CAWE-CAWE MUNASLUB GOLKAR

  • Bagikan

Oleh Armin Mustamin Toputiri
Mantan Anggota DPRD Sulsel

TUJUH bulan lagi, Pileg dan Pilpres 2024 dihelat. Seluruh parpol peserta pemilu, tengah berada di puncak kesiapan menghadapi perhelatan kedua agenda politik itu. Tapi sialnya, Partai Golkar, peraih kursi peringkat kedua di DPR-RI, justru dirundung prahara.

Sepekan terakhir, bergulir diskursus perlunya Munaslub dihelat. Mulanya dilecut Ridwan Hisyam. Anggota Dewan Pakar DPP Golkar itu berdalih, bawah usulan Munaslub, bagian diskursus yang menguap dalam rapat Dewan Pakar.

Meski Agung Laksono, Ketua Dewan Pakar belakangan menepis diskursus itu, namun terlanjur menggelinding bagai bola salju. Lebih lagi karena dua orang dekat Jokowi, Ketua Dewan Penasehat Golkar Luhut Binsar Panjaitan, juga Bahlil Lahadalia yang mengaku tetap kader Golkar, seolah merestui. Sinyalnya, keduanya bersedia dicalonkan sebagai Ketua Umum jika Munaslub dihelat.

Keresahan Internal

Dibanding parpol lain, Golkar punya keunggulan tersendiri sebagai satu-satunya parpol tertua dimiliki Indonesia. Selain berkonsokuensi pada kematangan mengarungi bahtera perpolitikan, juga punya banyak kader mumpuni. Telah khatam langgam perpolitikan Indonesia.

Keunggulan sedemikian itu, penegas bagi internal Golkar, betapa tak rasionalnya diskursus Munaslub itu. Mengingat saat yang sama, perhelatan Pileg dan Pilpres sudah di depan mata. Tak senaif itu, internal kepengurusan Golkar meladeni hasad itu. Lebih lagi, tak ada kegentingan mendesak menjadi alasan pembenar sebagaimana diatur AD/ART Golkar.

Andai pemanggilan Kejaksaan Agung terhadap Airlangga Hartarto, selaku Menko Perekonomian soal kasus korupsi izin ekspor minyak sawit mentah CPO, hendak dijadikan dalih Munaslub dihelat untuk mengganti Ketua Umum Golkar, tentu bukan alasan tepat disaat posisi Airlangga masih sebatas saksi.

Pertanyaannya, lalu dalih apa Ridwan Hisyam -- juga diamini sebagian kecil kader Golkar –menawarkan Munaslub? Dalihnya, Munaslub diadakan tak serta merta untuk menggulingkan Airlangga dari kursi Ketua Umum. Tapi dimaksudkan jadi ajang introspeksi diri. Mengevaluasi fakta mundurnya laju pergerakan Golkar di bawah kepemimpinan Airlangga.

Pertama, urusan Pilpres. Jangankan Airlangga merealisasikan rekomendasi Munas maju sebagai capres. Elektabilitas dirinya menurut data survey, dikisaran 0,6 persen saja. Usungan capres Golkar, pun hingga saat ini, tak jelas juntrungannya. Ironisnya, parpol memenuhi “parliamentary threshold” bakal digandeng dalam koalisi, nyaris habis, kecuali PAN. Tiga kandidat capres terkuat, pun telah diusung koalisi parpol lain. Lalu, Golkar mau apa dan hendak kemana pada Pilpres 2024.

Kedua, urusan Pileg. Partai Golkar sekian kali Pileg era reformasi, berada di posisi runner-up, di bawah PDIP. Namun pada Pileg 2019, hanya meraih 12,31 persen, diurutan ketiga. Runner-up disalip Partai Gerindra, meski raihan kursi di DPR-RI, Golkar urutan kedua. Tapi menuju Pileg 2024, berdasar survey sekian lembaga, terbaru LSI (Juli 2023), elektabilitas Golkar merosot tajam di posisi 6,0 persen. Urutan keempat, di bawah PDIP, Gerindra, dan PKS.

Fakta sedemikian itu, meresahkan loyalitas sekian kader Golkar. Mengusul Munaslub perlu dihelat. Mencabut rekomendasi Munas tentang pengajuan Airlangga sebagai capres. Lebih dari itu, melakukan introspeksi diri cara meluas dalam upaya mengembalikan “marwah Golkar” untuk kembali berjaya pada Pileg dan Pilpres 2024. Tapi entah, apa internal Golkar mau berkaca?

Cawe-Cawe Munaslub

Secara genetik, Golkar merupakan parpol yang tak dapat menjauh dari kekuasaan pemerintahan. Pada periode keduanya, Jokowi terlihat lebih nyaman bersandar ke Golkar dibanding PDIP, partainya sendiri. Di jajaran kabinet, Golkar diberi tiga kursi menteri. Dari empat kursi Menko, dua kursi diduduki kader Golkar.

Peranan besar Golkar mengawal pemerintahan, terbuka disampaikan Jokowi dalam pidatonya pada perayaan HUT Golkar ke-58, tahun 2022 lalu. Pula Golkar sebaliknya, tak memungkiri rasa nyamannya bergandengan tangan Jokowi. Saking nyamannya, Airlangga bersama Ketua Umum PAN dan PKB, tanpa “aling-aling”, terbuka menyampaikan dukungan “Jokowi tiga periode”. Meski dukungan itu memunggungi konstitusi tentang masa jabatan Presiden RI, hanya dua periode.

Hubungan Jokowi dan Golkar berlangsung harmonis. Ayal, Jokowi kelak mendorong Golkar sebagai motor penggerak KIB, koalisi tiga parpol “tak bertuan” (Golkar, PAN dan PPP). Harapannya, mengusung Ganjar Pranowo sebagai capres penerus Jokowi. Meski Airlangga tau, justru dirinya yang diamanatkan Munas Golkar untuk maju sebagai capres. Apa daya, Ganjar kelak diusung partainya sendiri. KIB yang diinisiasi Jokowi, kehilangan arah mata angin. Golkar ikut terseret, tanpa kecuali.

Sekian kader Golkar meradang. Menuding Airlangga penyebabnya. Sebagai Ketua Umum dinilai -- sadar tak sadar – telah terlena, berada dan membawa Golkar ke dalam jerat pusaran kekuasaan. Risikonya, Golkar kehilangan kemandirian menentukan nasibnya. Konsolidasi internal, terbengkalai. Airlangga dinilai mengkhianati rekomendasi Munas. Malah dukungan capres, pula tak kunjung jelas. Sisi lain, menghadapi Pileg 2024, pula data menunjukkan elektabilitas Golkar melorot.

Berada di posisi tak menentu, terbuka celah masuknya kepentingan eksternal. Menghelat Munaslub jelang Pileg dan Pilpres, tentu bukan momentum yang rasional. Namun, kesedian dua kader Golkar orang dekat Jokowi, maju sebagai Ketua Umum andai Munaslub dihelat, tak mustahil bagian “Kuda Troya”, agenda “cawe-cawe” Jokowi.

Secara kalkulatif, selain Partai Demokrat, Golkar terasa berarti ikut "dicopet". Golkar disiapkan berperan inti mengawal presiden berikutnya, agar program kerja Jokowi terjamin dapat dilanjutkan. Dalihnya, cawe-cawe mengendors bacapres, ubahnya menampar angin, tak ada gunanya andai tak ada kekuatan politik mengawalnya.

Megawati juga SBY, pasca lengser dari jabatan presiden, tetap punya kekuatan politik. Tak lain, keduanya mengendalikan parpol masing-masing. Jokowi lengser, tak ada parpol. Golkar dinilai paling strategis dicopet, mumpung “tak bertuan”. Punya jam terbang tinggi mengawal kekuasaan pemerintahan. Juga punya segudang kader mumpuni, khatam malang melintang di gelanggang politik praktis. Tapi entah, apa internal Golkar rela dicopet?

Makassar, 26 Juli 2023

  • Bagikan