PALOPOPOS.FAJAR.CO.ID JAKARTA – Saat sakit, sebagian orang mungkin langsung berpikir untuk pergi ke rumah sakit agar segera ditangani oleh dokter spesialis. Tak jarang orang yang yakin kalau sakit harus
langsung datang ke rumah sakit supaya cepat sembuh. Padahal dalam sistem pelayanan
kesehatan Program JKN, setiap peserta diwajibkan untuk terlebih dahulu mengakses pelayanan
kesehatan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) seperti Puskesmas, klinik pratama, atau
dokter praktik perorangan, kecuali peserta tersebut dalam kondisi gawat darurat.
Seperti yang diungkapkan oleh Kepala Humas BPJS Kesehatan, Rizzky Anugerah bahwa sistem
rujukan berjenjang ini telah diatur secara tegas dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 16 Tahun 2024 tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perseorangan.
Dijelaskan bahwa pelayanan kesehatan harus diawali dari FKTP, sebelum dapat dirujuk ke rumah
sakit atau Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan.
"FKTP berperan sebagai garda terdepan dalam sistem pelayanan kesehatan. Mereka memiliki
tugas untuk melakukan pemeriksaan awal, mendiagnosis, dan mengobati penyakit yang dialami
oleh peserta JKN. Di samping itu, FKTP juga bertugas memberikan edukasi dan mendorong
promotif maupun preventif. FKTP harus menjadi pihak yang paling mengetahui riwayat kesehatan
peserta, karena sebetulnya merekalah akses layanan kesehatan yang paling dekat dengan
jangkauan peserta," terang Rizzky.
Ia menambahkan, mekanisme rujukan berjenjang dari FKTP ke rumah sakit, bukan untuk
mempersulit peserta, melainkan untuk memastikan bahwa peserta bisa memperoleh pelayanan
kesehatan yang diberikan tepat sasaran, efisien, dan sesuai kebutuhan medis.
"Rumah sakit memang memiliki sumber daya yang lebih lengkap, namun apabila semua penyakit
harus ditangani di rumah sakit, termasuk penyakit ringan yang sebetulnya bisa dilayani di FKTP,
maka bisa terjadi penumpukan pasien. Tenaga medis di rumah sakit yang semestinya menangani
kasus-kasus yang benar-benar membutuhkan penanganan lanjutan, jadi tidak bisa berperan
optimal jika waktunya habis untuk menangani penyakit ringan," ujarnya.
Rizzky mengungkapkan rujukan ke rumah sakit akan diberikan apabila peserta memang
membutuhkan pelayanan spesialistik, atau ketika FKTP tidak dapat menangani kondisi pasien
akibat keterbatasan fasilitas, peralatan, atau tenaga medis. Rujukan dilakukan berdasarkan
indikasi medis, bukan karena permintaan pribadi peserta atau alasan praktis semata.
"Hal ini penting untuk dipahami, karena salah satu prinsip utama dalam Program JKN adalah
memastikan peserta mendapatkan pelayanan yang sesuai kebutuhan medisnya, bukan sekadar
keinginan peserta. FKTP akan menentukan apakah suatu kondisi dapat ditangani cukup di tingkat
pertama, atau memang memerlukan penanganan di tingkat lanjutan. Jika dinilai perlu, barulah
dokter umum akan memberikan surat rujukan resmi agar peserta bisa mendapatkan pelayanan
lebih lanjut dari dokter spesialis di FKRTL," tambah Rizzky.
Pada FKRTL yang menjadi tujuan rujukan juga memiliki klasifikasi berdasarkan kemampuan dan
fasilitas yang dimilikinya, yakni rumah sakit kelas D, C, B, dan A. Rizzky mengatakan, rumah sakit
kelas D umumnya memiliki layanan dasar dan terbatas, sementara kelas A adalah rumah sakit
rujukan tertinggi dengan fasilitas dan tenaga medis yang paling lengkap, termasuk dokter
subspesialis dan teknologi kedokteran yang canggih.
"Penempatan rujukan ke rumah sakit pun tidak dilakukan secara sembarangan, tetapi disesuaikan
dengan kebutuhan medis peserta JKN, dan kompetensi dari masing-masing rumah sakit. Jika
kondisi peserta JKN belum dapat ditangani secara tuntas di rumah sakit sekunder, maka peserta
bisa dirujuk kembali ke rumah sakit tersier untuk mendapatkan penanganan oleh dokter
subspesialis.
Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah telah membangun sistem pelayanan kesehatan secara
bertingkat, terstruktur, dan terpadu agar setiap peserta bisa mendapatkan pelayanan yang optimal
di setiap levelnya," ucap Rizzky.
Namun tidak semua rujukan dilakukan secara vertikal dari tingkat bawah ke atas. Rizzky
menjelaskan ada juga rujukan antar fasilitas kesehatan dalam tingkatan yang sama. Misalnya,
sebuah rumah sakit dapat merujuk ke rumah sakit lain yang memiliki kompetensi medis tertentu
(antara lain tenaga kesehatan, sarana prasarana, maupun daya tampung) yang tidak dimiliki oleh
rumah sakit perujuk.
"BPJS Kesehatan telah mengembangkan sistem rujukan yang terintegrasi antar fasilitas
kesehatan. Dalam sistem ini, masing-masing telah dipetakan dan diprofilkan berdasarkan
kemampuan, sarana prasarana, dan jenis layanan yang tersedia. Sebagai contoh jika rumah sakit
tersebut tidak memiliki penunjang medis dalam menangani peserta JKN, maka dapat dirujuk ke
rumah sakit lain dengan kelas yang lebih tinggi. Perlu diketahui juga sarana pendukung seperti
pengantaran ke rumah sakit lain menggunakan mobil ambulans ini juga dijamin oleh Program JKN
sesuai dengan indikasi medis," ujar Rizzky.
Sistem rujukan berjenjang ini bukan hanya soal alur administratif, tetapi bagian dari upaya
pemerintah untuk mewujudkan pelayanan kesehatan yang adil, berkualitas, dan berkelanjutan bagi
seluruh rakyat Indonesia. Dengan alur yang telah diatur sedemikian rupa, Rizzky berharap peserta
JKN mendapatkan pelayanan yang tepat, di tempat yang tepat, dan oleh tenaga medis sesuai
dengan kompetensinya.(rls/idr)