Penambahan Dapil, Udara Segar Bagi Kontestasi Bermartabat

  • Bagikan

Oleh: DR (c) H.A.M ARHAM BASMIN MATTAYANG, S.Sos,MM

Salah satu cara memompa adrenalin para politisi adalah terbiasalah bertanya satu kalimat kepadanya, "Bagaimanaji peluang di Dapil ta?"

Dapil bagi para politisi kadang menjadi 'Syurga' disatu kesempatan, namun kerapkali juga menjadi 'Neraka' dikesempatan lainnya.
Dalam gambaran sejarah singkatnya, dengan sistem yang telah berjalan lama, maka di Indonesia, tak ada pilihan yang bijaksana untuk saat ini agar rakyat dapat memerintah diri mereka sendiri kecuali memilih Demokrasi sebagai sistem. Dengan kemajuan masyarakat menjadi lebih modern, pada akhirnya melahirkan banyak problematika dalam berbagai sendi kehidupan serta berimplikasi pada sulitnya rakyat memerintah dirinya sendiri. Maka model demokrasi yang terwakilkan sebagai representasi dalam aspek politik menjadikannya sebagai jalan keluar terbaik. Mereka yang terpilih merupakan perwujudan perwakilan rakyat meskipun pada kenyataannya, akhir-akhir ini mereka kadangkala mengambil keputusan atas nama rakyat tanpa mencoba mendengarkan, apatahlagi berkonsultasi dengan yang memilih mereka. Ini sekedar kasuistik sampel.

Sebagai upaya tindakan preventif agar rakyat tak tersingkir nantinya dari kekuasaan pejabat baik di Eksekutif maupun di Legislatif, maka dihadirkanlah konsep Daerah Pemilihan yang disingkat Dapil. Dapil tak sekedar menjadi wilayah garapan suara dan garapan mendengarkan aspirasi, namun dia akan menjadi variabel utama yang menentukan siapa yang berhak mewakil wilayah tersebut berdasarkan aturan jumlah perolehan suara yang diraihnya.

Pembagian wilayah ini tentunya tidak hanya segera menjadi lahan implementasi pragmatisme politik berupa edukasi buruk dengan melakukan serangan fajar atau apapun namanya yang bersifat transaksional sesaat. Daerah Pemilihan ini harus menjadi perekat emosional antara pemilih dan yang dipilih dalam jangka panjang, yakni bukan karena berhasil terpilihnya saja, bahkan ketika tidak terpilih pun setidaknya bisa mengetahui bagaimana kadar kesabaran mereka menempatkan bangunan persaudaraan dan silaturahmi adalah jauh lebih penting dari kursi dan jabatan. Walaupun itu penuh drama dan intrik kehilangan suara yang cukup menyerap emosi dalam alur perjalanannya.

Dapil harus menjadi ruang yang ramah bagi para calon pemimpin dan calon wakil rakyat. Entah itu ramah dipenerimaan maupun ramah dikantong. Dalam artian, dia tak menjadi ruang yang memaksa setiap peserta kompetisi beda kelompok/ parpol mengeluarkan biaya ekstra oleh karena pembagian dapil hanya menguntungkan kelompok ataupun basis parpol tertentu.

Energi Ekstra dan angin segar berkompetisi

Realitas berupa peningkatan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi yang memudahkan proses interaksi antar pemilih dan yang dipilih, seyogyanya menjadi stimuli awal bagi penyelengara bagaimana merancang ulang jumlah Daerah Pemilihan. Dan kondisi tersebut telah direspon dengan adanya penambahan jumlah Dapil di Sulsel, dan pada level Kabupaten yakni di Takalar serta Bantaeng. Mungkin akan menjadi pilihan yang cukup rasional jika penambahan Dapil ini juga disambut oleh Kabupaten luwu dalam bentuk action. Dan ini tentunya akan menjadi energi ekstra dan angin segar, semacam refresh ulang bagi para politisi berstatus pendatang baru maupun muka lama untuk ikut bersaing dengan berbagai keterbatasan yang dimilikinya. Namun pun demikian pertimbangan yang lebih rasional tetap kita percayakan pada penyelengara dalam hal ini KPUD, bahwa mereka pasti akan melakukan yang terbaik dalam rangka memajukan dan menyegarkan ruang berdemokrasi di Kabupaten Luwu.

Penambahan jumlah Dapil memang selalu diharapkan dapat menghindarkan kondisi under-represented atau kurang terwakili apatahlagi kondisi over- represented yakni berlebihan dalam aspek keterwakilannya.
Penambahan Dapil ini tak boleh dimaknai sebagai misi politik terselubung dimasa depan. Ini harus menjadi sebuah kesadaran kolektif perihal bagaimana memberikan kesetaraan bagi setiap calon yang akan dipilih bisa mendapatkan kesempatan yang adil dalam bersaing. Para calon yang bersaing nantinya tidak hanya menjadi seperti Latto-Latto dalam satu ruang (baca wilayah), dimana mereka harus dibenturkan dengan sengaja secara simultan untuk waktu tertentu namun dinamika gerakan permainannya juga berpotensi melukai siapapun didekatnya. Ini menjadi hal yang kurang sehat dalam pesta demokrasi kita.

Penambahan Dapil nantinya juga bagi para calon diharapkan menghadirkan suasana seperti rumah tempat 'bermain'. Rumah yang membuat para pesertanya gembira dan senang bagaimanapun hasil yang mereka dapatkan. Sebab peserta persaingan telah ikut menyemarakkan pesta meriah dalam demokrasi, dimana uang amplop undangan yang telah dikeluarkan untuk hadir di pesta adalah tulus, oleh karena mereka juga telah dibalas dengan menyantap hidangan berupa aneka pilihan menu berbagai kondisi pemilih yang selalu welcome untuk ditarik simpatinya dan mendapatkan dukungannya.

Ruang Dapil tak salah jika di refresh ulang dengan menambah jumlahnya. Sebab jika dia masih monoton dan konsisten dengan tampilan dan jumlah lamanya, maka potensi ketidak ramahannya bagi semua calon dengan kondisi iklim politik yang kini agak berbeda, akan sangat terasa dalam proses dinamikanya nanti. Dan ini tentunya akan menjadi kemunduran dalam upaya mendewasakan ruang berdemokrasi. Dimana calon yang ikut berkompetisi dalam pemilihan serentak 2024 nantinya harus bersiap bekerja ekstra dan siap mengurut dada menerima kenyataan sambil berucap "Sessajaki..!!". (***)

  • Bagikan