PALOPOPOS.FAJAR.CO.ID, JAKARTA-- Semarak aksi nyata pengendalian resistensi Antimikroba dilaksanakan Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia.
Taruna Ikrar, Kepala BPOM RI mengatakan data hasil pengawasan menunjukkan cukup tingginya penyerahan antibiotik di sarana pelayanan kefarmasian secara bebas kepada masyarakat dan pihak lain tanpa resep dokter.
Menurut Taruna, hal tersebut sangat membahayakan baik pasien maupun sarana pelayanan kefarmasian (apotek) yang melakukan penyerahan antimikroba, khususnya antibiotik.
“Penyerahan tanpa resep dokter tersebut berturut-turut dari 2021 hingga 2023 adalah sebesar 79,57%, 75,49%, dan 70,75% ini sangat tinggi,” ujar Taruna Ikrar.
Menurut Ketua Harian Pengurus Pusat Ikatan Alumni Universitas Hasanuddin (IKA UNHAS) ini penggunaan antibiotik yang berlebihan juga berdampak pada lingkungan.
Antibiotik yang dibuang ke lingkungan dapat mempercepat perkembangan resistensi di luar tubuh manusia dan hewan dan menciptakan reservoir resistensi yang lebih besar imbuh taruna ikrar.
Sementara itu, Deputi 1 Badan Pengawas Obat dan Makanan, Dra. Rita Mahyona, Apt, M.Si mengatakan kegiatan semarak aksi nyata pengendalian resistensi Antimikroba dirangkaikan launching kolaborasi program Ayo Buang Sampah Obat dengan benar.
Menurutnya Rita, pemecahan rekor MURI Ikrar Pengendalian Resistensi Antimiktoba serentak dan terbanyak dipimpin langsung Taruna Ikrar Kepala BPOM di gedung merah putih BPOM jumat 29 November 2024
Penyerahan piagam rekot MURI oleh Andre Purwandono mewakili Jaya Suprana mengatakan ini pertama di Indonesia dengan jumlah 4.500 peserta serentak se Indonesia.
“Pemecahan rekot ini sebagai bentuk komitmen bersama, bahwa resistensi antimikroba adalah ancaman bersama,” ujar Andre. (*/uce)