Ini Sejumlah Kepala Daerah yang Disebut-sebut Bakal Maju Nyaleg, Pengamat: Tak Selamanya Mereka Bisa Lolos, Contohnya Syahrul Yasin Limpo

  • Bagikan
--ilustrasi--

PALOPOPOS.FAJAR.CO.ID, JAKARTA-- Beberapa kepala daerah di Sulsel disebut-sebut bakal maju calon legislatif (Caleg) 2024 mendatang. Tepatnya pada Februari 2024 mendatang.

Diantaranya Bupati Takalar Syamsari Kitta, Bupati Jeneponto Iksan Iskandar, Bupati Selayar Muh. Basli Ali, Bupati Soppeng Kaswadi Razak, Bupati Bone A. Fahsar Padjalangi, Bupati Barru Suardi Saleh, dan Wali Kota Palopo Judas Amir.

Sejumlah nama di atas hampir dipastikan akan masuk arena pertarungan Pileg DPR RI mendatang.

Modal sebagai kepala daerah menjadi kunci kekuatan mereka. Tak heran jika partai politik berlomba-lomba membuka ruang bagi mereka yang berlatar belakang kepala daerah.

Pengamat politik, Ras Md mengatakan, memang menjadi primadona jika figur berlatar belakang kepala daerah memutuskan maju sebagai caleg DPR RI. Tentu Partai politik dengan sangat terbuka buat mereka. Pasalnya, mereka punya wilayah tradisional dan modal popularitas.

Sehingga, kata Ras, dua variabel tersebut menjadi megnet kuat buat partai politik.

Tentu partai politik akan berlomba-lomba memikat hati mereka agar bisa berjuang bersama dalam pertarungan Pilcaleg DPR RI khususnya.

“Apakah dengan status sebagai figur belatar belakang kepala daerah bisa dengan mulus memenangkan pertarungan pilcaleg? Nah ini yang mesti dipahami, karena arena pertarungan pilkada dan Pilcaleg cukup berbeda,” kata Direktur Eksekutif Parameter Publik Indonesia itu dalam keterangan tertulisnya, Kamis (7/7/2022).

Menurutnya, jika ajang pertarungan pilkada hanya tiga faktor saja yang mesti dipenuhi oleh seorang calon kepala daerah agar terpilih.
Pertama, Faktor psikologis. kedua, faktor sosiologis dan ketiga faktor rasional.
Sementara di arena Pilcaleg, tiga faktor di atas tak cukup, beberapa faktor mesti dipahami lebih awal oleh bacaleg. Seperti ketepatan memilih partai politik dan juga faktor komposisi caleg di internal partai.

“Contoh, Jika komposisi caleg internal partai hanya terdapat satu figur kuat saja, tentu partai tersebut sulit meraup 15 persen suara,” ujarnya, seperti dilansir fajar.co.id.

Idealnya, lanjut Ras, paling tidak dua hingga tiga caleg internal potensial disertakan di partai tersebut.
“Kan banyak kejadian, komposisi caleg partai, namun hanya satu saja yang mendulang suara. Pada akhirnya partai tersebut tak dapat jatah kursi,” ungkap Ras.

Ras menambahkan, dalam Pilcaleg, yang dihitung diawal adalah akumulasi suara parpol dulu baru peraih suara tertinggi di internal.

“Begitupun juga soal ketepatan memilih partai politik. Jika seorang figur berlatar kepala daerah memilih partai jambu, sedangkan partai jambu bukanlah partai besar, tentu bukanlah langkah politik yang tepat. Bisa saja ia meraup suara besar secara personal, tapi partainya tak lolos parlemen threshold (PT) secara nasional, ya jadinya sia-sia,” terangnya.

“Ataukah figur berlatar kepala daerah namun diperiode kedua kepemimpinannya mendapat predikat rapor merah oleh masyarakat di wilayah basisnya, tentu bukanlah perkara mudah bisa memenangkan pertarungan Pileg. Karena personal imagenya dan juga kemampuannya tak bagus. Tentu banyak faktor-faktor lainnya, baik secara personal image, dan juga faktor teknis,” sambung Ras.

Olehnya itu, kata dia, tidak semua figur bacaleg DPR RI berlatar belakang kepala daerah itu dengan mudah bisa memenangkan pilcaleg.

“Kan banyak contoh yang terjadi. Tak usah jauh-jauh. Kita lihat saja pak Syahrul Yasin Limpo di Pileg 2019. Beliau dikalahkan seorang perempuan bernama Drg. Hj. Hasnah Syams di Sulsel dua partai Nasdem. Kurang hebat apa SYL. Mantan Bupati dua periode, Wakil Gubernur dan Gubernur Sulsel dua periode. Namun kalah pada pertempuran Pilcaleg oleh seorang perempuan. Dan masih banyak lagi contoh-contoh caleg DPR RI berlatar belakang kepala daerah gagal ke Senayan. Seperti tiga kepala daerah di Sumatera Barat di pemilu 2019 lalu,” pungkas Ras. (fajar/pp)

  • Bagikan