Peran PK dalam Penerapan Restorative Justice

  • Bagikan

PUSPITASARI

Pembimbing Kemasyarakatan Pertama

pada Bapas Kelas II Palopo

Ada beberapa pandangan yang berubah dari sistem peradilan anak. Mulai dari filosofi sistem peradilan pidana anak, cakupan ‘anak’, usia pertanggungjawaban pidana anak, penghilangan kategori anak pidana, anak negara, dan anak sipil, pendekatan Restorative Justice, kewajiban proses Diversi pada setiap tingkat, penegasan hak anak dalam proses peradilan, dan pembatasan upaya perampasan kemerdekaan sebagai measure of the last resort.

Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) memberikan pendekatan yang berbeda dari UU sebelumnya, yakni UU No. 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak. Dalam UU SPPA 2012, pendekatannya adalah menjauhkan anak dari penjara. Tindak pidana yang dilakukan oleh anak tidak dapat disamakan layaknya tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa.

Anak yang berhadapan dengan hukum bukan hanya sebatas anak yang berkonflik dengan hukum atau anak sebagai pelaku Tindak Pidana. Tapi juga mencakup anak yang menjadi korban dan anak yang menjadi saksi dari suatu perbuatan tindak pidana. Untuk memberikan perlindungan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan Restorative Justice.

Dalam Undang-Undang SPPA diatur secara tegas mengenai keadilan restorative yang dimaksudkan untuk menghindari dan menjauhkan anak dari proses peradilan sehingga dapat menghindari stigmatisasi terhadap anak yang berhadapan dengan hukum dan diharapkan anak dapat kembali kedalam lingkungan sosial yang wajar. Oleh karena itu, sangat diperlukan peran Pembimbing Kemasyakaratan serta semua pihak dalam rangka mewujudkan hal tersebut. Proses itu harus bertujuan pada terciptanya Keadilan Restoratif, baik bagi anak maupun bagi korban, Keadilan Restoratif merupakan suatu proses diversi, yaitu semua pihak yang terlibat dalam suatu tindak pidana tertentu bersama-sama mengatasi masalah serta menciptakan suatu kewajiban untuk membuat segala sesuatunya menjadi lebih baik dengan melibatkan anak dan orang tua/walinya, korban dan/atau orang tua/walinya, Pembimbing Kemasyarakatan dan pekerja sosial profesional dalam mencari solusi untuk memperbaiki, rekonsiliasi, dan meneteramkan hati yang tidak berdasarkan pembalasan.

Pembimbing Kemasyarakatan (PK) yang memiliki tugas untuk melakukan penelitian kemasyarakatan berkaitan dengan Anak yang terlibat dalam perkara pidana sebagaimana yang pernah diatur dalam UU Pengadilan Anak. Akan tetapi setelah ditetapkannya Undang-undang nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Balai Pemasyarakatan menjadi salah satu unsur penting dalam proses penyelesaian tindak pidana yang dilakukan atau melibatkan Anak. Dalam Undang-Undang No.11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak mengatur mengenai tugas Balai Pemasyarakatan (BAPAS) yang dalam hal ini dilakukan oleh Petugas Kemasyarakatan yang merupakan bagian dari Balai Pemasyarakatan. 

Balai Pemasyarakatan melalui Pembimbing Kemasyarakatan mempunyai kekuatan untuk menentukan keputusan yang terbaik bagi Anak, melalui rekomendasi dalam Penelitian Kemasyarakatan maupun dalam pembimbingan. Pembimbingan kemasyarakatan (PK) merupakan jabatan tehnis yang disandang oleh petugas pemasyarakatan di BAPAS dengan tugas pokok melaksanakan bimbingan dan penelitian terhadap warga binaan pemasyarakatan (WBP) sesuai Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang RI No.12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan. Dengan peran BAPAS yang dilakukan oleh Pembimbing Kemasyarakatan (PK) juga dapat ditemukan pada Undang-undang No.3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan AnakPasal 34 ayat (1) yang menyatakan bahwa Pembimbing Kemasyarakatan bertugas: a. Membantu memperlancar tugas penyidik, penuntut umum dan Hakim dalam perkara Anak nakal, baik didalam maupun diluar sidang Anak dengan mmbuat laporan hasil penelitian kemasyarakatan (LITMAS) b. Membimbing, membantu dan mengurus Anak nakal berdasarkan putusan pengadilan yang menjatuhi pidana bersyarat, pidana pengawasan, pidana denda diserahkan kepada Negara dan harus mengikuti latihan kerja atau yang memperoleh pembebasan bersyarat dari lembaga Pemasyarakatan

Anak yang berhadapan dengan hukum tentu sangat berkaitan dengan Diversi. Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses diluar peradilan pidana.Restorative Justicedan Diversi memiliki keterkaitan yang sangat erat dalam penyelesaian perkara Anak yang berhadapan dengan hukum. Kedua hal ini sangat saling berhubungan satu sama lain. Dalam penyelesaian perkara Anak yang berhadapan dengan hukum diperlukan adanya bantuan dari pihak pembimbing kemasyarakatan yang merupakan pejabat fungsional penegak hukum yang melaksanakan penelitian kemasyarakatan, pembimbingan, pengawasan, dan pendamping terhadap Anak di dalam dan diluar proses peradilan pidana. Dalam proses penyelesaian perkara pidana Anak, pembimbing kemasyarakatan memiliki peran yang sangat penting dalam penyelesaian perkara pidana Anak yang dilakukan atau diupayakan secara Diversi dengan penerapan restorative justice.

Untuk itu Pembimbing Kemasyarakatan (PK) dapat menjadi ujung tombak di kemasyarakatan, sesuai arahan Menteri Hukum dan HAM Bapak Yasonna Laoly. Artinya, harus adanya pemahaman hal ini karena seiring berjalannya waktu aturan juga flexibel, mengikuti arus perkembangannya, karena jika masih terpaku pada aturan konvensional akan menimbulkan beberapa efek yang kurang baik bagi pelaksanaan Sistem Peradilan Pidana di Indonesia. 

Tujuan Restorative Justice ini adalah memulihkan kembali hubungan para pihak dan kerugian yang diderita oleh korban kejahatan serta memulihkan kembali hubungan sebelum terjadinya tindak pidana dan diharapkan dapat dijadikan dasar pertimbangan bagi majelis hakim peradilan pidana dalam meringankan sanksi pidana yang dijatuhkan terhadap pelaku tindak pidana tersebut, atau bahkan upaya diversi yang merupakan pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana, sebagaimana disebut dalam Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).

  • Bagikan