Kolaborasi Jadi Kunci: Membangun Ekosistem Inovasi Daerah

  • Bagikan


Oleh: Abdul Malik, S.Kom., M.Cs.Dosen Program Studi Informatika, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Mega Buana Palopo

Inovasi sering kali diidentikkan dengan teknologi canggih dan kota besar. Namun, justru di daerah-daerah dengan keterbatasan akses, infrastruktur, dan sumber daya manusialah kebutuhan terhadap inovasi paling mendesak. Tantangannya adalah: bagaimana menciptakan ekosistem inovasi yang berakar pada potensi lokal dan menjawab kebutuhan nyata masyarakat?
Jawaban atas pertanyaan ini tidak bisa ditemukan oleh satu pihak saja. Dibutuhkan kolaborasi strategis antara Akademisi, Pemerintah Daerah, dan Masyarakat. Ketiganya perlu bergerak dalam satu irama, membangun ekosistem inovasi yang kontekstual, berkelanjutan, dan inklusif.

Kampus Tak Lagi Menara Gading
Perguruan tinggi memiliki peran penting sebagai motor penggerak inovasi berbasis pengetahuan. Kampus bukan hanya tempat transfer ilmu, tetapi juga ruang kreasi solusi untuk permasalahan masyarakat. Di Universitas Mega Buana Palopo (UMB Palopo), kolaborasi seperti ini mulai diwujudkan melalui program pengabdian masyarakat dan riset terapan, lewat skema Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), dosen dan mahasiswa turun langsung untuk mengidentifikasi tantangan lokal.

Salah satu contohnya adalah pengembangan sistem informasi pelayanan kesehatan untuk puskesmas, serta pelatihan digital marketing bagi pelaku UMKM yang sebelumnya masih mengandalkan cara-cara konvensional. Program semacam ini bukan hanya memperkaya pengalaman belajar mahasiswa, tetapi juga membangun jembatan antara teknologi, ilmu pengetahuan, dan kebutuhan masyarakat.
Pemerintah Daerah sebagai Enabler
Tanpa dukungan kebijakan dan infrastruktur dari pemerintah daerah, inovasi sulit tumbuh dan bertahan.

Pemerintah daerah memegang peran strategis sebagai fasilitator dan regulator ekosistem inovasi. Ini mencakup penyediaan akses internet, dukungan anggaran untuk riset lokal, hingga pembentukan platform kolaborasi lintas sektor.

Di Kota Palopo, beberapa langkah awal menuju transformasi digital telah dilakukan. Pelayanan administrasi kependudukan kini dapat diakses secara daring, dan pemerintah mulai mengembangkan sistem informasi berbasis kelurahan untuk mempermudah pengambilan keputusan berbasis data.
Namun, ruang untuk perbaikan masih luas. Diperlukan sinergi yang lebih intens antara pemerintah daerah dan perguruan tinggi untuk menyusun kebijakan berbasis riset. Ketika data dan temuan lapangan dari kampus digunakan sebagai dasar dalam menyusun program pembangunan, hasilnya akan lebih relevan dan tepat sasaran.

Masyarakat sebagai Subjek Inovasi
Masyarakat selama ini kerap diposisikan sebagai penerima bantuan atau objek pembangunan. Padahal, mereka adalah aktor penting dalam menciptakan dan menjaga keberlanjutan inovasi. Ketika diberi ruang untuk berpartisipasi, masyarakat mampu menghasilkan solusi yang kreatif dan kontekstual.

Di beberapa wilayah pinggiran Palopo, misalnya, petani mulai memanfaatkan aplikasi cuaca untuk menentukan waktu tanam. Sementara itu, kelompok ibu-ibu rumah tangga menjual produk lokal seperti sambal teri dan keripik pisang melalui media sosial. Kampus dan pemerintah bisa hadir sebagai mitra yang memberikan pelatihan, pendampingan, dan akses teknologi.

Inilah yang disebut sebagai co-creation, inovasi yang diciptakan bersama, bukan untuk masyarakat semata, tapi oleh dan dengan mereka.

Menuju Masa Depan Inklusif
Ekosistem inovasi yang ideal adalah ruang yang memungkinkan berbagai aktor untuk berbagi pengetahuan, sumber daya, dan jejaring. Di dalamnya, perguruan tinggi berperan sebagai pusat ilmu dan teknologi, pemerintah sebagai penyusun arah kebijakan, dan masyarakat sebagai sumber pengalaman dan kebutuhan riil.
Pengalaman Universitas Mega Buana Palopo menunjukkan bahwa kolaborasi semacam ini bukan utopia. Ketika dosen, mahasiswa, pemerintah, dan masyarakat duduk bersama, banyak hal bisa dihasilkan—dari sistem informasi desa, pelatihan UMKM, hingga solusi kecil berbasis digital yang berdampak nyata.

Kini saatnya pemerintah daerah di seluruh Indonesia membuka ruang kolaborasi lebih luas. Perguruan tinggi harus terus mendorong riset yang membumi dan aplikatif. Dan masyarakat perlu diberikan kepercayaan untuk menjadi pelaku utama dalam inovasi.

Masa depan daerah ditentukan oleh sejauh mana kita mampu membangun ekosistem yang saling terhubung, saling mendukung, dan saling belajar. Karena pada akhirnya, inovasi tidak selalu lahir dari pusat. Inovasi sejati sering kali tumbuh dari pinggiran, dari keberanian untuk berkolaborasi dan berinovasi bersama. (*)

Bio Penulis:
Abdul Malik adalah Dekan Fakultas Ilmu Komputer UMB Palopo. Aktif mengembangkan solusi digital berbasis potensi lokal melalui riset dan pengabdian masyarakat.

  • Bagikan

Exit mobile version