Harga Gabah di Luwu Anjlok, Petani Menjerit

  • Bagikan

Suasana saat petani di Luwu panen. --ist--

PALOPOPOS.FAJAR.CO.ID, LUWU-- Kalangan petani di Kabupaten Luwu mengeluhkan anjloknya harga gabah saat memasuki musim panen raya. Di tengah harga gabah yang cenderung merugikan petani itu, pemerintah maupun unsur terkait lainnya justru dinilai tidak mampu melindungi para petani.

Awal, salah seorang petani di Luwu mengatakan, saat hampir semua wilayah di Sulsel memasuki musim panen raya, baik jagung maupun gabah, harga pembeliannya cenderung anjlok, dan tidak sesuai harapan petani.

"Musim panen raya yang hampir 90% wilayah di Sulsel panen, baik itu jagung lebih-lebih petani sawah (padi) harganya sangat tidak sesuai harapan. Terutama harga gabah itu anjlok," ungkap Awal, saat dihubungi, Rabu, 4 April 2024.

Anehnya, kata dia, saat harga gabah anjlok, harga beras di pasaran tidak mengalami penurunan harga, justru cenderung semakin mahal.

"Saat harga gabah turun signifikan, justru harga beras sampai hari ini masih terjual mahal, sepertinya ada kongkalikong antara pemerintah dan pedagang besar yang merugikan petani" katanya.

Ia mengaku, jika harga gabah di tingkat petani sampai hari ini hanya bermain di kisaran Rp5.000 per kg. Bandingkan dengan harga beras yang masih tetap di harga Rp15.000 per kg.

Sementara Muksin Sahid, dari Komunitas Anak Petani Kabupaten Luwu menegaskan, rendahnya harga gabah tersebut sangat merugikan para petani. Sebab, sarana dan prasarana untuk produksi pertanian seperti obat-obatan pengendali hama, hingga pupuk terus mengalami kenaikan yang sangat tinggi.

"Belum lagi bahan bakar (bbm) juga tidak mengalami penurunan, malah setiap saat harganya naik. Padahal pengelolaan lahan pertanian kami itu 100% menggunakan BBM," terang Muksin.

Untuk itu, Muksin pun meminta pemerintah serta seluruh pihak terkait baik itu anggota DPRD maupun aparat TNI-POLRI, agar tidak berpangku tangan dan benar- benar serius mengawal masalah ini. "Kenapa? Karena saat petani ingin menjual hasil produksi pertanian yang dikelolanya, malah diturunkan harganya. Sementara biaya produksinya sangat mahal. Artinya, tidak ada keseimbangan antara biaya produksi yang mahal dan penjualan yang turun, jangan sampai ada lagi diantara pemerintah yang menjadi pahlawan kesiangan menaikkan harga gabah saat panen sudah selesai" pungkas Muksin. (*/pp)

  • Bagikan