondisi luka serius.

Seruan Solidaritas dan Doa Umat
Pdt. Alfred menyerukan agar seluruh umat Gereja Toraja dan masyarakat umum mendoakan para korban, baik yang berpulang maupun yang masih dalam proses penyembuhan.
“Dalam momen duka seperti ini, kita harus bersatu. Menjadi pelipur lara bagi yang kehilangan. Menjadi tangan Tuhan yang menghibur, memberi harapan,” ujar Alfred.
Pihak Gereja Toraja juga menyatakan akan melakukan pendampingan pastoral dan dukungan moral bagi keluarga korban, terutama bagi anak-anak seperti Nepal dan Nesya yang kini harus menjalani hidup tanpa orang tua.

Menanti Tindakan, Bukan Sekadar Belasungkawa
Tragedi ini memunculkan kembali sorotan pada masalah keamanan transportasi di kawasan berbukit Toraja Utara. Jalanan menurun curam, kendaraan tua yang tak laik jalan, serta kurangnya pengawasan teknis masih menjadi ancaman laten bagi keselamatan warga.
Bagi Nepal dan Nesya, semua itu bukan lagi soal statistik atau perbaikan sistem. Mereka telah kehilangan yang tak tergantikan. Namun kisah mereka menjadi pengingat bahwa setiap korban adalah manusia, bukan angka. Dan setiap kecelakaan adalah luka, bukan berita yang berlalu begitu saja.
Kini, dua pasang mata kecil itu menatap hari-hari tanpa ibu, tanpa kakek, tanpa nenek. Tapi mungkin, jika kita sebagai masyarakat tetap hadir, mereka tidak benar-benar sendiri. (fjr)

Korban yang meninggal dunia teridentifikasi sebagai:

  1. Jeni Parimanan
  2. Saenal
  3. Selpiana Lobo
  4. Yuliana Kadang
  5. Ludia Salu
  6. Petrus Ngala’
  7. Aris Tangkelembang

Korban luka yang masih menjalani perawatan intensif di RS Elim Rantepao:

  1. Yohana Pute (64 tahun)
  2. Rina (39 tahun)
  3. Hermina Suli (54 tahun)
  4. Ernika Tasik (52 tahun)
  5. Maria Tiku (41 tahun)
  6. Shelly Pitta (39 tahun)
  7. Paulus Banne (38 tahun)
  • Bagikan