ULTIMATUM, Surabaya Diultimatum, Luwu Mengultimatum

  • Bagikan

                                           Oleh : H. Abdul Madjid Tahir*

Setelah Kemerdekaan Republik Indonesia diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945, maka diperintahkan untuk menaikkan bendera Merah Putih di Seluruh wilayah Indonesia mulai 1 September 1945, maka berkibaranlah Sang Saka Merah Putih, termasuk di Surabaya dan di Istana Datu Luwu di Palopo.
Walaupun demikian kemerdekaan Indonesia belumlah stabil.
Tentara Inggeris yang tergabung dalam AFNEI ( Allied Forces Netherlands East Indies) datang bersama dengan tentara NICA (Netherlands Indies Civil Administration). Tujuan utamanya mengembalikan Indonesia kepada pemerintahan Belanda sebagai wilayah jajahan. Setiap menemukan bendera Merah Putih berkibar diperintahkannya untuk diturunkan.

SURABAYA DIULTIMATUM

Mulai dari peristiwa di depan hotel Yamato. Bendera Belanda minta diturunkan dan digantikan dengan merah putih. Karena pihak Belanda dan sekutunya tidak bersedia maka terjadilah pembunuhan. Ploegman tewas dicekik oleh Siddik dan jenderal Mallaby tewas tertembak.
Mayor Jenderal Robert Mansergh, pengganti Mallaby, mengeluarkan ultimatum yang menyebutkan bahwa “semua pimpinan dan orang Indonesia bersenjata harus melapor serta meletakkan senjatanya di tempat yang !ditentukan”
Tak hanya itu, mereka pun !meminta orang Indonesia menyerahkan diri dengan mengangkat tangan di atas, dengan batas ultimatum pada pukul 06.00, 10 November 1945.
Ultimatum tersebut membuat rakyat Surabaya marah hingga terjadi pertempuran 10 November.
Perang antara kedua kubu berlangsung sekitar tiga minggu.
Tokoh perjuangan yang menggerakkan rakyat Surabaya antara lain Sutomo (Bung Tomo).
Sekaitan peristiwa heroik yg terjadi di Surabaya 10 November 1945. diperingati setiap tahun sebagai HARI PAHLAWAN.

LUWU MENGULTIMATUM

Berbeda halnya yang terjadi di Luwu yg berpusat di Palopo. Para pejuang kemerdekaan Indonesia yang mengeluarkan Ultimatum. Bahwa dalam dua kali 24 jam :
“agar tentara KNIL beserta senjata senjatanya ditarik semua kedalam tangsi tangsinya.
kalau tidak maka keamanan dan ketertiban tidak dapat dijamin, karena rakyat tidak bisa sabar atas kekejaman kekejaman tentara KNIL”
Ultimatum yg ditanda tangani Andi Djemma Datu Luwu, sebagai kepala Pemerintahan RI di Luwu dan M. Yusuf Arif sebagai Komandan Komando Pertempuran serta Kiayi Ramly sebagai Kadhi Luwu.
Setelah limit waktu yang diberikan selama 2 kali 24 jam terlewati tanpa mendapat perhatian pihak Belanda dan sekutunya, maka pada dinihari tanggal 23 Januari 1946 itu akhirnya terjadi pertempuran. Pasukan Komando pertempuran mengepung tangsi tangsi sekutu dan NICA. Kota Palopo dalam sekejap menjadi medan pertempuran bunyi senjata dari dua pihak yang mencekam. Kota Palopo dapat dikuasai dan bendera Merah Putih dapat berkibar kembali di Istana Datu Luwu sebagai pengejawantahan wilayah Republik Indonesia di Luwu.
Keberanian mengeluarkan ultimatum merupakan catatan tersendiri dalam sejarah perjuangan mempertahankan Kemerdekaan Republik Indonesia.
Peristiwa 23 Januari 1946 ini diperingati setiap tahun sebagai Hari Perlawanan Rakyat Luwu.
* Anggota DPRD Sulsel 1997-2009

  • Bagikan