Ini Nih Ciri-ciri Pertemanan Tak Sehat, Salah Satunya Saat Dukungan Berubah Jadi Sindiran

  • Bagikan

Ilustrasi pertemanan toksik. (Dibuat dengan akal imitasi)

PALOPOPOS.FAJAR.CO.ID, JAKARTA-- Tak semua tawa itu pertanda bahagia. Kadang, kita bisa tertawa bersama seorang teman, tetapi pulang dengan hati terluka.

Ya, persahabatan tak selalu seindah yang terlihat di luar. Bisa jadi, di balik canda dan keakraban, tersembunyi kalimat-kalimat yang diam-diam menggerogoti rasa percaya diri.

Fenomena ini dikenal sebagai pertemanan toksik relasi yang tampak akrab, tapi sebenarnya menyakitkan secara emosional.

Tanpa disadari, teman yang katanya peduli justru membuat kita merasa tidak cukup, tidak mampu, bahkan mempertanyakan langkah-langkah positif yang sedang kita ambil.

Saat Dukungan Berubah Jadi Sindiran

Bayangkan kamu sedang bersemangat menjalani hidup sehat: mulai rutin olahraga, makan teratur, dan menjaga pola tidur. Tapi, teman dekat justru nyeletuk,

"Serius? Nanti juga balik lagi kayak dulu."

Atau,

"Iya sih, tapi hasilnya belum keliatan juga, ya?"

Kalimat seperti itu mungkin terdengar sepele, bahkan dibalut tawa. Tapi efeknya? Bikin motivasi anjlok. Kita mulai mempertanyakan usaha sendiri, dan parahnya, mulai percaya bahwa kita memang tak akan bisa berubah.

Musuh Halus yang Tak Terlihat

Craig Cox, seorang penulis sekaligus pelatih kebugaran, menyebut fenomena ini sebagai pumping irony sindiran berbalut perhatian dari orang-orang terdekat yang mestinya mendukung.

Dalam pengalamannya, niat untuk hidup sehat justru dipertanyakan oleh teman-teman sendiri.

Alih-alih mendapat semangat, Cox malah mendapat komentar meremehkan, membuatnya merasa aneh dan asing di tengah lingkaran sosialnya.

Namun dari situ, ia belajar satu hal penting: tidak semua orang layak kita dengarkan, apalagi yang memadamkan semangat.

Kenali Ciri-Ciri Pertemanan Tak Sehat

Tak semua pertemanan layak dipertahankan. Ini beberapa tanda kalau kamu sedang berada dalam relasi yang merugikan:

  • Selalu dibandingkan. Teman sering membandingkan pencapaianmu dengan orang lain untuk menjatuhkan.
  • Minim apresiasi. Saat kamu berhasil, dia enggan memberi selamat atau malah mengalihkan topik.
  • Pura-pura peduli. Kalimat seperti “Aku cuma ngingetin kamu” padahal isinya menyindir atau meremehkan.
  • Bikin kamu ragu diri. Setelah ngobrol dengannya, kamu malah merasa rendah atau gagal.

Saatnya Ambil Kendali

Kalau kamu sedang berproses menuju versi terbaik dari dirimu baik secara fisik, mental, maupun karier pastikan lingkungan sosialmu mendukung. Berikut cara bijak menyikapi teman yang toksik:

  1. Sadari polanya. Jangan abaikan intuisi. Kalau kamu sering merasa tidak nyaman setelah bertemu, itu bisa jadi sinyal.
  2. Komunikasi terbuka. Ungkapkan perasaanmu secara asertif. Kadang mereka tidak sadar sudah menyakiti.
  3. Beri batasan. Jarak sehat bisa jadi solusi tanpa harus memutus hubungan sepenuhnya.
  4. Bangun lingkaran baru. Cari teman yang tulus mendukung dan memberi energi positif.

Bertumbuh Bukan Berarti Menjauh, Tapi Menyaring

Tak semua orang akan ikut dalam perjalananmu menjadi lebih baik. Dan itu tidak apa-apa. Seperti kata Craig Cox dalam Experiencelife.

“Saya akhirnya sadar bahwa motivasi terbesar saya bukan untuk membuktikan apa pun kepada orang lain, tapi untuk diri saya sendiri.”

Jadi, jika kamu punya mimpi, kejar. Jika kamu ingin berubah, mulai sekarang. Dan jika ada teman yang membuatmu meragukan langkahmu, jangan diam.

Karena pertemanan sejati bukan yang hanya tertawa di depan, tapi juga mendukung di belakang. Nah! (*/pp)

  • Bagikan