Demisioner Ketua IPMIL UMI Buka Suara: Mari Mengolah dan Menyelesaikan Konflik dengan Bijak

  • Bagikan

PALOPOPOS. CO. ID, MAKASSAR--Beberapa waktu yang lalu, seruan ajakan perang terbuka terhadap lembaga IPMIL ramai bermunculan di berbagai platform media sosial. Aksi penyisiran yang terjadi di sejumlah perguruan tinggi di Kota Makassar menjadi pengingat bahwa konflik ini bukanlah hal yang sepele. Mengingat banyak warga Luwu Raya yang sedang menempuh pendidikan di kota ini, peristiwa tersebut merupakan bagian dari catatan kelam yang mencederai nilai-nilai keilmuan di ruang akademik.

Perguruan tinggi di Makassar seakan telah kehilangan hal paling fundamental nya sebagai laboratorium keilmuan—tempat membangun gagasan, berdiskusi, berdialog dan menciptakan solusi atas berbagai persoalan bangsa. Kampus yang seharusnya menjadi ruang aman dan kondusif untuk berpikir kini berubah menjadi momok menakutkan bagi mahasiswa. Tindakan intimidatif yang dilakukan oleh oknum tertentu, bukan untuk berdiskusi & berdialog, melainkan menciptakan ketakutan struktural, adalah bentuk kemunduran dari ruang² akademik. Ini adalah gejala barbarisme yang tidak seharusnya hidup di ruang intelektual.

Adnan Prawansyah, Demisioner Ketua Umum IPMIL UMI, angkat suara mengenai konflik tersebut. Ia menegaskan bahwa konflik tidak akan pernah benar-benar usai jika ego sektoral terus dikedepankan. Hal itu hanya akan menjadi pemicu konflik yang berkepanjangan. Dalam ilmu resolusi konflik, kita mengenal istilah rekonsiliasi—sebuah proses membangun kembali hubungan antar pihak yang pernah berkonflik secara damai, tanpa kekerasan, tapi melalui dialog yang terbuka dan tulus.

“Rekonsiliasi perlu dihadirkan untuk menciptakan budaya damai dalam suatu tatanan masyarakat yang pernah mengalami konflik. Ini bertujuan agar pelaku dan korban kekerasan di masa lalu dapat dipertemukan, membangun kesepahaman, dan mengakhiri beban sejarah,” ujar Adnan.

Ia mengajak seluruh pihak untuk menyatukan perspektif dalam mengolah dan menyelesaikan konflik secara bijak agar Kota Makassar kembali menjadi ruang yang aman, tenteram, dan damai, khususnya bagi mahasiswa dari berbagai daerah.

Lebih lanjut, Adnan menekankan bahwa aparat kepolisian harus bersikap tegas dan adil dalam menangani konflik, sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) yang berlaku. Ketegasan tersebut akan menjadi bukti nyata bahwa negara hadir untuk melindungi seluruh warganya.

Adnan juga mengapresiasi langkah nyata Yg di ambil Wali Kota Makassar yang telah menginisiasi pertemuan dengan sejumlah kepala daerah dari Luwu Raya untuk berdialog berdiskusi dan mencari solusi. Menurutnya, ini merupakan langkah konkret dalam membangun dialog lintas wilayah—tidak hanya untuk meredam konflik, tetapi juga untuk menegaskan komitmen bersama dalam menciptakan perdamaian.

Dan hadir nya pemerintah daerah dari Luwu raya yakni Luwu, Kota palopo, Luwu Utara, dan luwu timur, juga dapat menjadi pengingat bahwa pemerintah Luwu raya tak abai dalam menanggapi persoalan yg tengah terjadi di kota Makassar yg melibatkan warga nya.

Namun demikian, ia mengingatkan bahwa mahasiswa sebagai pihak yang paling terdampak juga harus dilibatkan dalam proses penyelesaian konflik tersebut. Mereka bukan hanya objek, tetapi juga subjek penting dalam proses penyelesaian konflik ini.

Adnan menutup pernyataannya dengan mengajak pihak birokrasi kampus agar mengambil peran yang lebih aktif dan sentral dalam membina karakter mahasiswa. Sebab, jika pembinaan karakter diabaikan, potensi konflik serupa dapat kembali muncul di masa mendatang.

“Mari kita wujudkan Makassar sebagai ruang belajar yang sehat dan damai, bukan arena konflik,” pungkasnya. (rls/ikh)

  • Bagikan