Vaksinasi, Cegah Anak jadi Sumber Penularan Covid-19

  • Bagikan

PALOPOPOS.FAJAR.CO.ID, PALOPO — Program vaksinasi bagi anak usia 6-11 tahun telah berjalan secara bertahap. Selain melindungi anak itu sendiri, vaksinasi anak juga turut mencegah penularan kepada anggota keluarga.

Namun lebih dari itu, cakupan vaksinasi anak akan mendorong terciptanya herd immunity yang diharapkan bisa membentengi masyarakat dari transmisi virus dan akibat yang lebih buruk.

Hal ini diungkapkan dr Tanty Febriany, SpA kepada Palopo Pos, Kamis 20 Januari 2022. Dokter spesialis anak ini mengungkapkan, setelah kelompok yang beresiko divaksin (tenaga kesehatan dan lansia) lanjut kelompok usia produktif dan remaja. Saat ini, setelah melalui penelitian dan persetujuan pihak terkait, maka anak usia sekolah (6-12 tahun) divaksin juga.

Kecuali, sebutnya ada beberapa kelompok yang memang belum bisa divaksin. Ada yang ditunda sementara atau ada yang tidak bisa diberikan.
”Diharapkan dengan pemberian vaksin ini, mencegah anak jadi sumber penularan. Juga dapat mencegah sakit yang berat dan komplikasi yang parah dari Covid-19,” kata dr Tanty, sapaan akrabnya kemarin.

Sebelum dilakukan vaksinasi, ujar dr Tanty, tenaga medis akan melakukan skrining. Dimana hasil skrining tersebut dapat menetukan anak bisa divaksin, ditunda, atau tidak sama sekali.

”Di meja skrining, anak akan menjalani pengukuran suku. Jika suhunya 37,5 vaksinasi ditunda. Juga tekanan darah menggunakan manset anak jika lebih dari 140/90 mmHg diulang 5 sampai 10 menit, kemudian jika masih tinggi ditunda atau dirujuk,” jelasnya.

Vaksinasi juga ditunda jika anak mendapatkan vaksin rutin kurang dari 2 minggu sebelumnya, pernah menderita Covid-19 dengan derajat ringan, ditunda 1 bulan setelah sembuh, kalau berat ditunda 3 bulan setelah sembuh. Juga jika pernak kontak dengan penderita Covid-19 ditunda 2 minggu.

”Jika anak demam atau pilek batuk atau nyeri menelan atau muntah dan diare dianjurkan berobat dan vaksin juga ditunda. Selain itu, jika dalam 7 hari terakhir anak pernah mendapatkan perawatan di RS seperti sesak nafas, kejang, tidak sadar, berdebar-debar, pendarahan, hipertensi, tremor hebat itu juga ditunda sampai dinyatakan sembuh oleh dokter.

Jadi vaksinasi itu tidak serta merta langsung disuntik namun diperiksa terlebih dahulu,” papar dokter berhijab yang dikenal ramah ini.
Ia menambahkan, jika ada gangguan imunitas terhadap anak, yakni hiperimun, auto imun, alergi berat, dan defisiensi imun gizi buruk, juga ditunda sampai diizinkan dokter yang merawat.

Dan jika anak penyandang penyakit hemofilia/kelainan pembekuan darah itu vaksinasi dilakukan di RS.
Saat ditanya bagaimana dengan kasus anak yang meninggal karena usai divaksin, dr Tanty menjawab belum pasti meninggal karena vaksin.

”Belum tentu juga karena divaksin, kalau sudah diteliti sampai diotopsi bisa dibuktikan baru bisa dipublikasikan karena vaksin dia meninggal. Makanya disarankan sebelum vaksin dipastikan sehat tidak ada penyakit yang berat yang diderita anak tersebut,” tandasnya.(rhm/idr)

  • Bagikan