Heboh Sosok ‘Walid’ Nyata di Indonesia, Puluhan Santri Jadi Korban Nafsu Bejat Pimpinan Ponpes

  • Bagikan

Pelaku dugaan pencabulan santri, dan potongan foto Walid tokoh film fiksi dari Malaysia. (INT)

PALOPOPOS.FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah serial drama dari Malaysia bertajuk 'Bidaah', yang mengisahkan Walid, pemimpin sekte sesat masih ramai diperbincangkan publik Indonesia.

Serial ini menampilkan sosok Walid sebagai tokoh agama yang memperalat ajaran dan simbol-simbol keimanan demi memuaskan nafsu bejatnya.

Perilaku manipulatif sang karakter fiktif menyentil nurani banyak orang, terutama karena kisah tersebut terasa begitu nyata dan dekat.

Namun jauh sebelum serial itu viral, Indonesia telah dihadapkan pada kasus serupa yang mengguncang lingkungan pondok pesantren, tempat yang seharusnya menjadi ruang aman untuk belajar dan mendalami agama.

Di Martapura, Kalimantan Selatan, seorang pimpinan ponpes berinisial MR (42) diduga mencabuli sedikitnya 20 santri di bawah asuhannya.

Kasus ini telah diselidiki aparat kepolisian, dan MR telah ditetapkan sebagai tersangka.

Peristiwa memilukan itu mulai terkuak pada Jumat, 10 Januari 2025 lalu.

Seorang santri perempuan berinisial AH memutuskan meninggalkan ponpes tempat ia menuntut ilmu setelah mengetahui tindakan tidak senonoh yang dilakukan MR.

Keberanian AH memicu semangat para santri lain untuk ikut bersuara. Sehari setelahnya, korban berinisial ABD secara resmi melapor ke Polres Banjar.

Laporan tersebut membuka pintu bagi polisi untuk mengusut lebih dalam. Hasil penyelidikan awal menunjukkan, tindakan cabul MR terhadap para santri diduga sudah berlangsung sejak 2019.

Namun, selama bertahun-tahun, tak satu pun korban berani melapor karena ketakutan menghadapi ancaman dari pelaku.

“Permasalahan ini sebenarnya sudah berlangsung sejak 2019, cuma ada sedikit pressing dari terlapor, jadi mereka tidak berani speak up dan melaporkan hal ini,” kata Kanit PPA Satreskrim Polres Banjar, Ipda Anwar, kepada awak media Januari lalu.

Berdasarkan hasil investigasi sementara, polisi menduga ada sekitar 20 santri yang menjadi korban MR. Namun, baru lima di antaranya yang berani buka suara.

Sejumlah korban kini telah dewasa dan kembali ke kampung halaman mereka di Kalimantan Timur maupun Kalimantan Tengah. Lokasi mereka yang tersebar menjadi tantangan tersendiri bagi proses penyelidikan.

Keterangan dari beberapa korban mengungkapkan modus pelaku. MR disebut memanggil korban ke kamarnya dengan dalih butuh dipijat.

Setibanya di dalam ruangan, korban disuruh melepas pakaian dan sarung. MR kemudian berpura-pura kerasukan jin perempuan dan mencabuli para santri dengan alasan ingin menghilangkan sial.

Santri yang menjadi korban tidak hanya diintimidasi, tapi juga diiming-imingi sejumlah uang dan hadiah.

Apa yang disebut sebagai "sedekah" itu digunakan pelaku agar korban mau melayani dan tetap bungkam.

Tak cukup sampai di situ, MR juga diduga mengancam akan menuduh korban melakukan pencemaran nama baik bila keberaniannya muncul ke permukaan.

Sejauh penyelidikan, polisi mengungkap bahwa MR ternyata pernah menjadi korban kekerasan seksual di masa lalu.

Meskipun demikian, aparat tetap menjerat MR dengan Pasal 82 Undang-Undang Perlindungan Anak.

Ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda hingga Rp5 miliar menanti. Kini, MR resmi ditahan di Mapolres Banjar. (fajar)

  • Bagikan

Exit mobile version