PALOPOPOS. CO. ID, PALOPO--Menggiring opini bukan tentang memaksa orang setuju, tapi membuat mereka merasa ide itu berasal dari kepala mereka sendiri.
Dikutip akun FB Logika Filsuf, riset Cialdini dalam Pre-Suasion menunjukkan bahwa mayoritas keputusan dan opini dibentuk sebelum argumen utama disampaikan, melalui framing awal yang mempengaruhi cara orang menafsirkan informasi selanjutnya.
Di kehidupan sehari-hari, teknik ini terjadi ketika rekan kerja mengajak Anda “sekadar ngobrol” tentang ide, lalu tiba-tiba semua orang mendukung usulan yang sebenarnya sudah ia siapkan. Atau saat sebuah brand mengajukan pertanyaan di media sosial yang seolah netral, padahal jawabannya diarahkan ke kesimpulan yang menguntungkan mereka.
Menggiring opini adalah gabungan seni komunikasi dan psikologi kognitif. Jika dilakukan dengan benar, orang merasa mereka tiba pada kesimpulan sendiri, padahal jalan pikiran mereka sudah Anda desain.
1. Menentukan Frame Sebelum Diskusi Dimulai
Cialdini dalam Pre-Suasion menekankan pentingnya “moment of attention” sebelum argumen disampaikan. Apa yang Anda fokuskan di awal akan mempengaruhi cara orang memproses informasi berikutnya.
Contohnya, sebelum rapat anggaran, Anda memulai dengan membahas keberhasilan proyek yang berani mengambil risiko tahun lalu. Ini membuat audiens lebih terbuka terhadap usulan pengeluaran besar yang akan Anda ajukan. Frame awal menciptakan bias penerimaan.
Solusi konkret: selalu tentukan kata pembuka, topik awal, atau contoh pembuka yang menguntungkan Anda. Menguasai frame adalah langkah pertama dalam menggiring opini tanpa membuat orang merasa sedang diarahkan. Untuk strategi lanjutan yang lebih subtil, Anda bisa berlangganan di logikafilsuf untuk mendapatkan teknik framing yang digunakan dalam negosiasi tingkat tinggi.
2. Mengatur Urutan Informasi
Daniel Kahneman dalam Thinking, Fast and Slow membahas efek primacy dan recency, di mana informasi awal dan akhir lebih mudah diingat. Mengatur urutan membuat opini audiens condong sesuai arah Anda.
Misalnya, dalam presentasi, Anda mulai dengan data yang menimbulkan urgensi, diakhiri dengan solusi Anda. Orang akan mengingat kekhawatiran awal dan jawaban akhir, mengabaikan detail yang tidak mendukung.
Solusi konkret: letakkan argumen terkuat Anda di awal dan akhir. Hindari memberi ruang di tengah bagi lawan untuk memposisikan argumennya sebagai penutup. Dalam pertemuan informal pun, pola ini tetap bekerja karena otak manusia memproses cerita dan informasi dengan bias urutan.
3. Memanfaatkan Pertanyaan yang Mengarahkan
Jay Heinrichs menyoroti kekuatan pertanyaan dalam mengendalikan arah pikiran audiens. Pertanyaan yang tepat dapat membuat jawaban yang diinginkan muncul seolah alami.
Misalnya, daripada bertanya “Apakah ide ini bagus?”, Anda bertanya “Apa manfaat terbesar dari ide ini menurut Anda?”. Pertanyaan tersebut memaksa audiens mencari alasan positif, bukan menimbang kekurangan.
Solusi konkret: siapkan daftar pertanyaan yang jawabannya otomatis mengarah pada kesimpulan yang Anda inginkan. Teknik ini sangat ampuh di wawancara, diskusi tim, bahkan debat publik.
4. Menyisipkan Narasi Emosional di Tengah Fakta
Dalam Influence, Cialdini menjelaskan bahwa orang lebih mudah terbujuk oleh cerita emosional daripada data mentah, meskipun data itu lebih akurat. Emosi memberi warna pada logika.
Misalnya, saat membahas pentingnya inovasi, Anda tidak hanya menampilkan grafik, tapi juga kisah tim kecil yang berhasil mengubah industri dengan satu ide. Cerita memicu empati, dan empati memandu opini.
Solusi konkret: temukan atau ciptakan narasi yang relevan dengan pesan Anda, lalu letakkan di momen audiens mulai lelah dengan fakta. Perpaduan cerita dan data akan membuat opini terbentuk lebih cepat.
5. Memanfaatkan Otoritas Pihak Ketiga
Efek otoritas yang dibahas Cialdini menunjukkan bahwa orang lebih percaya pada opini yang tampaknya didukung oleh sumber berwibawa, bahkan jika mereka tidak memeriksa kredibilitasnya secara detail.
Contoh, Anda mengutip hasil riset dari universitas ternama atau tokoh industri yang disegani untuk mendukung posisi Anda. Audiens cenderung menerima tanpa memverifikasi sumber, karena otoritas memberikan rasa aman kognitif.
Solusi konkret: siapkan daftar sumber tepercaya sebelum diskusi. Gunakan kutipan atau data dari mereka untuk memperkuat argumen, meskipun poin yang Anda sampaikan sebenarnya sederhana.
6. Mengatur Konteks Visual dan Lingkungan
Cialdini dalam Pre-Suasion menunjukkan bahwa latar visual dan suasana ruang mempengaruhi kesimpulan orang. Sebuah ruangan yang didekorasi dengan simbol kemajuan membuat orang lebih terbuka terhadap ide perubahan.
Misalnya, pitch meeting dilakukan di ruangan dengan poster inovasi, bukan ruang rapat biasa. Pesan non-verbal ini membuat ide baru lebih mudah diterima, bahkan sebelum presentasi dimulai.
Solusi konkret: kendalikan elemen visual dan suasana tempat diskusi. Musik, pencahayaan, dan tampilan visual dapat menjadi “argumen diam” yang membentuk opini tanpa kata-kata.
7. Menggunakan Efek Konsensus Sosial
Dalam Influence, Cialdini menulis bahwa orang cenderung menilai benar atau salahnya sesuatu berdasarkan apa yang dilakukan mayoritas. Ini disebut social proof.
Misalnya, Anda mengatakan “Sebagian besar tim setuju ide ini akan mempercepat target,” meskipun mayoritas itu adalah tiga orang dari lima yang Anda ajak bicara sebelumnya. Pesan ini menempatkan audiens di sisi yang tampaknya populer.
Solusi konkret: bangun persepsi dukungan terlebih dahulu sebelum membahas inti argumen. Sebutkan contoh pihak lain yang sudah setuju atau sukses dengan pendekatan serupa.
Menggiring opini tanpa disadari bukanlah manipulasi murahan, melainkan seni merancang jalur berpikir yang membuat orang merasa mereka tiba pada kesimpulan sendiri.
Menurut Anda, teknik mana yang paling licin tapi efektif? Tulis di komentar dan bagikan artikel ini agar lebih banyak orang memahami cara opini mereka dibentuk. (ilkh)
Tujuh Tips Menggiring Opini Tanpa Disadari
