Wow, Ini Modus Skandal Emas Batangan Rp 189 Triliun, Stafsus Menkeu: MA Menangkan PT Q di Tingkat PK

  • Bagikan
--ilustrasi--

PALOPOPOS.FAJAR.CO.ID, JAKARTA-- Kasus dugaan tindak pidana kepabeanan emas batangan di Ditjen Bea dan Cukai senilai Rp 189 triliun bikin heboh. Staf Khusus Menteri Keuangan (Menkeu) Yustinus Prastowo membeberkan kronologis perkara tersebut.

"Bagaimana sih latar belakang kasus emas Rp 189 Triliun yang menjadi kontroversi itu? Saya ingin luruskan beberapa hal agar tidak disalahpahami. Sekaligus kami ucapkan terima kasih untuk dukungan, kritik dan pengawalannya," tulis Prastowo seperti dikutip fin.co.id dari akun Twitter pribadinya @prastow pada Jumat, 7 April 2023.

Dia menjelaskan pada Januari 2016, KPU Bea Cukai Soekarno Hatta melakukan penindakan atas eksportasi emas melalui kargo yang dilakukan PT. Q.

Hal ini ditindaklanjuti dengan penyidikan di bidang kepabeanan. Saat itu, lanjutnya, PT. Q submit dokumen PEB (ekspor) dengan pemberitahuan sebagai Scrap Jewellery.

Namun petugas KPU BC Soekarno Hatta mendeteksi kejanggalan pada profil eksportir dan tampilan x-ray. Sehingga diterbitkan Nota Hasil Intelijen (NHI) untuk mencegah pemuatan barang.

"Benar saja, saat dilakukan pemeriksaan terhadap barang ekspor disaksikan oleh PPJK dan perusahaan security transporter (DEF), ditemukan emas batangan alias tidak sesuai dokumen PEB. Seharusnya ada persetujuan ekspor dari Kemendag," lanjut Prastowo.

Dalam pemeriksaan, ditemukan dalam setiap kemasan disisipkan emas bentuk gelang dalam jumlah kecil. Ini dilakukan untuk mengelabui x-ray.

Seolah-olah yang akan diekspor adalah perhiasan. Sehingga, dilakukan pencegahan dan penyegelan barang untuk penyelidikan lebih lanjut.

Prastowo menuturkan pada 2015 PT Q pernah mengajukan permohonan SKB (pembebasan) PPh Pasal 22 Impor (DPP senilai Rp7 Triliun).

Namun ditolak oleh DJP. Alasannya, PT Q sebagai wajib pajak (WP) tidak dapat memberikan data yang menunjukkan impor tersebut menghasilkan emas perhiasan tujuan ekspor.

"Ini memang modus PT Q mengaku sebagai produsen Gold Jewellery. Tujuan ekspor untuk mendapat fasilitas tidak dipungut PPh Pasal 22 Impor emas batangan yang seharusnya 2,5 persen dari nilai impor (PMK No.107/PMK.010/2015 pasal 3). Modus ini terungkap karena kerja lapangan," paparnya.

Prastowo menegaskan karena ekspor tersebut yang menjadi indikasi awal adanya tindak pidana di bidang kepabeanan oleh PT Q.

Tentu saja penyidikan yang dilakukan menyeluruh hingga tahapan impor. Itulah duduk perkara secara kronologis," urai Prastowo.

Setelah dinyatakan P-21, perkara PT. Q dilakukan persidangan dengan hasil Putusan Nomor 2120/Pid.Sus/2016/PN.Tng tanggal 14 Februari 2017.

"Putusan pengadilan menyatakan terdakwa terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan. Tetapi bukan merupakan tindak pidana. Lhadalah," imbuhnya.

Merespons putusan tersebut, Ditjen Bea dan Cukai bekerjasama dengan Jaksa Penuntut Umum sesuai KUHAP mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung (MA).

Hasilnya keluarnya putusan No. 1549K/Pid.Sus/2017 tgl 20 Nov 2017: Terdakwa Mr. X (Perorangan) Dir PT Q terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan pidana penjara 6 bulan dan denda Rp2,3 Miliar.

PT Q melawan putusan kasasi tersebut. PT Q melakukan upaya hukum lain berupa pengajuan Peninjauan Kembali (PK).

Perkara itu juga sudah divonis dengan putusan Nomor 199 PK/PID.SUS/2019 tanggal 17 Juli 2019 yang menyatakan PT. Q terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan. Tetapi bukan merupakan tindak pidana.

"Nah jelas ya sampai di sini. Putusan MA yang menyatakan ini. Inkracht alias berkekuatan hukum tetap," tukas Prastowo.

Bersamaan dengan penanganan perkara PT. Q tersebut, Kemenkeu-PPATK melakukan sinergi. PPATK memeriksa entitas PT. Q.

Sementara penelitian administrasi kepabeanan dilakukan oleh Ditjen Bea dan Cukai. Sedangkan penelitian administrasi perpajakan oleh Ditjen Pajak.

Setelahnya penyelidikan dugaan TPPU, PPATK mengirimkan kirim LHP-nya.

"Seperti apa yang disampaikan Pak Mahfud MD, bahwa ada LHP PPATK yang diserahkan 2017 dan diterima DJBC dan Itjen. Bukan tidak ditindaklanjuti. Justru sedang berproses. Maka dilakukan kegiatan intelijen untuk memperkuat ini. Apalagi 2019 ternyata PK memenangkan terdakwa," beber Prastowo.

Berdasarkan perkara PT. Q serta ditemukannya kesamaan modus, PPATK menyampaikan SR-205/PR.01/V/2020 kepada Ditjen Bea dan Cukai.

Yaitu berisi IHP atas grup perusahaan yang bergerak di bidang emas. Ini terdiri dari 9 WP Badan dan 5 WP OP. Total nilai transaksi keuangannya sebesar Rp189,7 Triliun.

Ditjen Bea dan Cukai menindaklanjuti SR dari PPATK tersbut. Salah satunya dengan analisis kepabeanan (ekspor-impor). Dari hasil analisis disimpulkan belum ditemukan adanya indikasi pelanggaran pidana di Bidang Kepabeanan.

Mempertimbangkan tidak adanya unsur pidana kepabeanan dan telah dilakukan penyidikan serta divonis, namun kalah di tingkat Peninjauan Kembali (PK), maka dilakukan optimalisasi melalui tindak lanjut aspek perpajakan.

Hal ini tertuang melalui surat PPATK nomor SR-595/PR.01/X/2020 yang disampaikan ke Ditjen Pajak. Data di SR tersebut dimanfaatkan Ditjen Pajak untuk pemeriksaan bukti permulaan terhadap PT. Q.

"Sehingga WP melakukan pengungkapan ketidakbenaran dan diperoleh pembayaran sebesar Rp1,25 Miliar. Selain itu, berhasil mencegah restitusi LB SPT Tahunan 2016 yang sebelumnya diajukan oleh PT. Q sebesar Rp1,58 Miliar," jelasnya.

Prastowo menegaskan Kemenkeu tidak mendiamkan apalagi menutup-nutupi data PPATK ke Menteri Keuangan Sri Mulyani.

"Semua dapat dijabarkan dengan akuntabel, transparan, bahkan digunakan untuk optimalisasi penerimaan," ujar Prastowo.

Kemenkeu, lanjut Prastowo, terus berkoordinasi dengam PPATK dan aparat penegak hukum lainnya.

"Tentu dalam arahan Komite Nasional PP TPPU. Ini untuk memastikan tindak lanjut bersama sesuai kewenangan, apabila terdapat indikasi TPPU berdasarkan penyidikan pidana asal," pungkasnya. (FIN/PALOPOPOS)

  • Bagikan