Gibran Cawapres Bukan Politik Dinasti, Anis Matta: Apa Kurangnya AHY dan Puan, Kalah Kok

  • Bagikan
Gibran Rakabuming Raka

PALOPOPOS.FAJAR.CO.ID, JAKARTA-- Ketua Umum Partai Gelora, Anis Matta menegaskan dukungan partainya terhadap Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres) pendamping Prabowo Subianto dalam pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, bukan bukan berarti melanggengkan politik dinasti.

Menurutnya, di dalam alam demokrasi, tidak dikenal politik dinasti, karena keputusan akhirnya ada kepada rakyat.

Misalnya saja, sepak terjang Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Ketua DPP PDI Perjuangan Puan Maharani dalam politik.

Tak sedikit yang menanggap keduanya sebagai kelanjutan dinasti politik Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Presiden RI-5 Megawati Soekarnoputri.

“AHY maju Pilkada DKI (Pilgub DKI Jakarta 2017) kalah kok. Puan juga tidak dicalonkan sebagai capres, karena memang ini urusannya dengan rakyat. Semua ada kalkulasinya, mau anak siapapun, apakah itu anak presiden atau anak orang biasa sama saja,” kata Anis dalam keterangan resminya, Sabtu (21/10/2023).

Artinya, kata Anis, di dalam sistem demokrasi Pemilu, tidak ada politik dinasti, semuanya setara dan bergantung kepada rakyat, apakah figur itu diterima atau tidak.

“Coba apa kurangnya Puan, dia anak Megawati. Puan juga sudah kampanye mau jadi capres ke sana kemari, sampai membentuk Dewan Kolonel, tetap nggak dipilih sama PDIP, karena memang pertimbangannya adalah elektabilitas,” jelasnya.

Anis Matta menyampaikan tidak boleh ada diskriminasi usia untuk menjadi pemimpin, dengan menghilangkan hak anak muda.

Padahal suara anak muda diperebutkan dalam setiap pemilihan.

“Jadi ketika orang sudah menjadi voters di usia muda, maka pada saat yang sama tidak boleh dihilangkan haknya untuk menjadi pemimpin,” tegasnya.

Menurut Anis Matta, keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas usia capres-cawapres 40 tahun atau yang menduduki jabatan yang dipilih dari Pemilu/Pilkada pada Senin (16/10/2023), bisa saja dikaitkan dengan isu keluarga Presiden Jokowi agar putra sulungnya bisa maju sebagai cawapres.

“Keputusan MK ini memang gampang dihubungkan dengan isu keluarga, tapi kita mesti melihat hal ini, bukan hanya berlaku di 2024, tetapi juga di 2029 dan seterusnya. Kita harus memandang ini dari sisi keadilan,” katanya.

Diberitakan sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI telah menerbitkan surat tindak lanjut dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait gugatan Nomor 90/PUU-XXI/2023 soal batas usia capres cawapres. KPU menyampaikan putusan MK itu bersifat final.

Surat tindaklanjut itu terbit 17 Oktober 2023 dan diteken oleh Ketua KPU Hasyim Asy’ari. Surat KPU itu bernomor 1145/PL.01.4-SD/05/2023. Surat ini ditujukan ke peserta pemilu 2024.

KPU dalam suratnya menyampaikan putusan MK langsung memiliki kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh

Dimana hasil putusan MK itu sendiri mengabulkan sebagian gugatan bahwa kepala daerah yang belum berusia 40 tahun bisa jadi capres/cawapres. (fjr/pp)

  • Bagikan