Memperkecil Dapil, Menyempitkan Keterwakilan

  • Bagikan

Oleh: Samsul Alam
(Direktur Studi Ekonomi dan Demokrasi)

PEMILU, seperti yang jamak diketahui merupakan instrumen demokrasi untuk menjaring dan menseleksi warga negara untuk mengakses kekuasaan dengan menduduki jabatan di legislative (DPR, DPD, dan DPRD) maupun di eksekutif (Presiden, Gubernur, dan Bupati/Walikota). Dalam pemilu, masyarakat dapat memilih pemimpin yang mereka anggap lebih baik. partai politik dan para kandidat dapat memperebutkan jabatan politik tersebut secara adil dan terbuka. Semuanya dilakukan dalam batasan aturan yang jelas dan cara-cara yang sudah disepakati melalui sistem pemilu yang digunakan.

Di Indonesia sistem pemilu yang digunakan sejak pemilu tahun 1955 hingga pemilu 2019 adalah pemilu dengan sistem proporsional. Sistem proporsional adalah sistem di mana satu daerah pemilihan (Dapil) memilih beberapa wakil. Sistem proporsional disebut juga sistem perwakilan berimbang atau multi member constituenty. Pada intinya, sistem proporsional menghendaki bahwa jumlah wakil rakyat yang duduk di lembaga perwakilan rakyat merupakan potret statistik penduduk tidak hanya dari sisi jumlah tapi juga keberagaman sosial dalam masyarakat. Artinya proporsi jumlah penduduk dan keberagaman entitas-entitas sosial dalam masyarakat seperti suku, agama, ras, dan golongan mendapatkan ruang dan peluang yang sama untuk menempatkan wakilnya dilembaga perwakilan melalui partai-partai politik yang mencalonkannya
Di Indonesia sejak pemilu 1999 pemilu dilaksanakan berkombinasi dengan sistem multipartai. Sistem multi partai adalah salah satu varian dari beberapa sistem kepartaian yang berkembang di dunia modern saat ini. Andrew Heywood (2002) berpendapat bahwa sistem partai politik adalah sebuah jaringan dari hubungan dan interaksi antara partai politik di dalam sebuah sistem politik yang berjalan. Untuk mempermudah memahami sistem partai politik Heywood kemudian memberikan kata kunci untuk membedakan tipe-tipe sistem kepartaian. Kata kunci tersebut adalah jumlah partai politik yang tumbuh atau eksis yang mengikuti kompetisi mendapatkan kekuasaan melalui pemilu. Parameter “jumlah partai politik” untuk menentukan tipe sisem partai politik pertama kali dikenalkan dan dipopulerkan oleh Duverger pada tahun 1954 dimana Duverger membedakan tipe sitem politik menjadi 3 sistem, yaitu sistem partai tunggal, sistem dua partai, dan sistem multi partai. Sistem multipartai inilah tempat merawat sekaligus menjadi pintu bagi keberagaman dalam masyarakat untuk memiliki wakil-wakil di Lembaga legislative.

Penataan Dapil

Penataan dapil dalam pemilu seperti yang dilaksanakan di Indonesia merupakan derivasi dari sistem pemilu proporsional yang berkombinasi dengan sistem multipartai. Dalam Pasal 185 UU 7/2017 (UU Pemilu) menggariskan tujuh prinsip penataan dapil antara lain kesetaraan nilai suara, ketaatan pada sistem pemilu yang proporsional, proporsionalitas, integralitas wilayah, berada dalam cakupan wilayah yang sama, kohesivitas, dan kesinambungan jatah kursi .

Daerah Pemilihan merupakan arena persaingan yang menentukan bagi partai politik dan para kandidat dalam pemilu sistem proporsional daftar terbuka untuk mendapatkan suara /kursi. Perubahan daerah pemilihan akan berdampak kepada peserta pemilu dalam memetakan dukungan serta peluang dan proyeksi perolehan suara yang akan dikonversi dalam penghitungan perolehan kursi nantinya. Pasal 192 (2) UU Pemilu menetapkan Jumlah kursi setiap daerah pemilihan anggota DPRD kabupaten/kota paling sedikit 3 (tiga) kursi dan paling banyak 12 (dua belas) kursi.

Rancangan Dapil Luwu

Pada pemilu 2024 KPU kabupaten Luwu telah menetapkan rancangan Dapil melalui pengumuman nomor :233/ PL.01.3-Pu/7317/2022 tentang rancangan penataan dapil dan alokasi kursi DPRD luwu dalam pemilu 2024. Ada dinamika yang berkembang sekaitan dengan rancangan dapil ini terkhusus dapil luwu tiga (3) yang meliputi kecamatan Walenrang, Walenrang Timur, Walenrang Barat, Walenrang Utara, Lamasi dan Lamasi Timur.

Yang pertama, berkurangnya 1 jatah kursi dari 10 berkurang menjadi 9 kursi. 1 kursi ini dialihkan ke dapil Luwu empat (4) yang meliputi kecamatan Bua Ponrang, Bua, Ponrang dan Ponrang selatan karena adanya pertambahan jumlah penduduk yang secara signifikan merubah bilangan pembagi penduduk (BPPd) sebagai acuan dalam menentukan alokasi kursi ke setiap dapil. Yang kedua, rancangan ke-2 dapil luwu 3 yang membagi dapil walmas menjadi dua dapil yaitu lamasi, walenrang utara dan lamasi timur menjadi satu dapil tersendiri dengan jatah kursi 5 (lima), dan walenrang, walenrang barat dan walenrang timur menjadi satu dapil tersendiri dengan jatah kursi 4 (empat). Ini artinya dapil semakin kecil.

Apa implikasi dari perubahan dapil tersebut ? pertama, tentu saja terdapat keanehan karena dapil biasanya dipecah karena adanya penambahan jatah kursi pada dapil tersebut atau sudah melewati ambang batas jatah kursi dapil. Faktanya walmas justru kehilangan satu kursi sehingga menjadi kurang logis dapil dipecah saat jatah kursinya berkurang. Kedua, secara subtansial, memperkecil dapil merupakan sebuah upaya terselebung memberangus eksistensi partai-partai kecil dan menengah. Bagaimana penjelasannya, secara sederhana dapat dijelaskan seperti ini. Jika dapil tersebut hanya memiliki jatah kursi 5 maka hanya 5 partai yang berpotensi mendapatkan kursi tersebut dan biasanya partai-partai besarlah yang memenangkan kursi tersebut karena memiliki dukungan dan infrastruktur yang memadai, modal dan sumberdaya manusia termasuk kepemilikan id-party dimana jaringan pemilihnya sudah terbentuk dan relative solid yang merupakan modal awal yang cukup baik dibanding partai-partai kecil dan menengah.

Ketiga, berhubungan dengan poin kedua, implikasinya adalah keberagaman sosial dalam masyarakat sulit lagi diwujudkan dalam tubuh parlemen, dengan demikian pengecilan dapil berarti menyempitkan ruang keterwakilan.

Keempat, merusak integralitas wilayah. Walmas yang merupakan akronim dari walenrang-lamasi yang juga merupakan nama dari dua kecamatan sebelum dimekarkan menjadi enam kecamatan adalah merupakan satu kesatuan wilayah yang utuh, secara social terangkai dalam satu keintegrasian yang harmonis karena sebagian besar kelompok atau unit masyarakat berada dalam jalinan kekerabatan yang erat.

Jadi pengecilan dapil ini bukan saja melanggar prinsip kesinambungan dapil, merusak integralitas wilayah tapi juga secara subtansial melanggar prinsip proporsionalitas, itu artinya, ada 3 prinsip penataan dapil yang tidak dipenuhi dalam rancangan 2 dapil walmas sehingga KPU Kabupaten Luwu mesti tetap menggunakan rancangan dapil seperti yang digunakan pada pemilu 2019 yang lalu. (*/pp)

  • Bagikan