Mencermati Konflik Sosial Antar Kelompok

  • Bagikan

* Oleh : Burhan sesa
(Dosen Perencanaan Pembangunan/Kebjakan Sectoral & Pemerhati Lingkungan Unanda)

Maraknya konplik yang menghiasi kehidupan manusia (khususnya golongan kelompok milenal) sepertinya dijadikan wadah penyaluran dan penyelesaian masalah yang tak lasim dan tak mengenal waktu, tempat, dan kondisi disekitar, dan kadang datang ditengah hiruk pikuknya kehidupan yang sedang dilanda prahara Covid-19 dan bahkan tidak mengenal dampak dari apa yang sedang mereka lakukan.
Konflik adalah suatu pertentangan yang terjadi antara dua pihak dan masing-masing berusaha mempertahankan hidup, eksistensi, dan prisipnya. Konflik Sosial adalah perseteruan dan/atau benturan fisik dengan kekerasan antara dua kelompok masyarakat atau lebih yang berlangsung dalam waktu tertentu dan berdampak luas yang mengakibatkan ketidakamanan dan disintegrasi sosial sehingga mengganggu stabilitas nasional dan menghambat pembangunan nasional.

Konplik Sosial, dalam bentuk penyerangan/ perkelahian antar kelompok anak muda, dengan kelompok pemuda yang mekibatkan orang tua antar kampung. Demikian pula perkelahian antar anak sekolah dengan anak sekolah lain, dimana pihak yang satu berusaha menyingkirkan pihak lawan, dengan cara mendesak dan menakut-nakuti dengan menggunakan senjata tajam, busur panah dll dengan cara / Tindakan propokatif yang mereka bangun untuk memaksakan kehendak, bahkan tidak segan-segan melukai pihak lawan yang membuat tidak berdaya dibawah tekanan.

Konflik tersulut bagaikan api dan bensin, yang siap membakar dan menghancurkan lawan, luapan emosi yang membara tidak terkontrol dan menghabisi apa yang mereka inginkan. Nilai-nilai kebersamaan yang selama ini terbangun secara indah dalam kebersamaan, berubah menjadi individualis, arogansi, dan hilangnya nilai-nilai kebersamaan, “sipakatau, sikamali” mengingat pola baru yang mereka terima. Pemanfaatan waktu berkumpul untuk tujuan positif cenderung dihabiskan dengan rentetan acara kelompok, seperti minum Ballok /Tuak/ minuman keras, berkumpul minum sampai pagi, perlu disikapi dan diantisipasi munculnya gesekan.

Konplik sosial di beberapa daerah bermula dari persoalan individu, yang saling mengejek antar sesama, yang dilatar belakangi kecemburuan sosial, lama kelamaan tersulut emosi dan arogansi, memicu menjadi konplik antar kelompok dengan kelompok lain. Konflik antar golongan, antar kampung, antar sekolah, bahkan satu sekolah,sering terjadi.

Konflik ini merupakan suatu hasil disfungsional akibat tersumbatnya arus komunikasi oleh pemangku adat, pejabat pemerintah, aparat berwenang yang buruk, mengakibatkan hilangnya rasa kepercayaan, kenyamanan di antara kelompok/ group, dan kegagalaan pimpinan penegak hukum yang kurang tanggap terhadap gejolak yang terjadi pada akar rumput. Sepertinya menjadi pameo klasik diberbagai belahan wilayah Nusantara, perbedaan sudut pandang kepentingan antar individu/kelompok dalam bentuk perilaku, dapat dijadikan sarana dalam mempropokasi kelompok minoritas, hadirnya Tindakan refresif dari sekelompok geng yang menyerang menimbulkan berkecamuknya suatu interaksi sosial, gelombang protes yang dinamis datangnya dari berbagi pihak yang bertikai membuat suasana harmonis menjadi kelam kelabu, kacau dan anarkis, penyerangan batu dan senjata tajam (sajam) bahkan pembakaran rumah warga. Pemicu terjadinya gesekan pertentangan antar anggota masyarakat,anak sekolah disebabkan terjadinya propokasi yang tendensius.

Perbedaan tersebut dapat berupa perbedaan pendapat, pandangan, penafsiran, pemahaman, kepentingan, atau perbedaan sudut pandang dan diperparah timpalan miskomunikasi yang bersinggungan dengan masalah perbedaan agama, ras, suku, bahasa, profesi, golongan politik dan kepercayaan Dalam siatuasi dan kondisi demikian peran tokoh adat, tokoh masyarakat, tokoh agama seluruh komponen masyarakat,termasuk pihak berwenang turut andil merumuskan kebijakan yang tepat, sehingga nuansa kekerabatan, kekeluargaan tetap eksis terbina secara damai, sejahtera lahir dan batin, dengan catatan aspek lain berupa penguatan penegakkan hukum tanpa diskriminatif menjadi harapan, jangan kendor apalagi terjadi pembiaran yang dapat menibulkan korban sia-sia.

Munculnya konplik social diduga adanya pertentangan dalam perebutan tujuan (conflict in the struggle Konplik sosial akibat balas dendamfor goals), konflik sebagai sebuah antagonism dan konflik sebagai oposisi sosial (conflict as social opposition). Konplik dipicu perebutan kekuasaan dan kepentingan sesaat. Pengendalian konflik dapat dilakukan melalui mediasi dan dialog, dengan dukungan prinsip transparansi dan kebersamaan, Dalam artian bahwa apabila prinsip dialog,keterbukaan dan kebersamaan kurang/ tidak mendapatkan kepedulian dan pencermatan, kemungkinan konflik yang tertekan yang tidak tampak di permukaan, bagaikan api dalam sekam yang siap meledak sewaktu-waktu dan menjadi gesekan sewaktu waktu memacu dan memicu tindakan premanisme. Terjadinya pembiaran konplik apapun bentuknya, dan motifnya, karena pada prinsipnya bila terjadi pembiaran berarti kita hanya memelihara harimau lapar, yang setiap waktu bangun dan menerkam. Lawannya.

Solusi dalam Pengelolaan konflik berbasis artikulasi masyarakat merupakan keterpaduan pengelolaan yang dilakukan oleh masyarakat itu sendiri melalui saluran-saluran artikulasi yang ada. Pengembangan artikulasi pada tingkat masyarakat memiliki arti yang strategis, karena masyarakat secara langsung berkepentingan atas pengelolaan konflik secara mandiri. Yang pada akhirnya masyarakat setempat dapat memanfaatkan konflik untuk melakukan perubahan secara kondusif. Dan selanjutnya masih terjadi kekerasan kiranya diarahkan ke pihak berwajib, dengan pertimbangan bahwa oknum, yang selalu membuat keributan, tawuran, kiranya diberikan pelajaran “efek jera” dengan meminta penegak hukum menindak tegas pelaku tanpa diskriminatif.

Strategi pada tahap awal dilakukan dengan cara memformulasikan model

Konsiliasi adalah suatu usaha memfokuskan keinginan pihak-pihak yang berselisih/ bertikai, guna mencapai suatu persetujuan, dengan memangil, mendamaikan kedua belah pihak yang bertikai, dengan menggali secara mendalam informasi, yang mereka pendam yang berujung pada terjadinya petaka gesekan selama ini, dan sekaligus mencari jalan damai “Win- Win Solution” yang dibuat dalam Surat Pernyataan Damai, ditanda tangani oleh pimpinan kedua belah pihak dan disaksikan tokoh masyarat pejabat kelurahan/ Desa dan pihak lainnya

Mediasi merupakan pengendalian konflik yang melibatkan pihak ketiga sebagai penasehat dalam penyelesaian konflik. Pihak ketiga tidak berhak memutuskan apalagi secara sepihak(tidak diskriminatif) Untuk memperkuat pelaksanaan Mediasi maka kehadiran seorang tokoh masyarakat, tetuah adat, yang dihormati memberi nasihat dan tidak boleh menghakimi, salah satu pihak.

Arbitrasi yaitu pihak ketiga sebagai penengah. Bukan propokator baru, Pihak ketiga dipilih oleh kedua belah pihak yang bertikai atau badan yang lebih tinggi.sehingga persoalan/ perseteruan diantara kedua kelompok dapat diterima dari kedua kubu tersebut.

Hal-hal yang perlu diperhati-kan dalam mengatasi Konflik:

a. Ciptakan sistem dan pelaksanaan komunikasi yang efektif, terutama tokoh agama (para penceramah), agar setiap melakukan kegiatan keagamaan menyampaikan pesan pesan releigi secara harmonis, kekeluargaan dan bukannya mencelah dan menyuluh dan memicu timbulnya kebencian antar pihak

b. Cegahlah konflik yang destruktif sebelum terjadi. Dalam artian sebelum membesar apinya padamkanlah, ambil Langkah persuasive akomadatif diantara warga

c. Tetapkan peraturan/kesepakatan dan prosedur yang baku terutama dalam penyelesaian yang berhubungan Konplik. Yang ditanda tangani oleh kedua belah pihak disaksikan tokoh adat tokoh masyarakat dan pihak pemerintah dan Pejabat Berwenang.

d. Ciptakanlah iklim dan suasana kekeluargaan yang harmonis.melalui beberapa kegiatan social, kegiatan olahraga dan seni budaya

e. Bentuklah team work dan kerja-sama yang baik antar kelompok. Untuk merekatkan memperkokoh kesatuan dan persatuan diantra mereka.

f. Berikan Wejangan ? nasehat/ petuah-petuah, kepada semua pihak hendaknya sadar bahwa kita semua satu keluarga besar, dan merupakan mata rantai keluarga yang saling mendukung, jangan ada yang merasa paling hebat.

g. Bina dan kembangkan rasa solidaritas, toleransi, dan saling pengertian antar komponen masyarakat setempat.

h. Pendekatan penyelesaian konplik dapat dilakukan :

Pendekatan dialogis, dan mediasi dengan melakukan pendekatan holistic,diantara kelompok kelompok (pemuda/ anak sekolah) dengan cara kegiatan aksi kongkrit yang dapat simpati berupa kegiatan social, kegiatan religi, kegiatan kepemudaan dll. Dengan mengundang/ menghadirkan personal kunci yakni pemuka masyarakat, stakeholder yakni pemegang kebijakan setempat, narasumber yang propesional.

(2) Bangun Nilai nilai kebersamaan/ kekeluargaan yang hampir musnah/ luntur oleh terpaan dan kemajuan tehnologi. dengan mengedepankan azas kebersamaan dan kekeluargaan.

(3) Lakukan Tindakan Preventif dan humanis, dalam artian bagi kelompok yang nyata-nyata melakukan propokasi yang menimbulkan konplik diperiksa dan jatuhkan sangsi hukum atas perbuatan oleh petugas, dengan pendekatan himanis bagi kelompok yang masih dapat dibina dengan cara dilakukan pembinaan melalui orang tua dan tokoh masyarakat.

4) Kembangkan Negosiasi, dan kondisi yang kondusif, uji validasi model untuk terhadap wilayah yang lebih luas untuk menguji aktivitas apakah menunjukkan suasana kondusif tanpa keributan warga, tidk lagi berkumpul dan demo. Semoga bermamfaat. (*)

  • Bagikan