Kenaikan BBM Ganggu Perekonomian Rakyat

  • Bagikan

Masyarakat Susah Bayar KPR, Picu Terjadinya PHK

PALOPOPOS.FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi tengah menjadi sorotan. Pasalnya, rencana tersebut dinilai akan berdampak signifikan terhadap indeks harga konsumen (IHK), yang pada akhirnya akan mengganggu roda perekonomian nasional.
Dengan naiknya harga BBM subsidi, laju inflasi Tanah Air diyakini akan melonjak tinggi. Padahal, data terakhir menunjukan tingkat inflasi sudah mencapai 4,94 persen secara tahunan (year on year/yoy).

"Jika ada kenaikan BBM akan membuat inflasi akan semakin tinggi, bisa mencapai lebih dari 7 persen jika Pertalite dinaikkan," ujar Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda dilansir dari Kompas.com, Sabtu (20/8/2022).
Lebih lanjut ia bilang, kenaikkan harga itu juga berpotensi menggerus daya beli rumah tangga, sebab BBM merupakan salah satu komoditas primer masyarakat.

Ini pada akhirnya akan mengganggu perekonomian nasional. "Konsumsi rumah tangga bisa terkontraksi, berbahaya bagi pertumbuhan ekonomi kita yang tengah membaik," katanya.
Terpisah, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira meminta pemerintah untuk mencermati dampak kenaikan harga BBM jenis Pertalite ke masyarakat, khususnya masyarakat miskin.

"Apa kondisi masyarakat miskin saat ini siap hadapi kenaikan harga BBM, setelah inflasi bahan pangan (volatile food) hampir sentuh 11% secara tahunan per Juli 2022?" kata Bhima, Jumat (19/8/2022).
Tak hanya masyarakat miskin, kelas menengah juga akan rentan terdampak kenaikan harga BBM jenis Pertalite dan solar.

"Mungkin sebelumnya mereka kuat beli Pertamax, tapi sekarang mereka migrasi ke Pertalite dan kalau harga Pertalite juga ikut naik maka kelas menengah akan korbankan belanja lain," ujar Bhima.
"Yang tadinya bisa belanja baju, mau beli rumah lewat KPR, hingga sisihkan uang untuk memulai usaha baru akhirnya tergerus untuk beli bensin," sambungnya.

Menurut Bhima, dampak lainnya dari penurunan daya beli ini juga imbas kenaikan harga BBM membuat permintaan industri manufaktur bisa terpukul sehingga rentan PHK terjadi, juga serapan tenaga kerja bisa terganggu. "Dan target-target pemulihan ekonomi pemerintah bisa buyar," ujarnya.

Sementara itu, Bhima menjelaskan soal inflasi jika harga BBM naik. Jika inflasi menembus angka yang terlalu tinggi dan serapan tenaga kerja terganggu, Indonesia bisa menyusul negara lain yang masuk fase stagflasi. "Imbasnya bisa 3-5 tahun recovery terganggu akibat daya beli turun tajam," katanya.(idr)

  • Bagikan