Spanduk Perang di Tanah Ilmu: IPMIL Tidak Akan Mundur

  • Bagikan

PALOPOPOS. CO. ID, MAKASSSR— Universitas Negeri Makassar (UNM) tercabik martabatnya. Kampus yang seharusnya menjadi ruang aman berpikir dan belajar, diserbu oleh sekelompok orang yang datang bukan membawa gagasan, tetapi membawa ancaman. Mereka menyusuri lorong-lorong fakultas, mencari mahasiswa yang tergabung dalam Ikatan Pelajar Mahasiswa Indonesia Luwu (IPMIL). Tidak berhenti di situ, mereka meninggalkan jejak kekerasan simbolik yaitu sebuah spanduk besar bertuliskan “UNDANGAN PERANG TERBUKA.”

Ini bukan konflik biasa. Ini adalah aksi penyerangan yang disengaja, dilakukan di ruang yang semestinya dijaga dari segala bentuk kekerasan. Tindakan ini adalah bentuk teror terbuka yang menodai kehormatan dunia akademik. Kampus yang semestinya menjadi medan nalar telah dirampas oleh logika intimidasi.

IPMIL bukan organisasi yang dibentuk untuk tunduk. Sejak awal, IPMIL berdiri sebagai rumah intelektual bagi mahasiswa asal Luwu yang percaya bahwa pendidikan harus dibangun di atas pikiran yang sehat, bukan kekuasaan yang membabi buta. Penyerangan ini adalah ujian, bukan kelemahan.

Menanggapi insiden ini, Ahmad Ramadhan, demisioner Ketua Umum IPMIL Raya UNM, menyatakan dengan tegas:
“Kami tidak akan mundur selangkah pun dari prinsip yang kami pegang. Ancaman kekerasan tidak akan pernah membungkam IPMIL. Kampus bukan tempat untuk adu kekuatan, melainkan tempat menguji gagasan. Dan kami berdiri untuk itu.”

Pernyataan itu adalah garis tegas. IPMIL memilih bertahan, bukan menyerang. IPMIL memilih melawan dengan sikap, bukan dengan kekerasan. Karena kami percaya, diam terhadap teror adalah bentuk tunduk. Dan itu bukan pilihan.

Yang lebih mengkhawatirkan dari penyerangan itu bukan hanya spanduknya, tapi diamnya institusi. Di mana suara kampus? Di mana rektorat saat anak-anaknya dikejar seperti buruan di tanah sendiri? Tidak ada satu pun yang lebih memalukan bagi sebuah universitas selain ketidaksanggupannya menjaga keselamatan dan martabat mahasiswanya.

Apakah kita menunggu korban berikutnya baru bertindak? Apakah kita menunggu pertempuran benar-benar terjadi di pelataran kampus baru kemudian menyebutnya “situasi darurat”? Tidak. Waktu bertindak adalah sekarang.
Kami menolak lupa. Kami menolak tunduk. Dan kami menolak untuk dididik dalam ketakutan. Jika ruang kampus menjadi arena perburuan, maka pendidikan telah kehilangan maknanya. Tapi IPMIL memilih berdiri. Kami tidak akan lari. Kami akan menjadikan peristiwa ini sebagai titik tolak untuk menuntut ketegasan kampus, keadilan hukum, dan penghentian total budaya kekerasan atas nama organisasi.

IPMIL tidak gentar, seluruh masyarakat tahu bahwa perjuangan ini bukan soal menang atau kalah. Ini soal mempertahankan nilai. Soal menolak pembungkaman. Soal menegaskan bahwa kampus adalah milik nalar, bukan milik kekerasan.

Kepada pelaku: kami tidak takut.
Kepada kampus: kami menagih keberanian.
Kepada aparat kepolisian: kami menunggu keadilan
Dan kami pastikan, IPMIL tidak akan pernah diam. (rls/ikh)

  • Bagikan