Demo di Palopo, AMARA Rampi Tuntut Copot Kapolres Lutra

  • Bagikan

Aktivis AMARA Rampi saat menggelar aksi unjuk rasa di perempatan Lampu Merah Gaspa Palopo, Sabtu, 6 Mei 2023 siang. --ft: istimewa


* Kapolres Lutra Janji Tindak Tegas Penambang Emas Ilegal

PALOPOPOS.FAJAR.CO.ID, PALOPO-- Aliansi
Mahasiswa & Rakyat (AMARA) Rampi menggelar aksi unjuk rasa di perempatan Lampu Merah Gaspa Palopo, Sabtu, 6 Mei 2023 siang. Mereka menuntur Kapolres Lutra dicopot terkait Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Rampi.

Jenderal Lapangan Aksi, Karis Tibian dalam pernyataan sikap AMARA Rampi menuntut empat poin. Pertama, hentikan aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Kecamatan Rampi, Kabupaten Lutra, Sulsel.

Kedua, mendesak Kapolres Lutra untuk segera menghentikan dan menangkap, serta memproses hukum para pelaku PETI di Kecamatan Rampi. Tiga, mendesak Kapolda Sulsel untuk segera mencopot Kapolres Lutra AKBP Galih Indragiri dari jabatannya karena gagal menegakkan supremasi hukum, khususnya membasmi mafia PETI di Kabupaten Lutra.

''Empat, jika dalam tempo 2 x 24 jam tuntutan kami tidak dipenuhi maka kami akan menggelar aksi besar-besaran di Mapolda Sulsel pada pekan depan,'' terang Karis.

Juga disampaikan, Pertambangan Emas Tanpa Izin di Kecamatan Rampi adalah pelanggaran hukum, polisi jangan diam dan tutup mata.

Maraknya aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Desa Onondowa,Kecamatan Rampi, Kabupaten Luwu Utara (Lutra), Sulawesi Selatan (Sulsel). Sepertinya akan terus berlangsung meski bahaya dampak buruk yang bisa ditimbulkan bagi penambang itu sendiri maupun bagi masyarakat adat setempat dan warga di sekitar lokasi PETI berlangsung sangat di depan mata.

Kondisi tersebut, semakin diperparah dengan sikap Aparat Penegak Hukum (APH) khususnya jajaran
kepolisian pada tingkat lokal hingga pusat yang terkesan melakukan pembiaran dengan pura-pura diam dan tutup mata akan praktek illegal mining itu.

Padahal desakan terhadap semua pihak terkait untuk menghentikan praktek eksploitasi kekayaan alam berupa logam emas di Kecamatan Rampi, sangat massif dilakukan oleh masyarakat adat, mahasiswa dan para pemerhati lingkungan hidup terus digalakkan dalam berbagai cara yang dianggap ideal.

Sayangnya praktek pelanggaran hukum dan pembakangan terhadap Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) No 3 Tahun 2020 tentang Perubahan UU RI No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (MINERBA) sebagaimana di atur dalam Pasal 158 junto Pasal 161, dan pelanggaran UU RI No 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Kerusakan Hutan sebagaimana diatur dalam Pasal 89 Ayat (1) junto Pasal 17 Ayat (1), serta Pelanggaran Undang-Undang No 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang junto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana, tidak dapat ditegakkan oleh APH khususnya jajaran kepolisian RI.

Ironisnya lokasi aktivitas para pelaku PETI melakukan kejahatan pengrusakan lingkungan dan perampokan kekayaan alam di Tanah Rampi jaraknya hanya sekitar satu kilometer dari Pos Polisi Kecamatan Rampi yang dibawahi oleh Polres Lutra. Namun pelanggaran hukum tersebut, seolah-olah tidak nampak dan tidak pernah terjadi, jika mencermati dan menganalisa sikap aparat kepolisian yang
terkesan melakukan pembiaran dengan tidak menindak dan menumpas para pelaku illegal mining tersebut.

Naifnya berdasarkan hasil penelusuran dan investigasi kami dari Aliansi Mahasiswa & Rakyat (AMARA) Rampi, para pelaku PETI diduga kuat menggunakan zat-zat kimia berbahaya seperti Sianida (CN), Mercuri (Hg) dan Kapur Tohor (HS) yang mencemari lingkungan dan alam sekitarnya.

Para pelaku juga menggunakan alat berat seperti excavator dan dum truck untuk mengambil material batuan yang mengandung mineral logam emas yang mereka kelolah secara ilegal, semakin mempercepat kerusakan dan pencemaran lingkungan di sekitar lokasi PETI berlangsung.

Akibat kelalaian APH melaksanakan tugasnya dalam menegakkan supremasi hukum terhadap para mafia PETI di Rampi yang sudah berlangsung selama setahun lebih terhitung sejak April 2022 hingga Mei 2023, sehingga pada Rabu, 3 Mei 2023 malam hari terjadi tragedi kecelakaan kerja di lokasi berlangsungnya aktivitas ilegal mining yang mengakibatkan dua orang penambang emas ilegal tertimpa material tambang dan satu diantaranya meninggal dunia dengan kondisi mengenaskan, sedangkan korban lainnya menderita luka-luka pada sejumlah bagian tubuhnya yang saat ini masih dalam kondisi kritis dan dirawat secara intensif oleh para tenaga medis.

Sementara Kapolres Luwu Utara, AKBP Galih Indragiri saat dikonfirmasi berjanji akan menindak tegas para pelaku tambang ilegal di Rampi.

"Kemudian Jauh sebelum mahasiswa demo, kami sudah melakukan upaya-upaya, dari pihak kepolisian sudah melaksanakan kegiatan untuk penindakan ataupun mensosialisasikan, kalau tambang tidak ada izin, silahkan buat izinnya untuk Pengelolaan Tambang Rakyat, ini bisa dilaksanakan namun demikian dari masyarakat sendiri kurang merespon hal tersebut," jelas AKBP Galih Indragiri.

Pada September 2022, Polres Lutra juga sudah pernah melakukan penertiban. Dimana, Kabagops dan Kasat Reskrim langsung turun ke Rampi untuk penertiban. Tapi sayang, para penambang illegal seperti sudah mendapatkan info sehingga penertiban tidak maksimal.

''Selain itu juga perlu diketahui bahwa daerah Rampi adalah salah satu daerah terisolir yang hanya dapat ditempuh lewat udara (pesawat perintis) yang mana kondisi cuacanya selalu tidak menentu. Dan juga bisa dilalui melalui jalan darat dengan menggunakan sepeda motor trail dengan memakan waktu hingga lebih kurang dua hari, lain lagi apabila kondisi hujan, pasti akan lebih lama,'' terang Kapolres. (ria-ikh)

  • Bagikan