Wartawan Dan Resmob

  • Bagikan

Oleh : Nurdin (Dosen UIN Palopo)

Semasa kuliah dulu saya punya teman, namanya Fredy. Sekarang dia seorang jurnalis, tampilannya bak sebagian personel Resmob, rambut gonrong, Mungkin satu-satunya kawan yang konsen di dunia jurnalistik, yang lain pengacara di Luwu raya.

Itulah keunggulan anak hukum, bisa masuk ke segala profesi atau bidang. Entah itu ekonomi, teknik dan bahkan politik sekalipun. Kata Prof. Yusril, "Orang yang belajar ilmu hukum ngerti ilmu politik, tetapi kalau belajar ilmu politik belum tentu ngerti ilmu hukum" Apalagi jurnalis, karena di situ ada peraturan. Kode etik jurnalis.

Kawan yang pengacara sering berhadapan atau bertemu di pengadilan, tapi Fredy dan teman-teman jurnalis lainnya, ketemunya di lorong atau di warung-warung kopi. Maklum, namanya pemburu berita. Di tengah obrolan, kadang saya bilang, "Saya paling takut dengan wartawan"

Mereka tersenyum, karena paham kalimat itu tentu tidak bisa diartikan secara letterlijk. Namun bermakna, bahwa sebuah organisasi menjadi besar, menjadi terpercaya atau dicintai oleh masyarakat, tidak lepas dari peran jurnalis.

Demikian sebaliknya, hancur leburnya kecintaan atau kepercayaan masyarakat terhadap sebuah organisasi atau pemerintahan, karena racikan tangan para pemburu berita. Dan itu tidak bisa dipungkiri, tidak terbantahkan. Tulisan jurnalis, ibarat pisau silet goal.

Perlu dipahami, bahwa dalam sebuah negara demokrasi, pers merupakan pilar keempat setelah legislatif, yudikatif dan eksekutif. Bahkan di Amerika yang konon kiblatnya demokrasi, pers disebut institusi keempat atau cabang pemerintahan keempat.

“Istilah Institusi Keempat mencerminkan peran media berita yang tidak resmi, tetapi diterima secara luas dalam memberikan informasi kepada warga negara yang dapat mereka gunakan untuk memantau kekuasaan pemerintah,” kata Asnawin Aminudin (Wartawan senior).

Penyematan institusi keempat, menandakan sejajar dengan tiga pilar di atas. Sehingga pers untuk terus dapat diandalkan oleh masyarakat, maka diharapkan senantiasa menjaga independensi dalam pemberitaan. Tidak boleh diintervensi oleh siapapun termasuk tiga pilar lainnya.

Dengan tetap menjaga independensi, akan menciptakan atau memunculkan pemerintahan yang cerdas, bijaksana dan bersih. Di sisi lain masyarakat akan dapat mengetahui berbagai peristiwa yang terjadi termasuk kinerja pemerintah secara berimbang. Chek and balance.

Pers bekerja untuk mengontrol kinerja pemerintah dan juga masyarakat itu sendiri. Sehingga pilar lain yang ada dalam negara demokrasi, harus terus bekerja sama dan mendukung kerja-kerja jurnalis. Tidak berseberangan, apalagi alergi terhadapnya.

Oleh karena, jurnalis ingin menyajikan berita yang masih hangat kepada masyarakat. Sehingga tidak jarang kita menyaksikan teman-teman jurnalis menjadi korban, utamanya pada wilayah-wilayah yang dilanda konflik.

Saya dan mungkin juga sebagian kawan lainnya, akan selalu bertemu dengan wartawan sebab mereka juga masuk lorong keluar lorong demi sebuah berita. Kerjaan mereka mirip Resmob, dan sepertinya kawan-kawan jurnalis juga tidak boleh sakit.

Begitu kata Kabaharkam Polri Komjen Dr. Fadil Imran, yang saat itu menjabat Kapolda metro, "Wartawan ini kayak buser, kerjanya siang malam, masuk kampung keluar kampung, ketemu siapa saja. Jadi, wartawan tidak boleh sakit,”(*)

  • Bagikan

Exit mobile version