PEREMPUAN, RAMADHAN, DAN SAMPAH

  • Bagikan

Oleh: Siti Aisa Lamane SP., M.Si
(Dosen Universitas Muhammadiyah Palopo)

Perempuan memiliki peran dan misi khusus di alam ini seperti mengasuh, memelihara, berkorban, maupun menciptakan kedamaian. Budaya perempuan yang lebih dekat dengan alam dapat dijadikan model alternatif untuk mewujudkan keadilan sosial berwasan ekologis. Indonesia dengan budaya patriarki yang kental menjadikan perempuan sebagai bagian dari sistem pangan berkelanjutan karena ia sangat berkaitan dengan peran menyediakan makanan bagi anggota keluarganya. Disisi lain hal itu memunculkan sebuah fenomena baru yakni perempuan menjadi sasaran budaya konsumtif melalui industrialisasi pusat perbelanjaan. Hasilnya adalah timbunan sampah yang berkomponen polusi (plastik, Styrofoam), pencemaran air tanah yang dalam jangka panjang berdampak buruk bagi kesehatan, termasuk kesehatan reproduksi perempuan dan anak.
Kritik terhadap perilaku “nyampah” ini berdatangan dari mereka yang peduli lingkungan. Perilaku ini meningkat ketika bulan Ramadhan. Satu bulan yang dinantikan oleh jutaan ummat muslim diseluruh dunia. Berbagai cara dilakukan untuk mengekpresikan kegembiraan atas nikmat bertemu Kembali Ramadhan dan yang paling menonjol adalah beragamnya menu makanan saat sahur dan berbuka. Sebagaian besar menganggap beragam menu tersebut adalah reward atas keberhasil menahan lapar dan haus dari terbitnya fajar hingga tenggelamnya matahari. Namun, reward tersebut seringkali berakhir menjadi tumpukan sampah.  The Economist Intelligence Unit, melansir bahwa Indonesia adalah negara penyumbang sampah yang berasal dari makanan terbesar kedua setelah Arab Saudi dengan total mencapai 13 juta ton per tahun. Tentu report ini hanya diambil dari data sampah yang ada di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Masyarakat yang menghuni pulau tentu tidak dijangkau. Volume sampah makanan yang terbuang semakin meningkat ketika memasuki bulan Ramadhan.
Sampah yang berasal dari sisa makanan merupakan salah satu jenis sampah yang menghasilkan emisi gas metana 25 kali lebih kuat dalam memperparah pemanasan global meskipun keberadaannya di atmosfer memang lebih singkat (±12 tahun) dibandingkan karbon yang dapat mencapai 200 tahun. Maka sudah seharusnya menjadi momen refleksi bagi umat muslim terutama bagi perempuan yang secara langsung berurusan dengan penyedia hidangan untuk Ramadhan kali ini dengan langkah mengurangi adanya variasi hidangan yang berlebih-lebihan saat berbuka puasa dan sahur. Selain itu, sebaiknya memilih barang yang bisa digunakan berulang kali dengan bahan yang ramah lingkungan saat berbelanja kebutuhan dan jangan berbelanja bahan makanan berlebihan karena seringkali berakibat makanan menjadi busuk atau kedaluwarsa dan akhirnya terbuang.
Hakikatnya Ramadhan adalah bulan yang sangat mulia bagi ummat muslim dan menjadi waktu yang tepat untuk membangun kebiasaan baik dan berlomba-lomba dalam kebaikan serta baiknya dimanfaatkan untuk mengatur pola makan agar lebih sehat. Mari kita hindari keseringan berbuka puasa diluar rumah. Selain menambah cost, berbuka puasa diluar juga akan menambah beban pertambahan jumlah sampah baik organic maupun non organic. Puasa Ramadhan tidak hanya tentang menahan makan dan minum selama belasan jam, akan tetapi hal yang mungkin dianggap remeh temeh seperti lapar mata menjelang berbuka puasa juga menjadi prioritas untuk dikendalikan. Fenomena lapar mata harus diakui banyak dialami oleh para kaum perempuan. Hal ini disebabkan oleh budaya bangs akita bahwa yang selalu berurusan dengan urusan belanja adalah kaum perempua.
Maka diakhir tulisan ini, sebagai salah satu perempuan yang peduli lingkungan, secara pribadi mengajak para perempuan dan para ibu rumah tangga untuk mulai menghadirkan perilaku terpuji dengan mengompos sampah makanan agar tidak berakhir di TPA saja. Selain itu, kita juga bisa menjadi pihak yang tak secara langsung meringankan para pekerja pengangkut sampah memaksimalkan ibadah ramadhannya karena tidak lagi ada pergeseran shift pekerja dan penambahan shift pekerja selama bulan Ramadhan. Kehadiran kita sebagai perempuan yang menyadari akan hal tersebut merupakan bentuk kepedulian akan keberlanjutan kehidupan manusia dan ekosistem lainnya di masa yang akan datang Mari menjadi perempuan yang memiliki sifat perawat, penjaga dan pelestari alam.(*/)

  • Bagikan