Mengenal PK Bapas; Pejuang yang Luput dari Mata

  • Bagikan

Fikri Pratiwi
Bapas Palopo

“Kerjanya apa dan dimana, Mbak?”
“Saya PK, di Bapas”
“Oh, Lapas.”
“Bukan, di Bapas”

Percakapan singkat ini seringkali penulis alami ketika bertemu dengan orang awam yang baru pertama kali mendengar kata PK dan Bapas. Sudah menjadi hal yang lumrah ditemui, mengingat Balai Pemasyarakatan (Bapas) tidak setenar saudaranya, Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Terlebih profesi Pembimbing Kemasyarakatan (PK) yang tidak menjadi primadona bagi orang-orang yang ingin bekerja di bawah naungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Masyarakat umum yang tidak sengaja mengenal PK Bapas biasanya terdiri dari dua golongan. Golongan yang pertama, adalah mereka yang memiliki keluarga, teman, atau kerabat dekat yang kebetulan bekerja sebagai PK Bapas, sedangkan golongan kedua, adalah mereka atau keluarganya pernah berurusan dengan Bapas terkait masalah proses pengusulan Pembebasan Bersyarat, Cuti Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, Asimilasi, hingga mungkin sedang menjalani pembimbingan di Bapas berupa Wajib Lapor secara berkala.

Jadi, apa sih PK itu?
Pembimbing Kemasyarakatan merupakan salah satu Pejabat Fungsional Tertentu di lingkungan Kementerian Hukum Dan HAM RI. Menurut Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi No. 22, Pejabat fungsional Pembimbing Kemasyarakatan ialah Aparatur Sipil Negara yang diberikan tugas, tanggung jawab, dan wewenang untuk melaksankan kegiatan di bidang bimbingan kemasyarakatan. Bimbingan kemasyarakatan sendiri meliputi Penelitian Kemasyarakatan (Litmas), Pendampingan, Pembimbingan, Pengawasan, dan Sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP).

Melihat dari tugasnya, PK Bapas menaruh peran penting dalam pembimbingan Narapidana. Bagaimana tidak, dalam menentukan penempatan Narapidana di Lapas membutuhkan rekomendasi dari Bapas, melalui Asesmen yang dilakukan oleh PK. Apakah napi akan di tempatkan di Lapas Minimum, Medium, Maksimun, atau Super Maksimum, tergantung dari rekomendasi PK Bapas. Demikian pula dengan pembinaan yang akan di dapat oleh seorang Napi tergantung dari rekomendasi PK Bapas. Bahkan Seorang Napi sebelum mendapatkan program integrasi berupa Pembebasan Bersyarat, Cuti Bersyarat atau Cuti Menjelang Bebas harus dilakukan penelitian kemasyarakatan terlebih dahulu oleh PK Bapas.

Proses pembuatan Litmas program integrasi ini menjadi salah satu alasan PK melakukan kunjungan ke wilayah-wilayah kerja yang cakupannya cukup luas. Perjalanan dari kunjungan tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi PK, mengingat untuk sampai ke lokasi yang dituju, kadangkala tidak hanya menggunakan kendaraan pribadi, sebab adakalanya harus mengandalkan angkutan umum seperti minibus dan ojek, bahkan kerap menumpang di mobil pribadi bahkan truk di daerah-daerah yang tidak terjangkau angkutan umum. Bentangan kilometer, kondisi cuaca yang tidak menentu, seperti panas terik atau hujan deras, hingga kondisi alam yang seringkali tidak bersahabat, seperti tanah longsor atau banjir, tidak menjadi penghalang bagi PK untuk tetap melakukan kunjungan sampai ke lokasi tujuan.

Kunjungan yang dilakukan PK tersebut merupakan bentuk observasi dan koordinasi dalam proses pembuatan litmas. Hal ini perlu dilakukan mengingat pentingnya menentukan rekomendasi dalam pengusulan program bagi WBP terutama untuk rencana reintegrasi sosial dimana kesanggupan penjamin dan pihak-pihak terkait penerimaan Narapidana berintegrasi kembali ke masyarakat perlu menjadi pertimbangan. Perjuangan PK dalam memberikan rekomendasi program pembimbingan tersebut seringkali luput dari mata, tapi bukan menjadi alasan untuk berhenti bekerja. Bagi PK, satu Narapidana yang berhasil diberikan program reintegrasi, maka turut berperan besar dalam meringankan kepadatan penghuni penjara.(*)

  • Bagikan