DILEMA KAUM IBU

  • Bagikan

Idawati
Dosen Fakultas Pertanian Universitas Andi Djemma Palopo, Sul-Sel

International women’s day pada tanggal 8 Maret 2017, menunjukkan sejak tahun 2008 terjadi perbedaan kemajuan profesional gender. Puncak kepemimpinan perempuan rata-rata 25 persen pada posisi pemimpin global dan tertinggi di Kanada, USA dan Prancis, 1/3 persen berada di atas atau level direktur. Profesi kepemimpinan perempuan berkembang lebih dari 67 persen bekerja pada perusahaan terkenal. Menjadi pemimpin pada bidang Industri teknologi 18 persen, minyak dan energi 5 persen, sebagai CEO (Pejabat Eksekutif Tertinggi) dalam perusahaan, 1 persen sebagai analisis, 5 persen bekerja pada pembiayaan/bank yang sebelumnya hanya 3 persen.


Setiap tanggal 22 Desember bangsa Indonesia memperingati hari Ibu, sejarah Hari Ibu sendiri diawali dari adanya pertemuan para pejuang wanita dengan mengadakan Kongres Perempuan Indonesia I pada 22-25 Desember 1928 di Yogyakarta yang bertujuan untuk menyatukan pikiran dalam berjuang menuju kemerdekaan dan memperbaiki nasib kaum perempuan Indonesia. Kongres tersebut dihadiri oleh sekitar 30 organisasi perempuan dari 12 kota di Jawa dan Sumatera. Hasil dari kongres tersebut salah satunya adalah membentuk Kongres Perempuan yang kita kenal sekarang dengan Kongres Wanita Indonesia (Kowani). Hari Ibu ditetapkan tanggal 22 Desember melalui dekrit presiden Soekarno No. 316 tahun 1959 dan dirayakan secara nasional setiap tahun.


Momentum Hari Ibu menjadi refleksi tentang peran perempuan dalam keluarga dan ruang publik. Pada dasawarsa terakhir ini dalam komunitas dan sektor tertentu perempuan telah mendapatkan tempat yang berarti di tengah masyarakat, tetapi secara makro perempuan masih berhadapan dengan berbagai masalah. Adanya persepsi tentang peran ganda seorang perempuan, walaupun dia bekerja di sektor publik tetapi tetap dituntut untuk menyediakan waktu disektor domestik yaitu peran sebagai ibu, sebagai isteri, dan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga lainnya tetap dibebankan kepada kaum perempuan.
Munculnya peran ganda perempuan sebenarnya bermula dari adanya pembagian kerja secara seksual yang mana peran perempuan pada sektor domestik sedangkan laki-laki pada sektor publik. Ketika perempuan mulai masuk ke sektor publik maka muncullah peran ganda perempuan dengan segala permasalahannya, hal ini disebabkan karena walaupun perempuan telah masuk dalam dunia publik ia masih tetap mempunyai tanggung jawab penuh di sektor domestik. Jadi walaupun mereka bekerja di luar rumah, tetapi tugas-tugas rumah tangga tetap di pegang isteri, seorang suami dianggap tabu kalau harus mencuci, memasak ataupun mengasuh anak karena dianggap pekerjaan tersebut adalah pekerjaan perempuan.


Keterlibatan perempuan dalam ruang publik merupakan peran ganda yang bisa juga berarti beban ganda, seringkali dikatakan bahwa peran ganda dapat diatasi dengan proses pembagian kerja di sektor domestik antara suami dan isteri. Tetapi yang menjadi pertanyaan apakah kita bisa dengan mudah dapat melakukan proses domestifikasi terhadap laki-laki karena ini akan berbenturan dengan budaya yang sudah mengakar dalam masyarakat yaitu budaya patriakhi. Persoalan ini tidak sesederhana yang kita pikirkan karena yang harus ditaklukkan dalam pengurangan beban perempuan tidak hanya laki-laki, tetapi juga keluarga luas dan masyarakat secara umum yang telah menerima pembagian peran berdasarkan gender sebagai realitas obyektif. Keterlibatan laki-laki dalam bidang publik dan perempuan dalam bidang domestik merupakan realitas obyektif yang telah diterima sebagai sesuatu yang baku.


Usaha mengubah semua itu merupakan usaha mendekonstruksi bangunan sosial budaya yang kemudian membutuhkan kesadaran di dalam rekonstruksi obyektif yang baru. Dan tentunya perlu waktu yang panjang untuk merekonstruksi budaya tersebut dan juga harus ada kesadaran dari kaum laki-laki bahwa dalam keluarga antara suami dan isteri adalah mitra sejajar bukan hubungan secara hierarkis.


Secara biologis perempuan dan laki-laki adalah makhluk yang berbeda, perbedaan itu menghasilkan asumsi bahwa perempuan adalah makhluk yang lemah, tidak berdaya dan mempunyai ketergantungan yang tinggi terhadap suami. Namun pada tataran realitas ternyata perempuan bukanlah makhluk yang lemah, ketika mereka harus menjalani dua pekerjaan secara sekaligus yaitu di sektor publik dan domestik. Perempuan harus mempunyai tenaga yang ekstra kuat yang belum tentu dapat dilakukan oleh laki-laki, hampir 24 jam waktu mereka curahkan untuk menjalani dua pekerjaan tersebut. Seperti asumsi yang berkembang di era sekarang ini yang mengatakan bahwa perempuan yang ideal adalah perempuan yang mampu menjadi superwomen yaitu yang memiliki kapasitas dan kapabilitas yang dapat mengisi ruang publik dan domestik secara sempurna.


Menjadi sangat tidak adil ketika perempuan harus menjalankan kedua peran tersebut secara sekaligus, sedangkan laki-laki kenapa tidak dituntut untuk memerankan peran yang sama seperti tuntutan terhadap perempuan?. Ketika kita menuntut hal yang sama terhadap laki-laki tentunya tidak dapat dilakukan dengan mudah dan perlu waktu yang cukup banyak untuk dapat merealisasikannya karena hal ini menyangkut budaya yang ada yang telah mengakar di tengah masyarakat.


Proses marginalisasi terhadap perempuan juga sangat dipengaruhi oleh institusi keluarga, sekolah, media massa. Ketimpangan gender sesungguhnya ditegaskan secara terus menerus oleh struktur sosial yang patriarkal. Wanita yang baik cenderung harus “mengalah, manut, nrimo dan pasrah” kepada suami dalam suatu struktur interaksi dalam keluarga. Istri yang sempurna seringkali digambarkan sebagai isteri yang selalu melayani dan mengabdi kepada suaminya, mengurus rumah tangga serta anak-anaknya. Ketika anak melakukan kesalahan maka yang seringkali disalahkan adalah ibunya yang dianggap tidak bisa mendidik anak. Kegiatan publik bukanlah dunia perempuan, dunia perempuan tetap dalam rumah tangga sehingga menjadi wanita ideal adalah menjadi ibu rumah tangga yang baik.


Di moment peringatan hari ibu ini, kita konstruksikan kembali bagaimana idealnya seorang perempuan atau ibu, kita perlu memberikan apresiasi kepada kaum ibu dan mendudukkan mereka sebagai makhluk Tuhan yang paling berjasa dalam kehidupan kita. Dari kaum ibulah lahir generasi penerus bangsa dan kesuksesan seorang suami dalam karier juga ditunjang oleh peran seorang isteri. Peran seorang perempuan tentu sangat penting dalam keluarga, mereka sebagai madrasatul ‘ula, karena pendidikan anak, pertama didapat dari seorang ibu. Dalam kandungan sampai anak dilahirkan dan tumbuh kembang menjadi dewasa, namun dalam mendidik anak tidak hanya tugas dan tanggung jawab ibu saja, tetapi dalam keluarga ayahpun mempunyai kewajiban yang sama dalam pendidikan anak. Tidak semestinya lagi peran domestik harus di kerjakan penuh oleh perempuan, sebagai makhluk Tuhan perempuan pun mempunyai hak yang sama di ruang publik, mereka berhak untuk meraih pendidikan yang tinggi, mereka berhak untuk mengembangkan diri dan mendapatkan pekerjaan di skctor publik sama seperti laki-laki. Perempuan bukanlah the second people, karena secara kapabilitas perempuan tidak kalah dengan laki-laki.


Di zaman sekarang ini dengan adanya gerakan gender seharusnya ketimpangan gender tidak terjadi lagi, perempuan tidak harus selalu dinomerduakan. Perempuan dan laki-laki mempunyai potensi dan peluang yang sama dalam sektor publik dan sebagai mitra sejajar, potensi perempuan sebagai mitra sejajar laki-laki harus dimaknai sebagai kebersamaan dalam mengatur kehidupan bersama. Dalam Harmona Daulay dikatakan bahwa prinsip pembagian kerja secara seimbang adalah suatu prinsip adanya suatu hubungan yang egaliter antara suami dan isteri, pola pembagian kerja seperti ini tidak membedakan gender, tetapi tergantung pada kebutuhan dan tersedianya waktu yang tercurahkan. Pada hubungan ini proses kerjasama dan tolong menolong demikian kuatnya sehingga membentuk suatu tim yang kompak sehingga akan terjadi keharmonisan dan kesetaraan gender.


Seorang yang perempuan profesional dan dibatasi dengan ketaatan, etika dan ikatan-ikatan agama. Wanita itu bisa memilih antara menjadi seorang ibu rumah tangga yang baik dengan tugas-tugas dan tanggung jawabnya atau wanita yang berkecimpung di wilayah publik tanpa melalaikan fungsinya sebagai ibu rumah tangga dengan segala tugas dan tanggung jawabnya dengan mengedepankan skala prioritas.


Perempuan professional yang dikatakan hebat selalu berinovasi dalam pengetahuan, inspirasi, solusi, kreatifitas, visi dan ide. Seringkali karena keadaan, apakah dari individu atau kelompok, motivasi dan kesadaran untuk memutuskan mengambil tindakan itu datang. Kadang-kadang akumulasi pembelajaran hidup menjadi penyebab perbedaan inspirasi itu berawal apakah dari perempuan atau laki-laki. Tapi kita dapat mengerti apa motivasi kita, bagaimana mewujudkannya sehingga kita dapat menjadi motivator yang baik bagi diri sendiri dan orang di sekitar kita.


Bahasa tubuh merupakan faktor komunikasi utama mereka. Perempuan mampu menjadi partner dalam semua kondisi itulah gender manjadi penting saat potensi perempuan tak terwakili dalam setiap tindakan, sehingga emansipasi perempuan diperjuangkan. Dalam banyak catatan sejarah nasional dan internasional telah menceritakan bagaimana kiprah seorang perempuan. RA. Kartini dengan keteguhannya ingin memberdayakan potensi kaumnya, karena kesadarannya bahwa perempuan memang berpotensi.
Namun kembali kita menengok tugas utama dan seperti apa kategori perempuan cantik yang sesungguhnya. Dibalik potensi perempuan yang identik dengan lemah lembut, penyayang dan tegas dalam kebenaran, namun di sisi lain wanita terkadang lemah, rapuh dan mudah terpedaya.
Eksistensi mereka menimbulkan polemik dan masalah, karena dwifungsi perempuan tadi. Perannya semakin terkuras habis di luar rumah sehingga peran ibu menjadi teladan bagi keluarga semakin dilema. Perempuan adalah madrasah teladan bagi anak-anaknya. Fenomena saat ini dimana seorang perempuan yang disebut ibu dapat berperan ganda sebagai ayah pula.


Ironis memang dan entah siapa yang harus bertanggung jawab dengan keadaan ini. Karena kebutuhan hidup, peluang dan kesempatan kerja bagi perempuan semakin luas membuat perempuan merasa terpanggil untuk mengaplikasikan akan potensi yang dimilikinya.

Kesempatan bekerja di luar rumah perlu dibedakan bagi yang telah menikah dengan yang masih single. Peluang kerja saat ini sangat bervariatif tergantung kompetensi dan kemampuan. Bagi yang telah menikah izin berkarir tergantung komitmen dengan pasangan, jenis pekerjaan yang dipilih. Bagaimana kesepakatan dalam memanajemen waktu dan aktvitasnya sehari-hari, dan semuanya dapat berjalan lancar apabila komunikasi tetap terjalin.


Perempuan yang dikatakan cantik saat komitmen dengan pasangan dan keluarga tetap terjaga. Komunikasi yang berjalan dengan menggunakan segala ilmu pengetahuan, sikap dan keterampilan. Menyeimbangkan antara tanggung jawab dab kebutuhan keluarga dengan tanggung jawab pekerjaan tambahan yang dimilikinya. Wanita cantik saat mampu berjalan seimbang antara keluarga dengan karir yang dimilikinya. Walaupun dalam aplikasinya banyak resiko tetapi disitulah dibutuhkan peran kecerdasan kecantikan perempuan. Perempuan memiliki dua hati yang harus kuat sebagai pendamping suami dan anak-anaknya sekaligus sebagai atasan atau bawahan pada dunia kerjanya.


Bagaimana mengubah pribaddi menjadi lebih baik harus menjadi pribadi yang bertumbuh, berkembang dan berdaya dalam 3 hal:

  1. Kehidupan (Belajar dari pengalaman hidup bahwa perbedaan adalah suatu peluang/kemungkinan-kemungkinan)
  2. Belajar (Keberhasilan sesungguhnya bagaimana memaknai suatu kegagalan).
  3. Cinta (Mencintai orang lain berawal dari mencintai diri sendiri)
    Untuk berhasil terkadang masing-masing individu melakukan jalan yang berbeda. Dimulai dari pengamatan/pengalaman, bertanya, mendengar, bertindak, kegagalan, bagaimana mengolah informasi, dan meniru tindakan orang yang telah berhasil. Tidak ada yang salah atau benar, sepanjang mampu merasa nyaman, bertanggungjawab dan senang melakukannya.(*)
  • Bagikan