Momentum Pilkada Tanpa Visi Lingkungan

  • Bagikan

* Oleh: Abizar Dirsan Gifari
(Putra Palopo, Mahasiswa Program Magister Fisheries Resource, Shanghai Ocean University, China)



Pada tahun 2024 Bangsa Indonesia akan melaksanakan Pemilu secara serentak dimana hal ini merupakan puncak yang paling penting dari kehidupan demokrasi di Indonesia dimana proses suksesi pergantian kekuasaan dilaksanakan secara konstitusional, transparan dan akuntabel.

Rakyat yang mempunyai kedaulatan diharapkan dapat menggunakan haknya untuk menentukan calon anggota legislatif dan eksekutif secara umum, bebas dan rahasia. Rakyat dituntut untuk memilih calon-calonnya yang telah disuguhkan oleh beberapa partai politik. Namun permasalahannya adalah seberapa besar kualitas personal dari calon anggota legislatif dan eksekutif itu sangat ditentukan oleh masing-masing partai pengusung. Harapan rakyat terhadap kapabilitas dan moralitas dari para calon peserta pemilu masih jauh panggang dari api. Rakyat hanya diminta memilih calon sementara kemampuan personal calon tersebut ditentukan oleh parta pengusung. Ada kecenderungan fungsi partai politik dalam hal rekruitmen politik belum dapat berjalan sebagaimana mestinya. Partai politik secara internal masih terjebak kedalam permainan politik praktis dalam mengusung calon anggotanya, sementara itu kapabilitas personal, moralitas dan integritas terhadap kehidupan bangsa masih sering diabaikan. Hasil dari semua itu, rakyat dituntut untuk memilih calon yang terbaik dari beberapa yang terburuk demi pelaksanaan roda pemerintahan beberapa tahun kedepan.

Pemerintah Sulawesi Selatan serta 24 Kabupaten dan Kota akan menggelar pesta rakyat secara serentak pada tahun 2024. Isu yang sangat mendominasi pandangan publik pada setiap mendekati gelaran pesta demokrasi Indonesia masih berkisar pada sektor pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan ketenagakerjaan. Hal ini membuat publik “mengabaikan” masalah lainnya yang sebenarnya sangat penting yaitu eksistensi lingkungan hidup, padahal isu Lingkungan hidup merupakan masalah yang sangat fundamental untuk dibahas dan diselesaikan. Beberapa kejadian bencana alam yang pernah dialami oleh bangsa ini seperti banjir, tanah longsor, gempa bumi dan bencana-bencana lainnya seharusnya dapat menyadarkan kepada kita semua terutama para pengelola negara ini akan pentingnya stabilitas lingkungan hidup. Tidak ada artinya pembangunan yang dilakukan dengan mengabaikan aspek lingkungan hidup ini. Sebab pada akhirnya dari semua yang dilakukan itu adalah bencana yang dapat merugikan semua pihak.
Salah satu peran penting pemimpin daerah adalah bagaimana ia dapat merumuskan dan menerapkan kebijakan lingkungan yang bertujuan melindungi, memelihara, dan mengelola lingkungan hidup. Oleh karena itu sangat penting Pilkada 2024 menjadi kesempatan masyarakat untuk memilih kepala daerah yang diharapkan dapat melahirkan pemimpin yang peduli pada permasalahan lingkungan hidup. Sulawesi selatan membutuhkan komitmen calon kepala daerah melalui visi misinya terhadap permasalahan lingkungan untuk masa depan.

Dalam beberapa tahun terakhir, banyak kepala daerah yang terpilih dengan janji-janji manis untuk menjaga dan melindungi lingkungan. Namun kenyataanya seringkali berbeda, beberapa kepala daerah justru terlibat dalam kebijakan yang merusak lingkungan, tanpa memperhatikan konsekuensi jangka panjang. Janji-janji seperti pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan juga seringkali hanya sebatas retorika belaka.

Dalam konteks Sulawesi Selatan, masih ada beberapa pekerjaan rumah terkait lingkungan yang belum dikerjakan seperti mengembalikan fungsi ekologis hutan yang seharusnya menjadi penyangga kehidupan masyarakat di masa depan, Daerah Aliran Sungai (DAS) yang beberapa titik sudah terjadi kerusakan parah dan tercemar zat berbahaya, Pencegahan abrasi daerah pantai, dan beberapa lokasi wilayah laut dan pesisir yang dijadikan area pertambangan, dan pembukaan zona-zona izin usaha pertambangan yang tidak mengimplementasikan keinginan masyarakat yaitu pengelolaan yang ramah lingkungan dengan mendorong energi terbarukan yang ingin dicapai pemerintah indonesia sebesar 23% dalam bauran energi pada tahun 2025.

Beberapa kepala daerah terkesan sudah lupa akan kewajiban mereka dalam melestarikan lingkungan hidup. Akan tetapi justru menjadi perusak lingkungan melalui kebijakannya yang tidak berorientasi kepada lingkungan hidup. Inilah saatnya bagi kita semua untuk mengingatkan mereka akan peran mereka dan menyindir tindakan-tindakan yang merugikan linkungan. Gubernur dan Kepala daerah 24 Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan harus bertanggung jawab terhadap kebijakan lingkungan pada masing-masing daerahnya. Telah dirasakan dimana kerusakan lingkungan di Sulawesi Selatan dikarenakan ekploitasi yang berlebihan. Daerah ini sudah sering mengalami bencana banjir, longsor parah, kekeringan yang mengakibatkan gagal panen, berkurangnya ruang terbuka hijau, pencemaran air yang menyebabkan rusaknya habitat biota dan mengalami penurunan biota. Kejadian seperti ini hampir setiap tahunnya sering kita rasakan yang juga mengakibatkan kerugian materiil dan non materiil. Seolah-olah semua ini merupakan suatu hal yang wajar pada setiap tahunnya. Melihat fenomena seperti ini, penulis sampai saat ini belum melihat keseriusan dari Kepala Daerah dalam menangani hal tersebut. setidaknya segala bentuk kebijakan yang dikeluarkan harus berorientasi kepada usaha penyelamatan lingkungan bukan sebaliknya untuk merusak lingkungan.

Apabila dicermati, dalam beberapa tahun terakhir terjadi banyak kasus-kasus yang mengkhawatirkan dimana beberapa kepala daerah diduga telah melanggar hukum dan meloloskan proyek-proyek yang merusak lingkungan. Semua itu dilakukan untuk mendapatkan kepentingan pribadi dan keuntungan finansial semata dengan mengabaikan masa depan kita. Mereka seolah rakus tanpa memperdulikan kerusakan alam yang mereka timbulkan dari kebijakan yang pernah mereka buat. Ironisnya lagi, ada beberapa dari mereka terpilih dengan slogan janji-janji menjaga lingkungan yang keberlanjutan. Tindakan pejabat yang jahat dan manja ini pada hakekatnya tindakan yang tidak bermoral yang dapat merusak terhadap seluruh tatanan kehidupan.

Disamping itu, ada pula kepala daerah yang seolah-olah buta terhadap seluruh bencana alam di daerahnya dengan bersandar pada kata ”Ini semua bukan kemauan dan kehendak kami tetapi kehendak alam”. Padahal kerusakan lingkungan yang kita rasakan sekarang ini disebabkan karena ulah tangan-tangan manusia. Seharusnya para Kepala Daerah dapat melakukan langkah-langkah strategis pencegahan dengan jalan mengembalikan fungsi lingkungan dan membangun infrastruktur tahan bencana.
Permasalahan lain dalam menangani isu lingkungan yang dilakukan oleh masyarakat, mahasiswa, akademisi, dan organisasi pecinta lingkungan dalam memperjuangkan hak atas lingkungan yang baik sering menghadapi jalan terjal berupa pembungkaman dari para pihak terlebih dari para penguasa. Perlawanan yang dilakukan oleh pihak tersebut seperti akan mengancam kebebasan berpendapat yang sebetulnya harus dijamin oleh konstitusi dan pemerintah. Permasalahan lingkungan yang ada perlu disahuti oleh seluruh aspek dalam bingkai akademis untuk membuat sebuah opini dan justifikasi. Seharusnya moment pilkada dapat menjadi kesempatan bagi masyarakat untuk mengajukan isu-isu lingkungan dan dapat mempengaruhi agenda.

Melalui momen pemilihan umum ini, seharusnya kita dapat memilih pemimpin yang betul-betul mendukung terhadap perbaikan isu lingkungan. Dalam hal ini pembangunan yang senantiasa berwawasan pada lingkungan sehingga akan tercipta keseimbangan antara pembangunan dan daya tampung lingkungan dalam suatu wilayah. Dalam hal ini pemimpin terpilih dituntut untuk dapat mensinergikan dari berbagai stakeholders dalam upaya menjaga lingkungan bagi generasi berikutnya.

Masyarakat memiliki hak dan tanggung jawab untuk mengawasi tindakan pemimpin mereka. Kita tidak boleh membiarkan Kepala Daerah keluar jalur terhadap segala upaya dalam hal perbaikan lingkungan terus menerus berkuasa. Kita harus mendukung pemimpin yang memiliki integritas dan peduli terhadap lingkungan serta berani mengambil langkah-langkah strategis untuk melindungi semua sumber daya alam dan ekosistem yang kita butuhkan.

Pelaksanaan persiapan Pilkada serentak sudah mulai dirasakan. Terlihat diberbagai tempat publik sudah mulai terpasang balikho dan atribut-atribut kampanye lainnya. Namun sangat disayangkan, ada beberapa kandidat yang memasang atribut kampanyenya dengan memaku di pohon dan taman kota. Ini menandakan bahwa hal-hal yang terkecil dari pengelolaan lingkungan bagi kandidat ini belum mengetahui dampaknya terhadap lingkungan. Apalagi membahas permasalahan lngkungan yang sangat kompleks ini.

Masyarakat seharusnya sudah bisa menilai dan tidak memilih calon pejabat kepala daerah pada tahun 2024 yang tidak memiliki visi dan misi lingkungan karena kelak pemimpin yang terpilih akan melakukan pembangunan yang tidak berwawasan lingkungan dan hanya akan melakukan ekploitasi alam secara berlebihan dan semua itu akan berdampak pada kemanusiaan, dan seharusnya petahana kepala daerah yang kembali mencalonkan diri tetapi selama periode pertama masih megkesampingkan isu lingkungan seharusnya sudah tidak terpilih lagi karena merupakan “Pengkhianatan terhadap kemanusiaan”. (*)

  • Bagikan