DPRD Palopo Dukung Perda Pengelolaan Kawasan IC

  • Bagikan

PALOPOPOS.FAJAR.CO.ID, Pemerintah membutuhkan Peraturan Daerah (Perda) untuk pengelolaan kawasan Islamic Centre (IC). Ranperda yang dibuat ini sebagai payung hukum bagi pengelola yang akan mengelola kawasan IC tersebut nantinya.

Hal itu diungkapkan Wakil Ketua DPRD Palopo, Irvan Madjid saat dikonfirmasi Palopo Pos, Kamis 28 Januari 2021. “Memang Perda itu dibutuhkan sebagai dasar untuk membentuk yayasan yang akan mengelola kawasan itu nantinya, memang sangat penting untuk mempertegas posisinya,” kata politisi Partai Demokrat tersebut.

Apa yang dilakukan ini kata Irvan, sudah tepat untuk mempertegas pengelolaan kawasan itu. “Perlu memang Pemerintah bergerak sebelum bangunan ini selesai, perdanya selesai dan yayasannya juga sudah ada sebelum bangunan ini jadi,” ungkapnya.

Menurutnya, pemerintah memiliki dasar untuk membangun, yakni sertifikat atas nama Pemerintah Kota Palopo. “Karena yang berkembang di luar selama ini kan opini, apa yang mau dipersoalkan? Sementara tidak ada yang dipersengketakan, karena itu dikatakan sengketa apabila itu di ada diperadilan, sementara sekarang ini kan belum ada sengketa yang dianggap masuk di ranah itu terkait Islamic Centre,” urainya.

Dan selama ini pihaknya telah berupaya mempertemukan sejumlah warga yang mempersoalkan kawasan tersebut dimiliki Pemkot Palopo.
“Bagi kita Pemerintah, sudah sepantasnya Perda itu dibuat untuk mempertegas pengelolaan kawasan ini untuk kepentingan orang banyak,” tandasnya.

Sementara itu, Anggota DPRD Palopo Budirani Ratu mengaku untuk pengesahan suatu perda harus melalui sjeumlah tahapan. Di antaranya lewat paripurna dan dimasukkan dalam Prolegda. “Karena ini perda inisiatif pemkot jadi kami masih menunggu. Tentunya ada tahapan yang harus dilalui sebelum disetujui menjadi perda,” pungkasnya.

Didalam Draft Ranperda ini terdapat struktur untuk pengelolaan IC tersebut yakni Dewan Pengawas, Pengurus Harian dan Satuan Pemeriksa Internal. Dimana yang tercantum dalam dewan pengawas ini yakni Wali Kota Palopo, Kakankemenag, Ketua DPRD, Dandim 1403, Kapolres Palopo, Kajari, Ketua Pengadilan Negeri, Ketua Pengadilan Agama, Unsur Tokoh Agama, Unsur Tokoh Masyarakat dan Profesional. Itu tercantum dalam Bab IV, Kedudukan, Organisasi, dan Tata Kerja, Bagian Kedua, Pasal 5,6 dan 7.

Terkait kepengurusan, Wali Kota Palopo, HM Judas Amir saat pertemuan di Aula Ratona Rabu, kemarin, mencari pengurus Yayasan. Karena menurutnya, tidak ada memang yayasan yang disebut Datuk Sulaiman itu. Karna tidak terdaftar di Kemenkumham serta tidak ada yang ingin menunjukkan dirinya. Kalaupun ada, pengelolaan yayasan serta pengurus mesjid, legitimasinya dimana?”Apa dasarnya orang menunjuk pengurus. Siapa yang memberikan Legitimasi.

Didalam dokumen itu juga terdapat amanah untuk setiap tahun harus diaudit. “Harus diaudit, itu juga perlu terjadi,”ucapnya. Misalnya kata Wali Kota Palopo, luas lahan yang disebut sebut seluas 14 Hektar, sementara didalam sertifikat yang dimiliki Pemkot tersebut hanya seluas 9,7. “Mana 4,3 hektare itu? Kemana sisanya?,” tandasnya.

Yayasan Milik Publik

Terpisah, Dr. Syahiruddin Syah,M.Si, Direktur Pusat Kajian Kebijakan Publik Unanda Palopo memberikan pandnagan tentang rancangan PERDA tentang pengelolaan kawasan Islamic Centre.

Keberadaan lokasi/lahan yang dikelola Yayasan Islami Centre diklaim pemerintah kota Palopo, padahal menurut sejumlah narasumber valid yang ia temui bahwa keberadaan Lahan Islami Centre merupakan lahan milik publik, yang dipercayakan untuk mengelola lahan dan bangunan tersebut adalah Yayasan Islamic centre yang berbadan Hukum dengan nomor salinan 152 dan diterbitkan pada Tanggal 18 April 2006 oleh Notaris Zirmayanto dengan lahan seluas kurang lebih 14 hektare, dan tidak tercatat sebagai aset pemerintah Kabupaten Luwu.

Hal inilah yang dipersoalkan masyarakat kota Palopo oleh karena lahan tersebut masyarakat yang membeli, yang didapatkan baik itu sumbangan dari relawan atau simpatisan maupun sejumlah pegawai yang dipotong gajinya mulai dari Larompong sampai Nuha pada saat itu untuk kepentingan pembelian lahan dan pembangunan Islamic Centre yang diinisiasi oleh beberapa tokoh dan pejabat pada saat itu, termasuk Almarhum Bapak Dr. H. Kamrul Kasim, H.P.A Tenriadjeng dan sejumlah tokoh lainnya.
Saat sekarang lahan Islami Centre sudah disertifikatkan oleh pemerintah kota palopo melalui pihak ATR/ BPN kota Palopo.

“Masyarakat menggugat keberadaan sertifikat dan bangunan Pemerintah yang masuk di dalam kawasan Islamic Centre karena dianggap merupakan perampasan Hak publik, dimana yayasan tidak dipandang lagi sebagai pengelola Islami Centre karena dianggap pemerintah sudah mengambil alih lahan tersebut melalui sertifikat yang diterbitkan oleh BPN tersebut, bahkan sudah dibangun melalui proyek APBD Tahun berjalan,” ujar Syahiruddin.
Selanjutnya pemerintah telah mengajukan Ranperda untuk dibahas di Legislatif( DPRD) kota Palopo. Hal inilah yang dipermasalahkan Masyarakat Kota Palopo karena lahan tersebut bukan milik pemerintah, dan ini bukan barang privat akan tetapi barang milik Ummat.

Menurutnya, bila barang milik publik yang dikelola oleh yayasan, pemerintah tidak bisa mencampuri apatah lagi mau diperdakan, dimana logikanya, milik yayasan mau diperdakan ini sangat melanggar ketentuan Undang-undang dan Hak azasi Publik, dan jangan sampai dianggap oleh masyarakat sebagai Diskresi yang Otoritarium, karena tidak ada musyawarah antara pihak yayasan dengan pihak pemerintah, ini sangat mengecewakan masyarakat dan preseden Buruk bagi pemerintahan kota Palopo.

Karena itu bisa berdampak hukum dan tidak ada aturan negara yang mengatur tentang penguasaan lahan milik Ummat yang jelas sumbernya dari bantuan masyarakat. Dan tidak pantas di perdakan. “Masa barang orang mau diundangkan, dimana logikanya,” ujarnya.

Harapannya Pemkot Palopo sebaiknya bermusyawarah dengan Masyarakat, dengan melibatkan tokoh-tokoh, para pendiri dan pengurus yayasan untuk menyatukan persepsi, mencari solusi yang lebih baik ketimbang berpolemik terus yang tidak ada habisnya. Masyarakat Palopo adalah masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai budaya
(Budaya siri), menghargai pemimpin, sipakatau, sipakalebbi, sipakainge, dan sipakatuo. Falsafah ini sepertinya tidak dilakukan lagi oleh pemerintah kota Palopo, sehingga jangan sampai masyarkat tidak merasa lagi memiliki pemerintah, karena pemerintah juga dianggap tidak memiliki rakyat.

Jangan membuat masyarakat semakin jauh dari pemerintah, karena keberadaan warga masyarakat adalah pemilik negara, merekalah yang memilih pemerintah dan sejumlah aparatnya, sehingga pemerintah harus bersikap bijak dalam menghadapi permasalahan dan tuntutan masyarakat, pemerintah harus mengayomi masyarakat.(ald/idr)

  • Bagikan