PROSPEK DOB DI LUWU RAYA

  • Bagikan

OLEH :  Dr. Abdul Talib Mustafa, M.Si (Aktivis Prolura – Waketum BPP KKLR)

Sepekan belakangan, wacana pembentukan Provinsi Luwu Raya menjadi marak, di media cetak dan jagad media sosial. Ini dipicu oleh pertemuan para tokoh yang diinisiasi Yang Mulia Datu Luwu, Andi Maradang Makkulau Opu To Bau, 19 Februari 2022 di Maleo Hotel Makassar. Salah satu issu strategis yang mengemuka pada pertemuan tersebut adalah keinginan sebagian tokoh masyarakat Toraja untuk ikut di dalam upaya membentuk Provinsi Luwu Raya dimaksud.
Dari sini kemudian mendorong berbagai pandangan, sikap dan komentar di media cetak – terutama Harian Palopo Pos, serta mencetuskan berbagai group WA seperti Komite Provinsi Tana Luwu, Provinsi Luwu Raya, Silaturrahmi KKLR dan banyak lagi lainnya. Media-media ini menyajikan setidaknya 5 (lima) polarisasi pandangan dan sikap yang mencolok.
Pertama, pandangan dan sikap yang setuju atas respon sebagian tokoh masyarakat Toraja untuk ikut bergabung dalam Provinsi Luwu Raya. Kedua, pandangan dan sikap yang lebih menekankan pentingnya kemandirian Luwu Raya itu sendiri untuk membentuk provinsi (Palopo Pos, 25/2/2022). Ketiga, pandangan dan sikap yang lebih mengutamakan pembentukan Kabupaten Luwu Tengah.

barulah kemudian bicara soal gagasan Provinsi Luwu Raya (Palopo Pos, 23 dan 24/2/2022). Keempat, pandangan dan sikap yang pragmatis. Pandangan ini mengutamakan Provinsi Luwu Raya terbentuk dengan pendekatan apa saja yang relevan.
Nuansa Baru
Gagasan pembentukan Provinsi Luwu Raya kali ini terasa membawa nuansa baru. Hal tersebut dimulai ketika Yang Mulia Datu Luwu memberi sambutan pada pembukaan Musyawarah Bersama KKLR dan KKTL, 22 November 2021 di Claro Hotel – Makassar yang juga dihadiri Plt. Gubernur Sulawesi Selatan – Ir. Andi Sudirman Sulaiman. Disampaikan jika perjuangan pembentukan Provinsi Luwu Raya selanjutnya akan menempatkan Datu Luwu yang terdepan. Pernyataan ini setidaknya menganulir salah satu persepsi yang berkembang selama ini tentang ketiadaan tokoh sentral dalam pembentukan Provinsi Luwu Raya.
Pernyataan yang disampaikan simbol Adat tertinggi Luwu tersebut sepertinya memantik mereka yang bersimpatik untuk ikut bergabung pada gagasan Provinsi Luwu Raya, dan sekaligus membuat mereka yang kontra atas gagasan ini untuk mengambil sikap lebih hati-hati.
Diantaranya yang bersimpati adalah sebagian tokoh masyarakat Toraja. Ini disampaikan Yang Mulia Datu Luwu pada saat mengawali pengantar diskusi di Maleo Hotel Makassar, 19 Februari 2022. Sekaligus hal tersebut merubah peta pilihan pembentukan Provinsi Luwu Raya, dengan cara mandiri atau cara lama (Wilayah Luwu Raya Saja) atau dengan cara baru, bersama Kabupaten Toraja dan Toraja Utara.

Pilihan bersama Toraja dan Toraja Utara ini juga menambah nuansa baru lainnya. Karena hal tersebut telah membentuk satu barisan tersendiri di Belakang Yang Mulia Datu Luwu, yakni Wija To Luwu domisili Jakarta dan Makassar yang setuju dengan penggabungan Toraja dan Toraja Utara itu, serta para pemangku adat di Luwu Raya yang jumlahnya cukup besar (Tomakaka sekitar 4.200 dan Parrengnge sekitar 600) yang akan diajak Datu Luwu untuk mengambil peran.
Prospek
Polarisasi pandangan yang dikemukakan di atas sesungguhnya bermuara pada 2 (dua) pilihan utama. Yang pertama adalah pembentukan Luwu Raya yang konsisten pada perjuangan sejak awal berbasis daerahnya sendiri. Terhadap pilihan ini tentu harus terlebih dahulu mendorong terbentuknya Kabupaten Luwu Tengah, untuk memenuhi syarat lima kabupaten dan kota.
Pilihan ini akan memakan waktu panjang karena dilakukan secara bertahap. Setelah Luwu Tengah terbentuk lalu mengajukan pembentukan Provinsi Luwu Raya. Situasi yang paling kritis atas pilihan ini adalah kemungkinan moratorium DOB tahap kedua setelah dibuka dan beberapa Kabupaten, Kota dan Provinsi yang ngantri sudah terbentuk, misal menjelang Pemilu 2024. Lalu kemudian moratorium lagi.
Pilihan kedua, dengan memasukkan Toraja dan Toraja Utara bersama-sama Luwu, Palopo, Luwu Utara dan Luwu Timur sebagai calon wilayah Provinsi Luwu Raya. Pilihan ini tentu akan menolong pemenuhan syarat kecukupan Kabupaten dan Kota (jika masih 5). Namun pilihan ini juga tetap akan dihadang oleh berbagai kesulitan.

Secara internal misalnya terdapat resintensi baik di Luwu Raya maupun di Toraja (pandangan Raja Sangngalla, Palopo Pos 25/2/2022), serta pertimbangan Prof. Pirol (Palopo Pos, 24/2/2022) sekedar contoh repsentasi atas hal ini. Agar Toraja dan Toraja Utara tidak dibawa-bawa pada wacana Provinsi Luwu Raya. Tantangan internal ini juga tidak sederhana. Karena boleh jadi berkembang dalam skala massif karena punya potensi yang dapat menciptakan konflik ke dalam baik di Luwu Raya maupun di Toraja dan Toraja Utara.
Tantangan terberatnya terletak pada Pemerintah Sulawesi Selatan. Karena untuk wilayah Luwu Raya saja, kontribusinya bagi PDRB Sulawesi Selatan rata-rata per tahun pada kisaran 47%. Jika ditambah dengan Toraja dan Toraja Utara angkanya pada kisaran 55%. Artinya, persetujuan melepas Luwu Raya bersama Toraja menjadi satu provinsi baru, itu setara dengan melepas lebih dari setengah sumber daya ekonomi Sulawesi Selatan selama ini. Hitung-hitungan tersebut akan membuat tarik ulur yang semakin kuat antara daerah rencana pemekaran dengan pemerintah induknya.
Lebih Cermat
Dengan dua pilihan tersebut dan tantangannya masing-masing, sejatinya mendorong para penggagas Provinsi Luwu Raya untuk mengkalkulasi lebih cermat atas dua pilihan yang ada. Kalkulasi tersebut setidaknya dapat memunculkan langkah-langkah antisipasi atas masing-masing resiko yang bakal muncul ketika salah satu pilihan harus dijalani.

Demikian halnya dengan menghadapi kebijakan Pemerintah Pusat yang masih belum jelas betul. Sejumlah pertanyaan masih harus diselidiki duduk perkaranya agar juga dapat menjadi referensi antisipsi tersebut. Misal soal pencabutan moratorium, apakah memang sudah akan dilakukan ?. Tentang Peraturan Pemerintah yang mengatur DOB, seperti apa subtansi materinya. Apakah syarat daerah/wilayah pendukung DOB masih belum berubah ?. Begitu juga dengan Desain Besar Penataan Daerah (DESARTADA) dalam bentuk Peraturan Pemerintah, apa masih tetap mengakomodir Luteng dan Provinsi Luwu Raya di dalamnya ?.
Ketidak jelasan berbagai kemungkinan ke depan, bisa membuat para aktivis DOB terjebak pada debat kusir yang tidak produktif. Sebaliknya kekayaan yang memadai atas berbagai masukan untuk memutuskan pilihan yang paling tepat atas pembentukan Kabupaten Luwu Tengah dan pembentukan Provinsi Luwu Raya, menjadi kunci atau penentu bagi prospek pembentukan DOB di Luwu Raya.(***)

  • Bagikan