KEARIFAN LOKAL LUWU DALAM MENYEMAI GENERASI ANTI KORUPSI

  • Bagikan

Oleh: Fahrul Rizal Rustam M.Pd (Mahasiswa Doktor Universitas Negeri Jakarta)

INDONESIA memiliki kekayaan warisan budaya yang bernilai tinggi. Bukan saja bernilai historis tetapi juga sarat nilai-nilai spiritual atau keagamaan. Salah satu daerah di Indonesia yang memiliki warisan budaya tinggi adalah Tana  Luwu. Sebagai wija to luwu kita harus berbangga dengan warisan budaya yang telah mendunia ini. Sebuah kekayaan budaya yang bernama I La Galigo yang didaulat UNESCO sebagai memory of the world pada tahun 2012. Sebuah epik mitos penciptaan manusia yang ditulis antara abad ke-13 dan ke-15 dalam bentuk puisi ditulis dalam aksara Lontara. Puisi ini selain  menceritakan kisah asal usul manusia, juga berfungsi sebagai almanak praktis sehari-hari. Kitab sastra La Galigo ini juga menjadi sumber informasi  tentang  kebudayaaan  bangsa  Indonesia.

Dalam menjalani kehidupan, Seorang banyak dipengaruhi oleh keluarga sebagai sekolah pertama bagi seorang anak. Dalam kitab La Galigo menjelaskaan banyak hal sekaitan dengan kearifan lokal yang menjadi prinsip hidup Tau Luwu (orang Luwu) untuk menjadi generasi getteng, Warani, Malempu na Matanre Siri. Secara garis besar dimaknai sebagai penjagaan diri dengan nilai Integritas diri yang tinggi. Hal tersebut harus selalu tumbuh untuk menghilangkan korupsi di Republik ini. Bermula dari keluarga, bermula dari kearifan lokal Luwu sebagaimana kata Mahatma Gandhi bahwa sebuah budaya bangsa tinggal di hati dan di dalam jiwa rakyatnya.

Penanaman Integritas Dari Keluarga

Keluarga  adalah  lingkungan  sosial  terkecil  dimana  anak  pertama  kali  belajar  segala   pengetahuan   dan   keterampilan   yang   berguna   bagi   perkembangan   hidupnya di masa mendatang. Anak belajar berperilaku mula- mula dari meniru segala  sesuatu  yang  dilakukan  oleh  anggota  keluarganya  khususnya  belajar  meniru sikap  dan  perilaku  orang  terdekatnya.  Oleh karena itu,  peran  keluarga  sangat   besar   dalam   pembentukan   karakter   anak,   termasuk   di   dalamnya   pendidikan karakter berbasis kearifan lokal.

Pendidikan   karakter   berbasis   kearifan   lokal   merupakan pendidikan   nilai,   pendidikan   budi   pekerti,   pendidikan   moral,   dan   pendidikan   watak   yang   bertujuan   mengembangkan   kemampuan   peserta   didik   untuk   memberikan   keputusan  baik-buruk,  memelihara  apa  yang  baik  menurut  pandangan  hidup,  ilmu  pengetahuan,  strategi  yang  berlaku  dalam  masyarakat  setempat  dan  mewujudkan  kebaikan  itu  dalam  kehidupan  sehari-hari  dengan  sepenuh  hati.  Unsur-unsur  lokal  yang  perlu  diketahui,  dan  dilaksanakan  meliputi  kehidupan agama,  ilmu  pengetahuan,  ekonomi,  teknologi,  organisasi  sosial,  bahasa  dan  komunikasi serta kesenian.

Budaya keluarga memiliki peran penting dalam pembentukan karakter anak sejak dini, karena budaya keluarga yang selalu diamati dan dipedomani oleh anak. Berdasarkan teori behavioristik dari Trondike, menemukan betapa besar peranan dan pengaruh lingkungan dalam pembentukan anak terutama akhlak, pekerti atau yang sudah dikenal dengan karakter. Dalam kitab La Galigo dijelaskan bahwa Wija Luwu (Orang Luwu) terkenal dengan kemuliaan pribadinya. Itu karena dalam dirinya menyatu ilmu pengetahuan dan ilmu agama yang terekat dengan nilai budayanya yang luhur dan agung, sehingga Wija Luwu (Orang Luwu) di mana pun, meski tanpa kekuasaan dan atau harta, ia tetap dihormati dan disegani dalam pergaulan kehidupan masyarakat. Orang Luwu itu, kata orang leluhur; Dek na pakatunai alaena, de’to napuji sipakatuna. ”Artinya, orang Luwu itu; takkan menghinakan dirinya, tidak juga senang untuk saling merendahkan harkat martabat antar sesama manusia. Itulah sebabnya, Negeri Luwu dikenal sebagai; “Wanua appatuo, naewai alena” yaitu negeri yang menghidupkan, mampu mengatasi masalahnya secara mandiri.

Kearifan lokal yang sangat kuat menjadi  tempat yang tepat untuk memulai program pencegahan korupsi berbasis budaya lokal. Terlebih lagi mengingat budaya yang kental akan nilai-nilai kejujuran dan berbudi luhur masih terwariskan dengan baik di wilayah Luwu yang menjadi suatu formulasi gagasan pembangunan budaya anti korupsi di keluarga karena keluarga merupakan tempat pertama seseorang mengenyam pendidikan dan pondasi awal dalam pembentukan karakter. Ibarat sebuah rumah, bangunan yang pertama kali dibuat adalah pondasi rumah, pondasi yang kuat akan membuat rumah tidak mudah roboh meski diterjang angin kencang.

Di rumah juga merupakan penanaman ideologi seseorang terbentuk pertama kalinya. Oleh karena itu, keluarga menjadi alat yang sangat efektif dan sangat fundamental dalam menumbuhkan budaya anti korupsi di Indonesia khususnya di kabupaten Luwu. sebagian masyarakat mempunyai banyak istilah, peribahasa, praktik dan kebiasaan yang digunakan sehari-hari oleh masyarakat yang ternyata punya konotasi sebagai perilaku anti koruptif. Pola asuh anti korupsi ini lebih lengkap bila diimbangi dengan sikap hidup sederhana meskipun serba ada. Kesederhanaan ini yang menjadi ‘benteng’ bila diserang dengan serangan-serangan uang, karena bila orang bersikap sederhana tentu akan berimbas pada rasa syukur dan cukup terhadap rezeki yang sudah diberikanTuhan yang Maha Esa sebagaimana Filisopi orang luwu adalah labbirang tuo kasisasi daripada tuo sugi na tae na barakka artinya lebih baik hidup dalam kemiskinana daripada hidup dalam gelimbang harta tanpa keberkahan (hasil korupsi).

Upaya pencegahan korupsi ini tidak akan maksimal jika seluruh elemen penegak hukum, masyarakat dan keluarga tidak saling bersinergi untuk sama-sama melawan dan mencegah tindak pidana korupsi. Jangan sebut korupsi sebagai budaya! Karena budaya bangsa ini terlalu mahal untuk dikonotasikan dengan istilah korup. Tapi faktanya, korupsi memang menjadi penyakit yang seolah telah membudaya di negeri ini. Tidak hanya di pemerintahan, tapi juga di berbagai aspek kehidupan kita, korupsi seolah menjadi bagian negatif yang tak bisa ditinggalkan dalam sistem birokrasi. Tanpa kita sadari, keluarga menjadi salah satu pemicu seseorang untuk melakukan tindakan korupsi karena pola hidup boros dan konsumtif yang dibina dari keluarga. Oleh karena itu, pendidikan anti korupsi dan penanaman hidup sederhana dalam keluarga menjadi hal yang paling utama. Pencegahan korupsi dapat dilakukan dengan berbagai cara sederhana, seperti bersikap kritis terhadap sumber penghasilan keluarga yang dihasilkan oleh suami, saling mengingatkan dan memberikan ruh integritas pada semua aktivitas anggota keluarga, menanamkan nilai kejujuran kepada anak, dan dalam lingkup yang lebih besar menyebarluaskan pengetahuan tentang anti korupsi pada lingkungannya.

Dengan penanaman nilai Integritas dalam keluarga, diharapkan  di dalam rumah setiap keluarga, ada satu orang yang bisa menjelaskan apa itu korupsi dan apa bahaya korupsi, sehingga dia bisa mencegah perbuatan korupsi setidaknya di dalam keluarga besaranya. Dengan demikian, kita bisa stop produksi koruptor dari rumah.

Pembiasaan Budaya Siri’

Nilai budaya memang tidak tertuang dalam  bentuk tulisan, namun dapat dikodifikasikan menjadi suatu norma apabila bermanfaat dan dapat diterima oleh masyarakat. Bahkan ditegaskan bahwa upaya ini belum terlambat, dan dapat dimulai dari bawah. Seperti kata bijak orang luwu yang mengatakan bahwa “dipammulai Sule Jiong dan dipalako kale jolo” yang artinya “dimulai dari bawah dan diri jadi cerminan”. Kalimat ini membuktikan bahwa nilai-nilai Siri’ harus ditanamkan pada anak-anak kecil, sebab apabila dari yang kecil saja sudah teguh maka seterusnya hingga tua akan teguh dalam hal kejujuran dan kebenaran.  Sangat teringat jelas dengan nasehat orangtua terdahulu tentang dimensi nilai  Siri’ yang dijunjung tinggi oleh  masyarakat Luwu, yakni: jujur, cerdas, kaya, berani, dan punya rasa malu yang tinggi (Matanre Siri’).

Adapun penjelasan setiap dimensi nilai Siri’ yang  mengandung nilai anti korupsi sebagai berikut :Pertama, jujur dalam hal ini  baik pada perbuatan maupun perkataan, sehingga bagi orang Luwu yang hidup dengan nilai Siri’ tidak akan mengambil yang bukan haknya atau dalam dunia sekarang tidak melakukan perbuatan korupsi; Kedua,  cerdas dalam hal ini seseorang menanamkan nilai kecerdasan atau memiliki  nilai kemanusiaan sehingga tidak akan mengambil hak orang lain atau tidak  korupsi; Ketiga, kaya dalam konsepsi Siri’ artinya merasa cukup sehingga  tidak ada keinginan untuk mngambil hak orang lain. Keempat, berani dalam hal ini jika dia menganggap apa yang harus dikerjakan itu tidak benar termasuk tidak benar karena bukan hak-nya atau berani karena suatu kebenaran.

Aminuddin Salle menjelaskan bahwa Siri’ mengandung nilai-nilai kejujuran, penjelasan ini diberikan dengan gambaran bahwa pada masa lalu (kerajaan) kesadaran akan budaya Siri’ masih sangat kental karena dahulu dikenal suatu sanksi sosial yaitu “Kalau tidak Siri’ (malu), pergi/keluar”. Sehingga praktik korupsi masih sangat terkendali.  Orang yang tidak jujur diusir dari lingkungannya atau bahkan dibunuh atau bunuh diri, karena masyarakat dahulu mempercayai bahwa jika kesalahan tidak diadili maka alam akan murka (Accilakang).

Orang Luwu seharusnya memiliki kesadaran sejarah, bahwa orang Luwu pernah memiliki peradaban yang terkenal. Orang Luwu dikenal dan dihormati karena prestasinya, sebagai orang-orang yang dimuliakan dan dihormati dengan menjunjung tinggi nilai Siri’, Jangan sampai orang Luwu kehilangan falsafah yang memuliakannya. Warisan orang Luwu yang menyatakan bahwa salah satu karakter asli orang Luwu adalah: “Siwata’ menre tessirui no. Sisappareng deceng, tessisappareng Ja’.” Kurang lebih artinya, bahwa orang Luwu itu, saling tolong menolong menuju puncak, tanpa saling menjatuhkan. Saling mencari kebaikan, tanpa saling mencari kejelekan.

Integritas adalah harga mati dalam menciptakan generasi antikorupsi yang tidak berhenti pada lingkungan keluarga saja, Namun dibutuhkan untuk menciptakan budaya antikorupsi pada skala kehidupan yang lebih luas. dapat mensosialisasikan nilai-nilai anti korupsi kepada lingkungannya, mulai dari tetangga, pemerintah desa hingga tatanan pengelolah negara. Setelah nilai-nilai tersebut tertanam dalam masyarakat, diharapkan mampu menghindari tindakan koruptif sehingga penyimpangan yang selama ini merugikan masyarakat dapat berkurang sehingga korupsi lenyap dari bumi pertiwi bermula dari keluarga, bermula dari kearifan Lokal Luwu. (***)

  • Bagikan