Perpustakaan Sebagai Fasilitas Umum

  • Bagikan

* Oleh: Harmita Sari
(Mahasiswa Ph.D. Program of Education, Departement of Education and Human Potentials Development, National Dong Hwa University, Taiwan. Dosen Universitas Muhammadiyah Palopo)


Library is the place of knowledge which guides us to have a better quality of life”



Sebagai mahasiswa asal Indonesia yang “Merantau” untuk melanjutkan studi di National Dong Hwa University (NDHU) Taiwan, saya sadar bahwa saya harus bersungguh-sungguh menjalani seluruh proses pembelajaran agar saya tidak merugi. Tentu berkuliah di luar Indonesia juga memerlukan adaptasi lebih ketimbang berkuliah di negeri sendiri. Selain perbedaan bahasa, perbedaan norma, budaya, dan fasilitas umum mengharuskan seorang mahasiswa mengeluarkan tenaga lebih untuk dapat mengimbangi proses pembelajaran juga bersaing dengan mahasiswa lain dari beberapa negara.

Ilmuwan Plato pernah menyatakan bahwa pengertian pendidikan yang perlu dipahami adalah menjaga akal dan jasmani seseorang. Pernyataan Plato ini saya rasa ada benarnya karena tak jarang, proses pembelajaran terkadang membuat seseorang merasa tertekan bahkan hingga jatuh sakit hingga ilmu yang hendak dipahami sulit masuk dan dicerna oleh otak. Menurut Winarno Surahmad di dalam buku Abdul Rahmat menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas pembelajaran diantaranya yaitu penggunaan strategi dan metode pembelajaran, merancang materi pembelajaran, penggunaan media pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran. Oleh karena itu, seorang pelajar/mahasiswa memerlukan metode, media, strategi belajar dan suasana belajar yang cocok dan nyaman agar efektivitas belajar dapat tercapai.

Berdasarkan pernyataan tersebut, saya ingin membagikan pengalaman suasana belajar selama saya berkuliah di National Dong Hwa University, saya seringkali berkunjung ke perpustakaan kampus untuk belajar karena di sanalah saya menemukan kenyamanan selain di kamar saya sendiri. Dibandingkan dengan saat berada di Indonesia, saya berkunjung ke perpustakaan tidak sesering berkunjung ke perpustakaan NDHU. Apalagi untuk berkunjung ke perpustakaan umum daerah di Indonesia? Hampir tidak pernah. Kenyamanan dan suasana perpustakaan merupakan faktor utama yang dapat memengaruhi keinginan saya untuk berkunjung dan di Indonesia, saya jarang menemukan perpustakaan yang cocok untuk belajar.


Mungkin pada sejumlah kasus, orang-orang akan memilih pergi ke kafe atau taman untuk belajar, namun perpustakaan menurut saya merupakan tempat yang paling tepat dan cocok dengan diri saya. Terlebih di NDHU, fasilitas perpustakaan yang ditawarkan dapat saya katakan mendekati sempurna – mulai dari pelayanan, pencahayaan, suhu ruangan, kebersihan, tata ruang, hingga kelengkapan buku baik fisik maupun e-book. Fasilitas tambahan yang ditawarkan National Dong Hwa yang saya nilai mampu menjaga mood belajar adalah disediakannya mesin dispenser penyaji air minum. Mesin-mesin itu tersedia di 2 buah mesin untuk setiap lantai kampus dan diletakkan di setiap sudut kanan dan kiri ruangan (biasanya di dekat toilet) dan mesin-mesin itu juga menawarkan pilihan air yang diingankan, panas, sedang, dan dingin. Hal itu membuat saya tidak perlu pergi jauh untuk meninggalkan perpustakaan untuk berbelanja ketika saya sedang haus atau hanya sekadar ingin menyeduh kopi/teh. Toilet di kampus NDHU juga benar-benar terjaga kebersihannya sehingga para mahasiswa tidak akan merasa risih dan kehilangan mood belajar. Bahkan di perpustakaan NDHU juga tersedia sejumlah ruangan yang dikhususkan untuk 1 orang (bagi yang mau belajar menyendiri)/privasi.

Kampus NDHU benar-benar memanjakan mahasiswa hingga hal-hal terkecil seperti tata ruangan, meja dan kursi yang indah dipandang mata, juga pencahayaannya pun dibuat sedemikian rupa mengikuti perkembangan zaman – bahkan hingga menyediakan lampu belajar kecil yang memanjakan mata. Hampir seluruh ruangan di NDHU “Instagramable” (mungkin merupakan kata yang cocok untuk mewakili desain ruangan perpustakaan di kampus ini). Semua informasi untuk meminjam buku, mencari, dan sebagainya juga mudah didapatkan baik di papan informasi maupun jika bertanya langsung pada petugas perpustakaan. Di dalam kelas pun para dosen kerap kali menyampaikan mengenai tata cara menggunakan fasilitas-fasilitas kampus yang ada.

Pada saat summer (waktu libur kuliah), perpustakaan NDHU tetap terbuka untuk mahasiswa mulai pukul 09.00 pagi hingga pukul 17.00 – selain waktu libur, akan buka hingga pukul 22.00. Saya seringkali menghabiskan waktu berjam-jam di sana baik untuk sekadar belajar maupun mengerjakan tugas hingga lupa waktu dan tidak pernah sekalipun saya merasa bosan. Penat akan tugas-tugas literasi rasanya mampu diredamkan oleh suasana yang nyaman dari fasilitas-fasilitas di dalam perpustakaan NDHU. Saya benar-benar betah belajar di dalam perpustakaan bahkan saya selalu membawa lunch juga seperangkat alat salat, agar saya tidak perlu meninggalkan perpustakaan untuk makan dan beribadah. Tidak ada larangan untuk salat di dalam perpustakaan sehingga saya sering menunaikan salat di sudut perpustakaan dan orang-orang yang berada di dalam perpustakaan itu juga tidak ada yang keberatan malah justu sebaliknya, mereka mengerti.

Tidak seperti suasana perpustakaan yang biasa saya temui di Indonesia, di mana perpustakaan di Indonesia – lebih tepatnya di Kota Palopo tempat saya berasal – cenderung lebih terbatas dalam hal ketersediaan buku dan luas ruangan juga fasilitas-fasilitasnya, dan juga harus senantiasa tenang dan tegang tanpa suara, perpustakaan di NDHU tentu jauh lebih maju dari semua sisi. Saya belum pernah menemukan satupun perpustakaan di Kota Palopo yang menyediakan ruangan-ruangan khusus untuk pengunjungnya. Dalam hal ini ruangan-ruangan khusus yang saya maksud seperti ruangan khusus diskusi, ruangan khusus menyendiri/privasi, ruangan khusus belajar (tanpa keributan), dan ruang khusus kerja kelompok. Perbedaan paling mencolok lainnya adalah keramaian pengunjungnya. Berbanding terbalik dengan perpustakaan kampus di Kota Palopo yang cenderung sepi, di NDHU justru selalu ramai. Bahkan perpustakaan kampus NDHU tidak hanya dikunjungi mahasiswa saja, hampir setiap hari perpustakaan selalu ramai dan tak jarang saya jumpai orang-orang tua yang membawa anak-anak kecil ke ruang buku khusus anak sehingga perpustakaan di kampus NDHU terlihat layaknya tempat wisata. Akan tetapi meskipun ramai, para pengunjung di National Dong Hwa University tidak pernah mengganggu kenyamanan pengunjung lain. Ketersediaan ruang-ruang khusus membuat para pengunjung dapat menempatkan diri mereka sendiri ke ruangan-ruangan yang mereka kehendaki sehingga orang-orang yang ingin berdiskusi tidak akan pergi ke ruangan khusus belajar yang tenang. Selain itu, keamanan di NDHU saya akui sangat terjamin. Meskipun tempat ini ramai pengunjung, saya tidak pernah kehilangan barang apapun meskipun saya meninggalkan tas, laptop, dan barang-barang selama berjam-jam. Ketika masuk kelas ataupun Ketika saya pergi jalan-jalan ke kota, barang-barang saya selalu saja berada pada posisi yang sama dengan saat saya tinggalkan ketika saya telah kembali. Tidak ada yang menyentuh. Bahkan jika saya kembali dan perpustakaan sudah tutup, saya tetap akan mendapati barang-barang saya dalam keadaan utuh di keesokan harinya.

Dari semua hal yang telah saya amati mengenai perpustakaan National Dong Hwa University, saya merasa perpustakaan di NDHU benar-benar multifungsi tetapi tidak kehilangan identitasnya sebagai tempat belajar. Saya berandai-andai jika saja perpustakaan di Indonesia lebih tepatnya di tempat asal saya di Kota Palopo, dikemas sebagaimana NDHU mengemas perpustakaannya semenarik dan senyaman mungkin, selengkap mungkin, saya rasa akan banyak sekali orang yang datang berkunjung dan betah berada di dalamnya.

Ini tentu menjadi PR bersama, bagaimana negara harus andil dalam menciptakan ruang publik yang menyenangkan dan fungsional. Bagaikan paradoks ketika dalam angan-angan tentang tingginya capaian angka melek literasi namun tidak didukungnya dengan fasilitas yang seimbang. Pelayanan perpustakaan baik di daerah maupun di kampus Indonesia juga bukan hanya terbatas referensi, namun juga design tiap gedungnya yang cenderung dirawat sewajarnya juga tidak mendorong motivasi masyarakat untuk tinggal di sana hanya untuk sekadar belajar, ya seminimal-minimalnya membaca. Masih ada waktu jika ingin terjadi perubahan yang serius, maka pembenahan sistemik harus dilakukan, terlambat sedikit lebih baik daripada tidak sama sekali. (*)

  • Bagikan