Catat! Empat Daerah di Sulsel Masuk Kategori Rawan di Pemilu 2024, Ini Mereka

  • Bagikan
Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja saat menutup Rapat Evaluasi Bawaslu RI di Hotel Claro Makassar, Selasa, 21 Februari. MUIZZU KHAIDIR/FAJAR.

PALOPOPOS.FAJAR.CO.ID, MAKASSAR-- Menjelang Pemilu 2024, tensi politik kini makin panas. Gesekan demi gesekan bisa terjadi kalau tidak diantisipasi secara dini. Tercatat, di Sulsel, ada empat daerah yang masuk kategori rawan di Pemilu 2024 mendatang. Apaka ada Tana Luwu?

Adalah, Kota Makassar masuk dalam kategori rawan tinggi dalam Indeks Kerawanan Pemilu (IKP). Menyusul Jeneponto, Parepare, dan Bulukumba.

Hal ini harus diantisipasi sejak dini. Apalagi, sejarah konflik pilkada memang pernah terjadi di daerah itu. Kota Angingmammiri, julukan Kota Makassar, merupakan salah satu daerah yang masih rawan tinggi terjadinya konflik.

"Baik itu di Pemilu, maupun Pilkada 2024 mendatang," ungkap Rahmat Bagja, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, saat melakukan pengecekan pengawasan Pemilu di Kantor Bawaslu Makassar, Selasa, 21 Februari.

Atas alasan itu, evaluasi Sumber Daya Manusia (SDM) sangat perlu ditingkatkan karena Makasar masuk salah satu daerah yang rawan tinggi. Bawaslu Makassar perlu lebih banyak menyosialisasikan atau melakukan pendekatan emosional terhadap stakeholder yang ada.

Tujuannya agar Indeks Kerawanan Pemilu 2024 tidak terjadi. "Harus banyak koordinasi dengan stakeholder yang ada, baik itu pemerintah kota maupun Polres dan kejaksaan," katanya.

Pihaknya datang ke Sulsel untuk melihat kesiapan Bawaslu Makassar dalam mengawasi tahapan Pemilu. Mulai dari verifikasi faktual calon anggota DPD dan hingga pemuktakhiran data pemilih ingin dipastikan semuanya berjalan dengan baik.

Di lain sisi, pihaknya juga mengapresiasi Bawaslu Sulsel yang melakukan penanganan pelanggaran secara baik pada 2019.

"Sulsel salah satu penanganan pelanggaran yang baik 2019, sehingga itu menjadi modal melakukan pengawasan tahapan penyelenggaraan," katanya.

Sejumlah potensi kecurangan bisa saja muncul, salah satunya terkait pemuktahiran data pemilih. Apalagi, keterbatasan SDM Bawalsu untuk mengawasi Pantarlih yang melakukan coklit.

Di antara celah kecurangan, potensi KTP digunakan orang lain. "Karena KTP-nya sudah lama, buram gambarnya, maka bisa digunakan orang lain," kata Rahmat Bagja.

Kasus demikian, terjadi pada Pilkada 2020. Ada suatu daerah, KTP-nya orang yang meninggal seminggu sebelumnya digunakan oleh orang lain. Akibatnya, terjadi pemungutan suara ulang (PSU) terhadap TPS tersebut.

"Nah, karena tidak ada data kami pegang, itu sulit mengawasi pemutakhiran, berapa meninggal, berapa ASN, TNI, Polri yang kemudian pensiun," ujarnya.

"Kemudian juga dari pelajar yang sudah masuk usia pemilih kemudian bersangkutan ikut pendidikan dinas ketentaraan dan kepolisian tentu tidak bisa memilih, kan. Itu semua harus dipastikan," sambungnya.

Sehingga itulah, Bawaslu sangat berharap KPU bisa memberikan akses Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) sebagai dasar untuk mengawasi. Hingga saat ini data itu belum diberikan.

Bawaslu sudah mengirim surat ke KPU RI dan Mendagri agar diberikan akses data DP4. Juga diberikan akses dalam proses pemutakhiran data pemilih. Surat itu ditembuskan ke presiden.

Kategori Rawan

Terkait IKP, selain Makassar, Jeneponto, Bulukumba, dan Parepare masuk kategori rawan tinggi. Bulukumba memiliki tingkat indeks kerawanan 63,19 poin dari rentang 100. Sementara kerawanan Kota Parepare 54,69 poin, dan Jeneponto 49,38 poin.

Selain daerah itu, daerah lainnya di Sulsel masuk kategori rawan sedang dan rendah. "Secara umum Sulsel masuk kategori rawan rendah. Tetapi, ada beberapa kabupaten yang masuk rawan tinggi dan sedang untuk kategori tertentu," kata anggota Bawaslu Sulsel Saiful Jihad.

Daerah tersebut masuk kategori rawan tinggi dengan dinamika masing-masing pada kontestasi sebelumnya. Seperti Bulukumba dan Jeneponto karena adanya pemberhentian penyelenggara KPU oleh DKPP terkait politik uang.

"Parepare, kepatuhan peserta atau paslon yang didiskualifikasi karena pemanfaatan fasilitas negara raskin saat kampaye," katanya.

Daerah yang masuk rawan tinggi dituntut untuk lebih kreatif dan inovatif agar tidak terjadi lagi kejadian seperti pemilu sebelumnya. Begitu pula daerah yang rawan rendah, bukan berarti pasti aman.

"Jika antisipasi dan upaya pencegahan tidak dimaksimalkan, bisa jadi justru akan terjadi kerawanan yang berujung pada kualitas pemilu dan demokrasi menjadi terdagradasi," ujar Koordinator Divisi Humas dan Data Informasi Bawasalu Sulsel ini.

Komisioner Bawaslu Kota Makassar, Sri Wahyuningsih mengatakan Makassar masuk kategori rawan tinggi karena berkaca pada Pemilu 2019 dan Pilkada 2020.

"Seperti 2020 lalu ada puluhan aparatur sipil negara (ASN) yang direkomendasikan ke Komisi Aparatur Negeri Sipil (KSN) karena terlibat politik praktis," katanya.

Kemudian pada Pileg 2019, Pengadilan Negeri Makassar memutuskan tujuh penyelenggara Pemilihan Umum (Pemilu) di Makassar bersalah. Mereka divonis 4 bulan penjara dengan denda Rp5 juta dan 6 bulan penjara, plus denda Rp10 juta.

Mereka adalah Ketua PPK Kecamatan Panakkukang Umar dan Ketua PPK Kecamatan Biringkanaya divonis dengan hukuman 4 bulan penjara dengan denda Rp5 juta. Sementara Ismail Sampe, Fitriani Arifuddin, Muhammad Barliansyah, Firman, dan Rahmat alias Mato dijatuhi pidana kurungan 6 bulan penjara dan denda Rp10 juta subsider 1 bulan penjara dengan masa percobaan 10 bulan.

"Kami tidak melihat berapa hukumannya, tapi ada penyelenggara yang bersalah," ungkapnya.

Ketua Bawaslu Jeneponto Saiful merincikan setidaknya ada delapan subindikator penyebab Jeneponto masuk kategori tinggi. Yakni, adanya tiga putusan DKPP kepada penyelenggara pemilu pada rentang 2014, 2020, dan 2021.

"Pada 2014 dengan putusan rehabilitasi, 2020 dan tahun 2021 dengan putusan pemberhentian tetap," kata Saiful.

Selanjutnya, di Jeneponto juga setidaknya ada sembilan rekomendasi dari KASN akibat dari maraknya ASN yang berpolitik praktis. Setidaknya ada 30 ASN yang terlibat.

Kemudian, adanya pemilih pada DPT, tetapi belum memiliki KTP Elektronik yang menyebabkan jumlah pemilih AC sebanyak 4.434. Juga adanya Pemilih memenuhi syarat, tetapi tidak terdaftar di DPT.

Pada 2019, ada PSU di Desa Kalimporo, Desa Bulusubatang, dan Kel Balang Beru. Ada pula gugatan terhadap hasil pemilu (PHPU). Kemudian, adanya sengketa proses pemilu, yakni PSI, PPP, dan PKPI. "Indikator ini yang tinggi bobotnya di IKP," katanya. (fjr/pp)

  • Bagikan