Warga Jaya yang Rumahnya Terancam Banjir Ancam Lakukan Aksi

  • Bagikan

Awal ketua IPJ Palopo (kiri) dan rumah warga yang terancam abrasi sungai Salubattang.ft/ary.

PALOPO --- Warga Kelurahan Jaya yang rumahnya terancam banjir ancam lakukan aksi. Khususnya mereka yang tinggal di Lingkungan Lelong, Limbong Lotong, dan Tondok Alla.

Selama ini, mereka sudah cukup sabar menanti aspirasinya terealisasi. Baik aspirasi yang mereka sampaikan saat reses dewan kota, maupun ke eksekutif
Harapannya agar aspirasinya bisa diperjuangkan ke balai sungai Jeneberang dan pusat. Bagaimana agar tebing sungai di dua lingkungan ini dibuatkan penahan air. Atau istilahnya bronjong untuk penahan air.

Namun, ending dari aspirasi yang mereka sampaikan tak seperti yang diharapkan. Nihil. Kini, rumah yang dulunya sangat jauh dari bantaran sungai tinggal hitungan meter saja. Sungai Salu Battang makin mengarah ke rumah warga di Lelong dan Limbong Lotong.

"Semoga dengan kami aksi bersama masyarakat Jaya segera mendapat penanganan. Ya, aspirasi kami akan disampaikan lewat aksi," ujar Awal, ketua Ikatan Pemuda Jaya (IPJ).

Aksi rencananya digelar di atas jembatan miring. Jembatan ini merupakan akses trans Sulawesi.

Aksi ini juga akan diikuti oleh warga Salubattang, Battang dan warga Kab. Luwu yang warganya hidup di sepanjang bantaran sungai, mahasiswa,serta para pemerhati lingkungan.

Mereka akan mendesak pemerintah melalui pihak balai sungai Jeneberang untuk melakukan upaya penguatan tebing sungai. Di Lelong, lanjutnya, rumah warga tinggal hitungan meter tersapu banjir. Jalan aspal sudah amblas.

Begitu juga di Limbong Lotong dan sekitarnya. Rumah warga terancam diterobos debit air banjir. "Yang mendesak dilakukan adalah penguatan tebing," tandas Awal lagi.

Menurut Awal, warga yang rumahnya sudah dekat dari bantaran sungai resah setiap hujan turun. Apalagi kalau air DAS Battang meluap. "Warga akan mengungsi karena takut rumahnya diterobos banjir," ujarnya.

Ia menegaskan bahwa bukan warga yang membangun dekat bantaran sungai. Akan tetapi, banjir yang terjadi setiap tahunnya mengikis tebing dan mengarah ke permukiman. "Ini saya luruskan supaya tidak ada persepsi muncul bahwa warga yang membangun di dekat bantaran," tegas Awal.

Dulu, debit air sungai Salubattang yang melintasi Lelong, Limbong Lotong, dan Tondok Alla tidak sebesar ini. Ia masih ingat waktu tahun 1985, malah kalau banjir anak-anak terjun ke sungai sambil bermain.

Jadi kondisi sekarang dengan era ketika Luwu masih satu sudah sangat jauh beda. Terjadi pergeseran yang sama sekali di luar dugaan warga sekitar.

Sebenarnya, kata Awal, sejak banjir bandang yang lalu-lalu, tokoh masyarakat, pemuda, pemerintah RW/RT, sering menyampaikan aspirasi warga ini ke pemerintah kota Palopo. Namun, hingga Luwu terpisah dan sampai ke periode HM Judas Amir memimpin Palopo, aspirasi tinggal aspirasi. "Tidak ada perhatian. Nah, mungkin dengan menyampaikan aspirasi di jalanan, pemerintah bisa terketuk hatinya untuk memerhatikan," tandasnya.(ary)

  • Bagikan