Putry Chandrawati Istri Irjen Ferdy Sambo tak Bisa Tidur, Syok, Terguncang sampai Stres Berat

  • Bagikan
Brigadir Nopryansah atau Brigadir J dan Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo (ist)

PALOPOPOS.FAJAR.CO.ID, JAKARTA-- Tekanan hebat kini dialami Putry Chandrawati, istri Kadiv Propam Irjen Pol Ferdy Sambo. Ia disebut mengalami guncangan sampai stress berat pasca baku tembak Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat atau Brigadir J dengan Bharada E.

Apalagi, Putry Chandrawati itu juga menjadi korban dugaan pelecehan serta todongan senjata yang dilakukan Brigadir J.

Ditambah dengan baku tembak antara Brigadir J dengan Bharada E di kediamannya.

Hal itu diungkap Psikolog anak, remaja, dan keluarga, Novita Tandry, Rabu, 13 Juli 2022.

Novita Tandry adalah psikolog yang ditunjuk Polda Metro Jaya untuk mendampingi Putry Sambo.

Pasalnya, ibu empat anak itu dalam kasus baku tembak tersebut berstatus sebagai saksi korban yang mengalami pelecehan, penodongan, serta melihat peristiwa baku tembak.

Novita Tandry mengaku sudah bertemu langsung dengan Putry Sambo.

“Keadaannya sangat syok. Terguncang pastinya, trauma,” kata Novita.

Peristiwa tersebut juga disebut Novita membuat istri Ferdy Sambo itu tak bisa tidur.

“Sulit tentunya dia bisa berkonsentrasi dan sejak kejadian sampai sekarang itu tidak bisa tidur pastinya,” sambungnya.

Kondisi ini makin diperparah dengan ramainya pemberitaan atas peristiwa tersebut.

“Karena melihat langsung keadaan, yang pasti pertama karena pelecehan. Kemudian kedua karena melihat dan menjadi saksi langsung bagaimana terjadinya penembakan,” terangnya.

Sejak peristiwa itu, tutur Novita, kondisi psikologis Putry Sambo itu masih tidak stabil, terguncang, dan stres dari sedang sampai berat.

Novita menjelaskan, pendampingan psikologis ini perlu dilakukan agar peristiwa itu tidak berdampak pada keluarga lainnya.

“Concern saya adalah bagaimana peran ibu sebagai istri dan juga seorang ibu, ada anak empat anak umur 21, 17, 15, dan 1,5 tahun,” terang dia.

Selain mendampingi Putry Sambo, Novita juga mendampingi anak-anak pasangan tersebut.

“Apalagi anak-anak masih sekolah, kuliah, dan masih balita,” bebernya.

Untuk proses pemulihan, kata Novita, ada sejumlah tahapan yang harus dilalui yang membutuhkan waktu antara 3-6 bulan.

Akan tetapi, hal itu sepenuhnya bergantung pada kemampuan adaptasi korban. Dalam psikologi, pemulihan itu menggunakan istilah DABDA.

Yakni denial (penyangkalan), angry (marah), bargaining (tawar-menawar), depression (depresi), dan acceptance (penerimaan).

“Bisa denial, menganggap kejadian itu mimpi, tidak nyata, pasti marah, bisa marah pada lingkungan, sebaliknya bisa marah kepada diri sendiri,” ungkap Novita.

Selanjutnya, ada proses bargaining dengan keadaan diri sendiri.

“Dia akan masuk lagi dengan posisi depresi. Baru yang terakhir acceptance,” tandas Novita. (pojoksatu/pp)

  • Bagikan