PALOPOPOS.FAJAR.CO.ID, PALOPO --- Kasus beras oplosan yang jadi temun Menteri Pertanian jadi perhatian nasional. Di Kota Palopo, beras oplosan ini juga sering dijumpai banyak dijual di sejumlah ritel modern. Ada di Alfamart, Alfamidi, Indomaret, Hypermart, dan beberapa swalayan, kini keberadaannya hilang bak ditelan bumi.
Dari hasil penelusuran Tim Palopo Pos ke sejumlah ritel modern ini, beras kemasan tersebut sudah tidak ada dijual alias stok kosong. "Sudah tidak ada beras pak kosong," kata salah satu kasir di ritel Alfamart Jalan Kelapa depan Terminal Dangerakko.
Begitu juga di ritel Indomaret di kawasan SPBU Sampoddo, stok beras kemasan yang biasanya selalu ada, juga kosong. "Sudah lebih 1 minggu ini tidak ada beras pak. Ditarik semua," ujar pegawai setempat.
Hal sama juga dijumpai di Alfamidi Super di Binturu Palopo, stok beras kemasan juga tidak ada.
Diketahui, beberapa daftar Merek Beras yang diduga dioplos di antaranya Sania, Sovia, Fortune, dan Siip diproduksi oleh Wilmar Group yang banyak beredar di Sulsel. Lalu, Setra Ramos, Beras Pulen Wangi, Food Station, Setra Pulen diproduksi Food Station Tjipinang Jaya. Lalu, Raja Platinum, Raja Ultima – milik PT Belitang Panen Raya. Ayana – diproduksi oleh PT Sentosa Utama Lestari (Japfa Group).
Merek-merek ini disebut sebagai contoh dari 212 merek beras yang akan diumumkan secara resmi dan bertahap kepada publik. Beberapa di antaranya bahkan sudah ditarik dari peredaran oleh sejumlah ritel modern karena viral di media sosial.
Saat ini, Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menyebut sebagian merek yang menjual beras oplosan telah menarik produknya dari pasaran. Sebagian merek juga sudah mengganti harga.
Jaga Kualitas
Salah satu ritel modern, PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (Alfamart) mengambil langkah penyesuaian harga jual serta memperketat pengawasan kualitas produk beras yang dipasarkan. Hal ini dilakukan sebagai respons atas mencuatnya isu beras tidak sesuai standar di pasaran.
PT Midi Utama Indonesia Tbk (Alfamidi) memastikan bahwa seluruh produk beras, termasuk merek Setra Pulen yang dijual di jaringannya, merupakan beras berkualitas yang telah memenuhi standar mutu dan keamanan pangan sesuai regulasi pemerintah.
Penegasan ini disampaikan menyusul beredarnya pemberitaan terkait dugaan peredaran beras yang tidak sesuai standar.
Corporate Communication Manager Alfamidi, Ari Supriyanti Rikin menyatakan, pihaknya sejak awal telah menerapkan prosedur ketat terhadap semua produk yang dipasarkan, khususnya produk beras.
“Alfamidi mensyaratkan perizinan lengkap dan hasil uji laboratorium dari setiap produsen beras sebagai bagian dari kontrol mutu kami,” jelas Ari dalam pernyataan tertulis, Rabu, 16 Juli 2025.
Salah satu produsen dan pemasok utama beras premium Alfamidi, yakni PT Food Station Tjipinang Jaya, disebut juga telah menjalankan proses produksi sesuai dengan standar mutu nasional.
Bahkan, setiap batch produksi beras diperiksa secara ketat oleh tim Quality Control (QC) internal sebelum didistribusikan ke jaringan Alfamidi.
“PT Food Station memastikan bahwa beras yang dipasok, termasuk Setra Pulen, telah melalui proses pengawasan mutu dan aman untuk dikonsumsi masyarakat,” tegasnya.
Hal ini sekaligus menjadi komitmen Alfamidi dalam menjaga kepercayaan konsumen terhadap produk-produk pangan yang tersedia di gerai mereka.
Lebih lanjut, Alfamidi menyatakan bahwa mereka sangat selektif dalam memilih produsen mitra, khususnya untuk produk kebutuhan pokok seperti beras. Proses seleksi tersebut melibatkan verifikasi langsung terhadap fasilitas produksi serta kelengkapan sertifikasi mutu.
Terpisah, Direktur Corporate Affairs Alfamart, Solihin menyebut bahwa pihaknya telah menerima surat dari pemasok yang menyatakan memberikan potongan harga sebesar Rp 1.000 untuk setiap kemasan beras 5 kilogram (kg) dan melakukan penarikan.
"Sore tadi saya baru menerima surat dari supplier yang memberikan potongan harga Rp 1.000 per 5 kilogram, yang tadinya Rp 74.500, jadi Rp 73.500. Mereka juga minta harga eceran diturunkan dengan catatan akan dipotong harga dari pemasok," kata Solihin kepada VOI, Selasa, 5 Juli.
Solihin yang juga Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) ini mengatakan, akan melibatkan jasa konsultan untuk melakukan inspeksi mendadak (sidak) secara acak terhadap penjualan kualitas beras.
"Kita akan menggunakan konsultan untuk melakukan random check di waktu-waktu tertentu untuk mengecek dan memastikan bahwa beras yang dijual benar-benar premium. Kita akan menyuruh konsultan untuk melakukan sidak," jelasnya.
Langkah tersebut dinilai sebagai bagian dari komitmen pelaku usaha ritel dalam menjaga mutu dan transparansi produk pangan yang dijual kepada konsumen.
Kasus beras oplosan kembali mencuat. Dengan harga tinggi dijual dalam kualitas yang tidak sama. Kementerian Pertanian mengungkap peristiwa beras oplosan menyusul banyaknya keluhan masyarakat terkait kualitas beras berlabel premium.
Berdasarkan hasil temuan, dari total beras subsidi Program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPH) Bulog, hanya 20-40 persen yang disalurkan ke masyarakat dengan label beras subsidi, selebihnya di oplos dan di jual sebagai beras premium dengan harga fantastis berkisar Rp75 ribu per 5 kilogram. Kondisi ini terjadi di banyak daerah se-Indonesia. Bahkan, diduga ada juga yang tersebar di Sulawesi Selatan.
Namun, Kepala Bidang Perdagangan Dalam Negeri Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sulsel Rahayu Juwita mengatakan, pihaknya telah turun langsung mengecek atas dugaan oplosan beras di pasaran. Namun, kata dia, hingga saat ini pihaknya belum menemukan contoh beras oplosan.
"Saya berkoordinasi dengan Bulog, tapi sampai sekarang, belum ada kami temukan di pasar yang kami pantau atau laporan masyarakat bahwa ditemukan itu (beras oplosan)," ujar Rahayu, Rabu (15/7/2025).
"Kami ada pemantau pasar dan biasanya fokusnya memantau harga. Sambil biasa bertanya, tapi kami belum temukan informasi di lapangan," sambung dia.
Ayu menyampaikan, bila beras oplosan yang disampaikan Menteri Pertanian Amran Sulaiman itu ditemukan oleh masyarakat, dapat segera dilaporkan.
"Misalnya kalau ada temuan, ada laporan dari masyarakat, kemudian kami tindaklanjuti sebagai barang beredar yang merugikan. Di pengawasan sampai sekarang belum ada laporan. Belum ada juga kami temukan di pasar," kata Ayu.
Menurut dia, ada kemungkinan oplosan beras yang diungkapkan Menteri Amran terjadi di luar Sulawesi Selatan. "(Yang disampaikan) Mentan kalau tidak salah di daerah Jawa, di Sulsel, belum ada," ucap Ayu.
Pengawasan di lapangan terus dilakukan. Ketika ditemukan di Sulawesi Selatan, pihaknya memastikan tidak segan-segan memberikan sanksi.
"Sanksinya ada di pengawasan, yang merugikan konsumen itu sebagai barang beredar. Tentu ada sanksi untuk pengusaha yang melakukan itu," imbuh dia.
Sementara itu pelaksana tugas Kepala Bidang Perlindungan, Tertib Niaga, dan Pengawasan Disperindag Sulsel Hardianto menjelaskan, pengawasan standar kualitas mutu bahan pokok ada kewenangannya baik di provinsi maupun kabupaten/kota. Saat ini, DIsperindag Sulsel menunggu laporan dari Dinas Perdagangan Kabupaten/Kota jika ada permintaan tim terpadu dalam pengawasan.
"Sejauh ini belum (ada laporan). Karena saat ini banyak yang terlibat dalam pangan. Kami saat ini dalam pendampingan, kalau pengawasannya oleh Badan Pangan Nasional," beber Anto.
Namun, kata ia, bila ada konsumen (masyarakat) yang bisa membuktikan adanya kasus oplosan, maka Disperindag bisa mengenakan sanksi sesuai UU perlindungan konsumen, sebab ada konsumen yang dirugikan. Namun, bukan pengawasan lapangan secara langsung, misalnya sidak dan pemantauan kualitas beras.
Sebelumnya, Satuan Tugas (Satgas) Pangan Bareskrim Polri menemukan indikasi pelanggaran aturan mutu dan takaran pada empat produsen beras ternama di Indonesia. Pemeriksaan dilakukan setelah pengambilan sampel dari berbagai wilayah, dengan sebagian besar berasal dari Sulsel.
Amran juga mengungkapkan, selisih harga yang terjadi akibat klaim palsu ini bisa mencapai Rp1.000 hingga Rp2.000 per kilogram. Mengingat volume konsumsi beras yang tinggi di Indonesia, potensi kerugian tahunan yang ditimbulkan bisa mencapai Rp99,35 triliun. (idr)