Pengamat: Permainan Harga Gabah Ditentukan Pedagang, Tidak Adil Bagi Petani

  • Bagikan
Halim Palatte SE M,Si Pengamat Ekonomi Universitas Muhammadiyah Palopo

Harga Gabah Anjlok, Beras Justru Mahal

PALOPOPOS.FAJAR.CO.ID, PALOPO – Petani meminta pemerintah untuk mengatur kembali Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah. Menurut petani, saat ini biaya produksi telah meningkat.

Kepala Pusat Pengkajian dan Penerapan Agroekologi Serikat Petani Indonesia (SPI), Muhammad Qomarun Najmi mengatakan HPP gabah yang ideal bagi petani Rp 7.000/kg. Hal ini telah memperhitungkan biaya produksi yang telah naik menjadi Rp 6.000/kg.

“Hitungan kita musim ini ada kenaikan biaya produksi, dari musim sebelumnya Rp 5.000, menjadi Rp 6.000. Dengan harga gabah (HPP) di kisaran Rp 7.000an, petani dapat keuntungan sekitar 15%,” ujarnya, Selasa (2/4/2024).

Saat ini seiring masuknya musim panen, harga gabah telah mengalami penurunan. Dia mencatat, harga gabah turun ke Rp 6.000/kg. Maka dengan biaya produksi sama dengan harga jual, petani tidak mendapatkan keuntungan.

Permasalahan ini mendapat perhatian dari Pengamat Ekonomi Universitas Muhammadiyah Palopo, Halim Palatte SE M,Si. Kepada Palopo Pos, Halim mengungkapkan, harga gabah turun, namun harga beras naik. Kondisi terseut sangat tidak adil dan merugikan petani.

Biaya yang dikeluarkan petani padi sangat tinggi, seperti biaya traktor, biaya tanam, harga pupuk, pestisida, ongkos kerja, dan ongkos ojek gabah (transpor dari sawah rumah). Lalu, dimana peran pemerintah, Dinas perdagangan, Badan ketahanan pangan, dan Bulog? Disebutkannya, harga gabah Rp5.300 / kg sedang harga beras minimal Rp15.000 / kg. Perbandingan gabah dengan beras yaitu gabah 1,5 kg menjadi beras 1 kg, atau dikonversi dalam harga gabah Rp8.000, sehingga terjadi selisih dengan harga beras sebesar Rp7.000 / kg.

Pertanyaannya, siapa yang menetapkan harga dasar gabah? Apakah pemerintah atau pedagang? Jika pedagang yang menetapkan harga gabah, maka bertentangan dengan Sistem Ekonomi Pancasila dan mengadopsi sistem ekonomi kapitalis. Jika hal ini terus dibiarkan berlangsung maka petani padi semakin miskin dan tidak mampu merubah kondisi kehidupan yang lebih baik sebagaimana cita-cita bangsa yaitu adil dan makmur.(idr)

  • Bagikan